42. Tidak Lagi Dingin

178 31 8
                                    

Triana.

“Terima kasih telah mengantarku. Aku sangat menghargainya.”

“Itu tidak masalah. Aku memiliki putri seusiamu, dan ia tinggal di kota besar. Aku harap ia bertemu dengan orang-orang baik.” Wanita dengan rambut yang mulai memutih itu menghela panjang. “Hanya kedai kami yang bisa menjadi hiburan bagi para pria penat setelah bekerja. Aku mengerti mengapa kau merasa tidak nyaman harus keluar sendirian.”

Triana tersenyum lembut. “Aku harap aku memiliki sesuatu yang bisa aku bagikan untukmu.”

Wanita itu menggeleng. “Aku turut merasa bersalah atas kejadian yang menimpamu.”

“Tidak perlu, Mariam. Kau bahkan tidak mengenal perampok-perampok itu.” Sahut Triana, lalu meraih gagang pintu kamarnya. “Kalau begitu, aku akan masuk.”

“Silahkan. Selamat beristirahat.” Ucap wanita itu sebelum berbalik pergi.

Masih tersenyum, Triana menghela panjang. Ia sangat beruntung bisa mencuci rambut di kamar mandi yang ada di luar meski dengan air sedingin es.

Berlari-lari dan berguling di tanah membuat rambut panjang Triana kotor. Saat mengetahui bahwa ia mungkin akan tidur satu ranjang lagi dengan Vlador, hal yang ia takutkan adalah pria itu akan mencium bau tidak sedap dari rambutnya.

Mendorong pintu kamarnya terbuka, kedua alis Triana terangkat saat ia mendapati sosok Vlador tengah berdiri di balik jendela dengan tunik putih baru membungkus tubuhnya.

Menoleh, Vlador menatap Triana tajam. “Dari mana saja kau?”

“Istri pemilik penginapan ini menawarkanku untuk mencuci rambut di kamar mandi. Ia terus menjagaku hingga aku kembali ke sini.” Jelas Triana setelah menutup pintu dan menguncinya.

Vlador hanya diam sambil menatap Triana dari atas kepala hingga ujung kaki sambil melipat lengan di depan dada.

Menarik senyum kaku, Triana berjalan untuk duduk di pinggir ranjang seraya mengusap-usap rambut basahnya dengan handuk. “Kau bahkan sudah mengganti pakaianmu. Aku tidak percaya kau ternyata kembali secepat itu. Atau mungkin akulah yang terlalu lama mencuci rambut?”

“Kota ini terlalu kecil. Ini lebih mirip dengan desa.” Ucap Vlador seraya menyerahkan sebuntal kain pada Triana. “Toko bajunya berada tepat di belakang penginapan ini.”

“Oh, terima kasih banyak.” Ucap Triana seraya menerima pakaian itu. Ia membukanya dan mendapati sepotong daster biasa. Setidaknya itu bukan gaun tidur tipis.

“Cepat ganti bajumu. Ada hal yang ingin aku bicarakan.” Ucap Vlador seraya membalik punggung.

“Apa itu?” Tanya Triana dengan kedua alis terangkat tinggi.

“Ganti bajumu.” Ucap Vlador lagi tanpa menoleh ke belakang. “Aku memberimu waktu satu menit.”

“Baiklah. Tolong tunggu sebentar, dan jangan berbalik.” Triana melompat turun dari ranjang.

Setelah mengganti pakaian rusaknya dengan yang baru secepat mungkin, Triana naik ke atas ranjang dan duduk di samping Vlador.

“Aku sudah selesai, Tuan Vlador. Apa yang ingin kau bicarakan? Itu terdengar penting.” Tanya Triana.

“Itu memang penting.” Vlador bangkit berdiri dan menghampiri meja kecil yang terletak di samping ranjang. Dari atas meja tersebut, ia mengambil sebalok roti dan segelas susu.

Kemudian Vlador kembali duduk di samping Triana dan memberikan kedua benda itu padanya. “Makanlah. Ada potongan daging di dalam rotinya.”

“Oh… Aku sungguh berterimakasih, Tuan Vlador. Aku sangat kelaparan.” Ucap Triana dengan mata berbinar-binar sembari menerima roti isi dan susu yang ternyata masih hangat itu.

Dikutuk Bersama Tuan VampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang