Chapter 34: Zermatt's Mission

54 3 0
                                    

Europe's highest ski resort, they said.

Di atas tebing gunung yang dipenuhi oleh salju, Ryke dan seluruh tim milik Susan Cooper—yang berjumlah tiga orang itu, belum termasuk Ryke—sudah siap untuk menjalani misi ini. Pada posisinya masing-masing, semuanya menunggu kedatangan Alasteir Brown.

Tepat disaat Ryke selesai bermain ski, ia menengadah ke atas langit saat mendengar suara helikopter yang mendekat untuk mendarat di permukaan salju karena di bangunan tersebut tidak terdapat elevated heliport di atasnya.

"Target approaching," ucap Ryke seraya mengangkut papan dan tongkat skinya. "Greene, bagaimana situasi kita sekarang?"

Dari dalam van, di mana Kim Greene dan Susan Cooper berada, Greene menjawab. "Sebentar lagi selesai. Tinggal tersisa kunci enkripsinya. Oh, sekarang aku sedang memprogram kode akses baru." Dengan tangannya yang lihai, Greene mengetik entah apa itu di keyboardnya.

Sambil mengambil champagne dari nampan yang dibawakan seorang pelayan di tempat itu, Ryke memperhatikan Alasteir Brown dengan empat pengawalnya—yang membawa satu buat koper dokumen kecil—sedang turun dari helikopter dan hendak berjalan masuk ke dalam resort.

"Aku melihat Brown. Dengan kopernya."

"Informasi Catrice mengenai Brown benar. Seseorang paling diagungkan di Irak, setelah empat minggu lepas dari genggaman kita, akhirnya muncul juga," kata Cooper yang tidak dihiraukan oleh Ryke karena matanya memperhatikan setiap pergerakan dari targetnya.

Tidak lama setelah itu, Greene menginformasikan pada Ryke, Boomer, dan Waithe bahwa ia sudah menambahkan mereka ke dalam daftar tamu. Setelah mendapatkan itu, Ryke melepaskan Alasteir Brown sementara, lalu menghampiri Boomer dan Waithe yang berada di dalam. Michael Boomer yang sedang berada di bar dan Rafael Waithe yang sedang berada di meja blackjack.

Bagi Ryke, dua gelas champagne kurang baginya, jadi selain mendekati Boomer, ia juga sekalian memesan bourbon.

Setelah menghabiskan segelas bourbon itu, Ryke mendengar Boomer berbicara kepadanya.

  "I heard birds chirping. They said, you were a legend." Boomer mengatakannya dengan santai. "What happened?"

  "Tanyakan saja pada burung yang berkicau. Bukankah kau mendengarnya dari mereka?" tanya Ryke dengan sinis.

Boomer tertawa. "Mereka jauh. Kau dekat. Lebih baik aku bertanya langsung kepadamu, bukan?"

Pria itu benar-benar membuatnya sedikit naik darah. Saat ini, ia tidak ingin mendapatkan gangguan seperti apa yang baru saja dilakukan Boomer kepadanya.

Cooper yang mendengar percakapan itu—semua orang yang memakai earpiece pun mendengarnya—langsung menghentikannya.

  "Hentikan, Boomer. Fokus dengan misinya," katanya. "Leave him alone."

Yeah, Cooper. Leave me. Just like you did a years ago.

  "Greene, bagaimana?" tanya Ryke untuk menghiraukan percakapan itu. "Apakah sudah dapat dimulai?"

  "Tunggu. Ada masalah. Jaringan terputus, Labonair. Sistemnya mati tiba-tiba saja. Butuh akses internet lokal," ujar Greene. "Cooper, bagaimana ini? Kita butuh rencana baru agar mereka bisa masuk."

Susan Cooper, sebagai pimpinan mereka, harus dengan cepat memutar otaknya. Ia harus mencari cara agar Ryke, Boomer, dan Waithe dapat masuk ke dalam tempat yang apapun itu isinya, di mana terdapat Alasteir Brown. Targetnya.

  "Apa yang dibutuhkan?" tanya Cooper. "Apa yang kau butuhkan, Greene, untuk mengaksesnya?"

  "Aku perlu mengakses akun pengguna dalam jaringan di dalam." Greene kemudian melihat rekaman CCTV yang ia retas dari laptopnya untuk mencari siapa pekerja tempat tersebut yang sedang memakai ponselnya. "Bingo. Kepala keamanan. Ia sedang menuju ke bar. Disamping Labonair."

Irresistible Sight | Irresistible Series #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang