chapter 三十

164 35 14
                                    

HAPPY READING

30






"Percayalah, Hyunjin. Kau pasti akan mengikutiku bersembunyi di Zanji setelah membaca surat ini," yakin Karina sekali lagi setelah gelagat Hyunjin mengatakan bahwa pria itu tidak mempercayai apa yang ia ucapkan pasal surat yang George titipkan padanya. Karina kembali mengalihkan tatapan menuju surat yang baru digeletakkan di atas meja. Secarik kertas terlipat tersebut berpotensi menjadi hal terakhir yang George berikan.

Perasaan Karina mendadak berubah sendu dan berkecambuk di kala bersamaan. Ia memang tidak menanam hubungan dekat dengan George, tetapi dikarenakan keluarga Karina yang membuangnya dua belas tahun lalu, mau tak mau Karina harus tinggal bersama George selama dua tahun sebelum ia mencari Hyunjin sehingga berlabuh di Terarastan dan hidup menemani pria itu. Berkat dua tahun singkat tersebut, Karina tahu pamannya bukan sesosok pria jahat.

Lantas Karina menilik Hyunjin penuh pengharapan. Apabila sang Paman berkemungkinan celaka, ia pun tak hendak Hyunjin berakhir serupa. Sama sekali tidak sanggup menghentikan peristiwa buruk yang menimpa George, kini Karina berusaha untuk menyelamatkan Hyunjin—setidaknya begitu. Selain disebabkan ingin menarik Hyunjin kembali padanya lagi, ini adalah usaha akhir yang Karina lakukan demi menghargai pengorbanan pamannya.

Mengernyit tak mengerti, Hyunjin menaikkan sebelah alis mendengar pengajuan Karina. "Jangan bercanda," pungkas Hyunjin. Ia sungguh tidak paham. Karina bukan tipe perempuan yang mudah bercakap sembarangan hanya karena alasan sepele. Lantas, apa motivasinya kini sehingga mampu mengucapkan perihal barusan?

"Aku tidak bercanda," Karina mengetukkan jemari di atas surat yang baru ia letak di atas meja kerja Hyunjin cukup keras, "bacalah ini, maka kau akan paham."

Nada berpadu raut Karina tak pernah berbohong bila serius melanda. Hyunjin segera meletakkan tubuh pistol ke tempat semula lalu melangkah menyusul jejak Karina di dekat meja panjang yang dipenuhi tumpukan berkas-berkas usang bersama barang lain. Sepintas, Hyunjin melirik Karina—menyelidiki apakah ada sesuatu penting yang memang menunggu di balik surat atau tipuan belaka.

Sunyi dalam sekejap dilengserkan oleh suara gesekan sisi kertas yang mulai merekah memanjang. Membenarkan lipatan kertas agar terbuka utuh, Hyunjin lantas menjatuhkan fokus terpaut pada isi surat panjang bertinta hitam yang ia kenal betul tulisan milik siapa. Hanya George satu-satunya manusia yang Hyunjin kenal dengan tarian tinta seperti ini.

Dalam diam Karina memperhatikan air wajah Hyunjin seksama, barangkali pria itu tertegun lalu menyetujui usulannya silam sebab Karina sangat yakin apabila Hyunjin tidak bodoh untuk menolak saran yang ia ajukan. Kendati begitu, raut Karina tertekuk kelam; seakan-akan perkiraan dalam benak terbuang sejauh kutub utara dan selatan. Karina lagi-lagi tidak mengerti mengapa Hyunjin justru terlihat tenang seolah sudah memprediksi masa depan.

Lirikan Hyunjin di atas surat berganti menjadi ekspresi yang sama sekali tak dapat Karina artikan. Entah menyesal, atau kecewa namun sudah menduganya. "Setidaknya, George tidak akan dihukum mati, bukan?" Alih-alih memusingkan nyawa sendiri, Hyunjin tersenyum teramat tipis tengah berharap dugaan barusan mengenai keselamatan George menjadi kenyataan.

Menghabiskan dua puluh lima tahun mengenal George membuat kesan hangat yang tersimpan dalam perasaan Hyunjin kian terkubur dalam-dalam. George sudah seperti bagian keluarga yang saling membagi kisah bersama. Kapan pun Hyunjin memerlukan tangan untuk membantu, George selalu hadir di sana—seolah tidak letih kapan pun Hyunjin membutuhkannya. Mendapati kabar tiba-tiba George mungkin saja mati sungguh menghabiskan kata-kata Hyunjin.

Nirvana in FireWhere stories live. Discover now