💫 - Tiga Puluh Tiga

318 35 18
                                    

"Selamat pagi, anak mama."

"Bagaimana kabarmu hari ini, nak?"

"Nyenyak tidurnya ya sayang."

"Mimpi apa kamu, nak? Sampai damai sekali tidurmu."

"Bangunlah, nak. Mama, papa, kakakmu, dan terutama Mary sangat merindukanmu, Sabina."

"Sabina."

"Sabina."

"Sabina."

Sabina mengernyit dan meringis saat telinganya berdenging dengan sangat nyaring. Ia mengerjapkan matanya dan begitu kedua matanya terbuka dengan sempurna. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah Brian dan James.

Wajah penuh lega terpancar dari mereka, saat melihat Sabina yang akhirnya membuka mata setelah tidak sadarkan diri selama 1 hari penuh. Sabina menatap mereka satu persatu dengan bingung sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.

"Aku di mana?" Lirih Sabina dengan begitu pelan sampai hampir tidak terdengar oleh mereka.

"Kita masih berada di sekitar pegunungan Tara. Kamu tidak sadarkan diri setelah terhantam batu besar akibat ulah Daragh."

Sabina terdiam dan berusaha mengingat kejadian sebelum ia tidak sadarkan diri. Ia tampak linglung, sungguh apa yang sempat ia dengar tadi? Mungkinkah itu suara ibunya di dunia nyata?

Apa karena ia begitu merindukan ibunya sehingga berhalusinasi? Atau suara itu benar ada, tapi itu hanya di mimpi? Tapi sayangnya ia tidak mengingat mimpi tersebut.

"Sabina. Apa ada yang sakit?" Tanya Brian dengan begitu khawatir karena melihat Sabina yang tampak linglung.

Sabina menatap Brian lalu menggeleng pelan. "Aku hanya sedikit pusing."

"Kita akan di sini dulu sampai kamu benar-benar pulih."

"Tidak perlu. Kita lanjutkan perjalanan saja," ucap Sabina berusaha untuk duduk.

James dengan sigap membantu Sabina duduk dan menyandarkan tubuh wanita itu pada bebatuan. Sabina meringis saat merasakan sakit pada sekujur tubuhnya.

"Lihat? Kamu untuk duduk saja susah. Tidak perlu memaksakan untuk melanjutkan perjalanan."

"Minum dulu," ucap raja Edward memberikan minum pada Sabina.

"Terima kasih." Sabina menerimanya dan menghabiskan air minum tersebut, lalu menghela napas lega. "Apa yang terjadi selama aku tidak sadarkan diri?"

"Para anak buah Daragh masih terus menyerang kami. Kami sempat kewalahan karena mereka cukup banyak, tapi kami berhasil mengalahkan mereka dengan cara membakar mereka."

Sabina mengangguk. "Ya. Jika kalian tidak membakarnya, itu akan memperlambat kematian mereka," ucapnya lalu menatap sekitar. "Di mana Maverick?"

"Sejak kamu tidak sadarkan diri. Maverick sering menyendiri sambil menatap langit."

Sabina menghela napas. "Maverick memiliki masa lalu yang kelam, terutama dengan kematian. Mungkin itu yang menyebabkan Maverick menyendiri karena takut aku benar-benar mati."

"Tapi kami juga benar-benar khawatir saat nadimu tidak terdeteksi. Kami pun sama takutnya dengan Maverick, takut kamu pergi meninggalkan kami."

Sabina tersenyum kecil. "Dewi Cliodhna tidak akan membiarkan aku mati begitu saja, sebelum masalah ini selesai."

"Ya. Kami percaya itu, tapi rasa takut tetap ada di hati kami."

"Raja Edward. Boleh aku meminta tolong padamu?" Tanya Sabina pada raja dari kerajaan Glacier itu.

The Legend of NeverlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang