22.

837 104 6
                                    



..

Rosaline melihat Raja yang tengah menyandarkan punggungnya pada kursi di kamar mewah keduanya.

Dengan tergesa, Rosaline mendekati Raja dan berdiri dengan panik. "Mengapa Tuan Fjord mengumumkan hal itu sekarang? __mengapa harus di depan banyak mentri?"

Oliver memejamkan mata. Melihat gelagat gundah dari Rosaline, dia tahu, mungkin sang istri hanyalah merasa takut akan ada banyak ancaman setelah ini. Bagaimanapun, kabar bahagia ini, akan menjadi kabar buruk bagi sebagian penduduk dari arah manapun.

Seberapa banyaknya mereka memasang perisai untuk melindungi keluarga, jika panah yang di tunjukkan begitu banyak, maka Rosaline hanyalah akan menanggalkan rasa ketakutan.

Rasa ketakutan yang menggerogoti relungnya dari semalam. Besok waktunya Mavery kembali ke akademi, jika kabar ini sudah tersebar luas, itu akan menjadi hal yang menakutkan bagi Mavery, pikir Rosaline.

Apalagi, tidak ada tanda-tanda apapun dari Mavery sebelum ini, hingga saat pengumuman tiba-tiba di dengungkan, semuanya menjadi merasakan campur aduk yang mengejutkan.

Terlebih Rosaline. Seberapa banyak orang yang merasa iri pada Mavery bahkan sebelum kebangkitan, lalu bagaimana sekarang? Rasa iri itu akan membuncah, dan membuat mereka makin membabi buta mengincar Mavery, entah untuk di korbankan, atau di binasakan.

Rosaline tak kunjung merasa tenang, tak kunjung merasakan kenyamanan, dan itu tercetak jelas di wajahnya, membuat Oliver menghela nafasnya. Berdiri dan meraih Rosaline untuk di peluk. Di tenangkan dengan beberapa perkataan yang masih sulit di terima Rosaline, untuk menenangkan keadaannya.

"Aku takut__ aku takut akan ada hal buruk yang datang pada Mavery."

Rosaline membiarkan Oliver memeluknya erat. Ketika rasa gelisahnya mulai meledak perlahan, Rosaline hanya bisa diam, tanpa mau membiarkan hati nuraninya yang ingin mengeluarkan setetes air mata kekhawatiran mengacaukannya.

Oliver kemudian melepas pelukan, menempatkan kedua tangannya di bahu Rosaline. "Kamu harus percaya pada kita, keluarga yang harusnya bisa menjaga satu sama lain__ bahkan jika rakyat pun menolak, Mavery akan tetap berada di bawah lindungan kita."

Rosaline mengerjap, pelan hingga rasanya seperti waktu tengah di perlambat. "Apa salahku? __mengapa harus anakku?"

Begitupun dengan Oliver, rasa syukurnya kemarin, berubah semenjak ia sadar akan konsekuensi-konsekuensi yang kemungkinan dapat di prediksi mengincar Mavery.

Mengapa dia begitu cepat berfikir dangkal? Padahal mungkin saja bahaya tengah mendekat pada Mavery.

Ketukan pintu mengalihkan atensi keduanya. Di jawabnya Oliver, membuat yang mengetuk membuka pintu.

Itu Dylan. Memakai pakaian formal. Tanpa berbasa-basi, Ia segera mendekat dan bertanya. "Bagaimana?"

Rosaline menghindari tatapan Dylan. Oliver menghembuskan nafas pelan. Ia cukup sadar Dylan tengah menahan amarahnya.

"Bukan seperti kami dengan sadar membiarkan hal itu terjadi, Dylan."

Dylan yang di beri tahu hanya diam. Menunggu penjelasan dari Oliver yang sepertinya kesulitan untuk menentukan dari arah mana ia harus membawanya.

Semua alasan itu akan membuat Anak sulung-nya itu murka, Oliver yakin akan hal itu.

"Saat rapat kemarin. Kerajaan di serang mutan, entah penjaga yang tak cukup kuat, atau memang kita sebenarnya perlu menambah anggota."

Oliver kembali menghela nafas berat. "Salah seorang mentri, terserang_ hingga tangan kanannya terputus."

Oliver dan Rosaline kini makin merasa bersalah. Hingga Oliver kembali melayangkan segala jawabannya. "Kita tahu, bahwa Mavery adalah anak yang baik, tentu saja__ dia pasti akan merasa itu kewajibannya untuk membantu siapa saja yang membutuhkan."

"Tapi yang tak bisa Mavery prediksi adalah batas kemampuannya sendiri, __hingga saat ia berusaha mengusahakannya, dia malah berakhir kehabisan mana, dan terjatuh dengan darah yang keluar dari mulut, hidung dan teli-"

"Apakah kalian memang tidak sekompeten itu?" Dylan memotong pernyataan Oliver dengan kemarahannya. Murka yang di bawanya begitu menumpuk hingga rasanya ia ingin menghancurkan istana ini sekarang juga.

Rosaline kini menghadap Dylan. "Dylan__ kami tahu jika kamu marah, tapi kami tidak bisa membenarkan bahwa ketidakkompetenan ini berasal dari semua orang. Ada dari mereka yang berjuang mati-matian."

Rosaline mendekat pada Dylan, namun penolakan Dylan dengan memundurkan langkahnya itu, membuat Rosaline kehilangan kata-kata.

"Aku cukup sabar saat kau menugaskanku di perbatasan, hingga aku kesulitan untuk mengetahui kabar dari Mave ___lalu apakah sekarang aku masih bisa bersabar?"

Keduanya mengalihkan pandangannya dari Dylan. Ini bukan apa yang mereka maksudkan, tidak mungkin bagi mereka berniat memisahkan mereka, apa lagi Mavery adalah adik dari Dylan.

"Dan apa? Pengumuman tentang kebangkitan Mavery? wah__ itu mengagumkan, siapa orang bodoh yang mengumumkan hal-hal penting di perkumpulan para mentri yang jumlahnya begitu banyak." Dylan terkekeh sinis.

"Sebegitu tidak maunya kalian membiarkan Mavery berada di istana, hingga ingin mengirim Mavery ke menara healer?"

Mata Rosaline melebar. "Jangan mengada-ada Dylan! Siapa yang akan melakukan hal hina seperti itu?!"

Dengan bentakan Rosaline, Dylan berdecih, siapa yang melakukan hal hina seperti itu katanya? Lantas ada apa dengan ketidak becusan mereka?

Bahkan saat anak itu masih suka menghilang pun, tak pernah satu pun dari mereka yang dengan selamanya membuat Mavery menghentikan aksi konyolnya. Apa bila dia tidak sibuk dalam menangani urusan negara, mana mau dia, melepas pandangannya dari Mavery barang sedikitpun.

Dylan berfikir, haruskah ia menyerah saja pada gelarnya? Supaya bisa terus mengawasi Mavery? Namun jika ia melepas gelar kerajaannya, bagaimana cara menangani hal-hal yang di luar batas dengannya yang bukan siapa-siapa?

Ah sial, membuat Dylan pusing saja.

"Pangeran__ tolong perhatikan langkah anda! Tanganmu masih meneteskan banyak darah!"

Bising suara samar mendekati mereka, namun tak ada satupun yang perduli, hingga suara pintu kamar mereka tengah berbicara, terbuka.

"Kakak ___sedang apa kamu di sini?"

Terkejut dengan suara manis yang sudah lama tak ia dengar, Dylan segera berbalik badan, menemukan Mavery yang tengah menatapnya tak jauh dari tempatnya berdiri.

Darah yang menetes dari ujung tangannya. Membuat mereka bertiga merasakan panik yang tak karuan, hingga hitungan detik ke dua, semuanya berlomba untuk mencapai, siapa yang lebih cepat menangkap si kecil Mavery.



..

Bloviate.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang