Dua minggu kemudian. Setelah kenaikkan kelas dan kelulusan kelas dua belas, para siswa diliburkan selama dua minggu. Sesuai rencana, mereka akan berlibur di villa milik ayahnya Nara. Asep, Rizki, Rayyan, dan Nara sudah berkumpul di depan rumah sakit. Menunggu Nadia yang sedang menyelesaikan urusannya.
Walaupun masih sangat pagi, tapi sudah banyak orang-orang dan kendaraan yang berlalu-lalang di sekitar rumah sakit. Hari itu, udara terasa dingin sekali. Untungnya, mereka sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Mereka memakai jaket tebal, sehingga dingin tak bisa mengganggu liburan mereka.
Di saat teman-teman yang lainnya sedang menggerutu karena kelas menunggu Nadia yang sangat lama, Asep justru sedang tersenyum-senyum sendiri sambil melihat ponselnya. Dia menekan beberapa tombol, mengirimkan pesan pada seseorang. Lalu saat orang itu membalas pesannya, senyum tak bisa ia tahan dari wajahnya.
Nenek
Jangan lupa makan, ya. Sehabis pulang liburan dari sana, harus langsung pulang ke sini.Asep
Iya, nek.Nenek
Oh ya, kamu udah punya pacar, belum?Asep
Kenapa bahas itu, sih, nek? Asep gak mau pacaran dulu, mau fokus kuliah nanti.Nenek
Kamu teh ganteng, masa nanti anak kuliahan yang ganteng ini, gak punya pacar?Asep
Nanti juga, kalo udah waktunya mah Asep bakal punya pacar, nek....
Nadia tersenyum lebar. Hatinya menghangat ketika ia lihat wanita di depannya saat ini terlihat sangat bahagia. Wanita yang tadinya sangat berantakan dan selalu bau alkohol, kini terlihat lebih cerah dengan senyum di wajahnya. Nadia terkekeh kecil, ia pun berjalan mendekat dan memeluk tubuh Rani.
Dengan sepenuh hati, wanita dengan tubuh yang kurus itu membalas pelukan sang anak. Dielusnya punggung perempuan yang sedang memeluknya saat ini. Sulis merasa tersentuh saat melihat pemandangan indah di depan matanya saat ini, air mata bahagia berhasil keluar dari matanya.
Semenjak Nadia dan Sulis berhenti memberi obat penenang yang selalu dibelikan oleh Tiara dan melakukan segala hal supaya Rani merasa tenang dan aman, wanita itu menjadi lebih baik sekarang. Rani dirawat di rumah sakit untuk melaksanakan terapi dan meminum obat-obatan yang lebih baik, agar ia bisa merasa tenang dan tidak ketergantungan lagi pada alkohol.
"Nadia berangkat dulu, ya, Bu."
Rani melepas pelukan mereka. Dia memegang kedua bahu anak perempuannya, menatap wajahnya dengan senyuman yang merekah. "Senang-senang, ya, kamu di sana."
Nadia menganggukkan kepalanya.
...
"Lama banget, sih!" Nara menghentakkan kakinya ke tanah karena kesal.
Nadia hanya tersenyum canggung sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Mereka berlima pun bersiap untuk berangkat dengan motor mereka. Kecuali Nara, ia naik ke boncengan Nadia dan berangkat bersamanya.
Lima sekawan itu melajukan motor mereka secara berbaris. Dengan posisi Nadia dan Nara berada paling depan, di belakangnya ada Asep, lalu Rizki, dan terakhir ada Rayyan. Saat ini, mereka benar-benar merasa senang. Di pikiran mereka masing-masing sudah ada ekspetasi menyenangkan saat sudah sampai di villa.
...
Empat puluh menit mereka melaju, akhirnya Nadia menghentikan motornya di depan gapura yang menuju suatu desa. Asep, Rizki, dan Rayyan ikut menghentikan motor mereka. Rizki menatap gapura itu dari bawah hingga ke atas, terdapat nama desa tertulis di sana. Namun, desa itu tampak sangat asing baginya. Dia pun melihat ke sekeliling gapura itu, semakin masuk ke dalam, sepertinya hanya terlihat hutan dan pohon-pohon bambu.
"Villa-nya ada di dalem desa ini?" tanya Rizki.
"Iya," jawab Nara sambil menganggukkan kepalanya.
Tanpa berkata sepatah katapun, Nadia kembali melajukan motornya. Melakukannya ke dalam gapura itu, diikuti mereka dari belakang. Saat memasuki kawasan jalan aspal yang hanya dikelilingi hutan rimbun di sampingnya, ia mulai merasa merinding. Tidak tahu kenapa, secara refleks Rizki melihat ke arah kaca spionnya.
Jantungnya berdetak sangat kencang, matanya membulat sempurna dengan pandangan yang masih terarah pada kaca spion motornya. Rizki melihat ada seorang perempuan dengan seragam SMA yang tampak kotor sedang berdiri di dekat gapura. Perempuan itu menatapnya dengan ekspresi wajah yang datar. Padahal ia ingat betul, bahwa tidak ada siapapun saat mereka berhenti di depan gapura tadi.
Beberapa menit kemudian, mereka tiba di pemukiman warga. Berbeda dari bayangan mereka saat pertama kali melihat jalan dari gapura, ternyata desa ini cukup ramai. Banyak anak kecil yang bermain di sekitar rumah mereka, dan ibu-ibu yang sedang berkumpul sambil membicarakan keburukan tetangga lain.
Setelah melewati rumah-rumah warga, mereka kembali melaju di jalan yang cukup sepi. Nadia menoleh ke arah satu rumah yang tampak berbeda. Terlihat seorang nenek sedang duduk di teras rumah sambil menatap mereka dengan ekspresi tidak suka. Tidak mau memperdulikan hal itu, Nadia kembali fokus mengendarai motornya.
...
Setelah hampir satu jam perjalanan, mereka sampai di depan gerbang yang tampak sangat mewah. Setelah menghentikan motor mereka, Nara turun dari motor Nadia dan berjalan mendekat ke arah gerbang. Dia mengeluarkan kunci dan mulai membuka gerbang besar bercat hitam itu. Mereka berempat pun memasukkan motor mereka ke pekarangan villa.
Asep tak bisa menahan mulutnya yang langsung terbuka saat melihat betapa cantiknya villa itu dengan taman kecil di pekarangannya. Dengan hiasan rumput yang merambat ke atas tembok, terlihat sangat indah. Teras villa itu cukup luas, ada dua kursi tunggal dan meja kecil di tengah-tengahnya.
"Kalian parkir di sana aja, ya." Nara menunjuk ke arah samping bangunan villa yang tampak kosong sambil berjalan mendahului mereka.
Nadia, Asep, Rizki, dan Rayyan menganggukkan kepala mereka. Melajukan motornya masing-masing ke tempat yang ditunjuk oleh Nara. Setelah itu, mereka berempat menghampiri perempuan dengan poni di atas alis yang sedang berdiri di depan tangga menuju teras villa.
...
"Wah, gila! Ternyata dalemnya lebih keren."
Rizki terpukau setelah melihat isi dari villa itu. Dekorasi yang terlihat seperti rumah Belanda di jaman dulu, tapi tetap terlihat indah dan tidak kuno. Ada beberapa sofa besar di ruang tamu, meja kaca dan tanaman hias di tiap sudut.
Nadia berjalan sambil terus melihat-lihat. Saat ini ia berada di ruangan yang berisi TV besar, satu sofa panjang di depannya. Terdapat kulkas kecil khusus minuman yang tersimpan di atas meja, di dekat TV.
"Di sini ada empat kamar. Aku sama Nadia sekamar, sisanya buat kalian, ya." Nara menunjuk setiap kamar yang ada di sana.
Asep dan Rizki pun mengangguk. Mereka berdua langsung berlari ke arah kamar yang akan mereka tempati. Sedangkan Rayyan, ia hanya berjalan dengan santai. Membuka pintu kamar dan terdiam sejenak saat melihat kamar itu. Dia berjalan masuk sambil menenteng tasnya, melihat ke sekeliling. Rayyan menyimpan tasnya di atas kasur yang sudah ditata dengan rapi.