Chapitre un

222 52 5
                                    

Happy Reading~

Memasuki pertengahan bulan desember dimana beberapa orang menghabiskan waktu mereka bersama keluarganya untuk merayakan natal, sebagian anak anak juga nampak sangat antusias dan bergembira di bulan ini. Mereka membuat kue jahe bersama ibunya, mempersiapkan untuk menyambut tahun yang baru, membuat keinginan kepada Sinterklaus, atau bahkan menghabiskan waktu untuk bermain salju.

Memperlihatkan seorang anak kecil yang tengah asik bermain pada segumpalan benda padat bewarna putih tersebut, ia menghabiskan waktu nya untuk membuat sebuah boneka salju. Menurutnya musim salju adalah musim terbaik dan akan selalu menjadi musim favoritnya untuk dinanti nantikan

"Lily, ayo masuk kerumah sudah saatnya untuk makan siang bersama ayah!" seru wanita paruh baya yang menganggu aktivitas anak yang sedang asik bermain salju. Rupanya ia adalah ibu dari anak yang dipanggil Lily tersebut

Anak kecil itu pun menggeleng - gelengkan kepalanya, ia masih sangat ingin untuk tetap bermain pada segumpalan benda padat tersebut, "Lily tidak mau! Lily masih ingin bermain salju, ibu" Gerutu anak itu dengan kesal

"Hey gadis yang nakal bukan kah kau berkata, 'bu, aku sedang tidak enak badan' kemarin lusa" tukas ibu dari anak itu. "Ibu sudah membuatkan teh hangat dan roti croissant kesukaan mu"

"Ah benarkah? wah baiklah tunggu Lily bu" wajah gadis itu pun menjadi berseri seri setelah mendengar ucapan ibunya, dan ia memutuskan untuk menghentikan aktivitas bermain nya

Suasana didalam rumah itu pun serasa menjadi sangat suram setelah ia melihat raut wajah ayahnya, nampak sang ayah seperti murka atau mungkin kondisi hatinya kurang baik dan ia menatap dingin dan tajam kepada anak semata wayangnya itu.

"Lily! ayah bilang bahwa kamu tidak usah bermain dengan anak anak itu, mengapa kamu terus membantah ayah?" Tegas seorang pria paruh baya itu kepada anaknya

"Memangnya kenapa sih ayah melarang Lily untuk bermain bersama mereka, padahal mereka sangat baik terhadap Lily." Lirih anak itu "Bahkan Lily sampai bermain salju sendirian karena larangan ayah"

"Mereka adalah anak anak yang cukup berandal, ayah tidak bisa membayangkan jika masa depan mu akan hancur karena mereka" ujar ayah dari anak itu sembari menyeduh kopinya dengan santai. "Atau bahkan hidupmu akan menjadi bercelah dan aib bagi keluarga kita"

Anak itu menatap ayahnya tak percaya "Ayah?" Mata anak kecil itu mulai berkaca kaca

"Maka dari itu turuti semua perintah Ayah," Ujar ayah dari anak itu "Jangan menangis! ayah tidak suka anak ayah menjadi payah dan cengeng sekarang hapus air matamu, memalukan!"

"Sudah cukup!" Potong ibu dari anak itu. "Lily kamu sudah dengar sendiri kan? ibu harap kamu dapat menuruti nasehat kami karena ini semua untuk masa depan mu"

Seketika hati anak itu terasa hancur berkeping keping setelah harus menerima dan mendengar ucapan dari ayahnya. bagaimana tidak? disaat orang lain berbahagia menghabiskan waktu bersama keluarganya, ia malah menerima sebuah hinaan dan tuntutan dari ayahnya diumurnya yang masih terbilang sangat muda. Ia merasa pikiran ayahnya hanya kerja, kerja dan kerja ia hanya memperdulikan citra dan derajat keluarganya

Begitu pula dengan ibunya, walau dapat dikatakan ia lebih baik dari ayahnya namun ia sama sekali bukan ibu yang supportive untuknya. Ia merasa ibunya terlalu mematuhi keinginan ayahnya, ia tak bisa memahami perasaan anaknya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

We fell in love in Paris (Lilynn)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang