Happy reading!
Setengah jam yang lalu, Josua dan Rajevan mengobati semua luka Neira, dua cowok itu dengan telaten mengobati Neira sebaik mungkin. Neira sempat menolak keras saat Rajevan memaksanya untuk pergi ke rumah sakit karena Rajevan khawatir dengan kondisi Neira, Neira menolak dan hanya ingin segera di antar pulang ke rumahnya. Akhirnya, mau tidak mau Josua dan Rajevan menuruti keinginan Neira.
Josua dan Rajevan sudah pulang sejak 20 menit yang lalu. Kini Neira tengah duduk termenung di atas ranjangnya sendirian, banyak sekali hal yang terputar di benaknya, mulai dari ayahnya yang kini sudah tidak ada kabar, dia juga merindukan Allana-ibunya-dan Neval yang kini berada di Bandung, tentang Asahi yang mulai terlihat sibuk dengan urusannya, Karin dan dua anteknya yang tiba-tiba merundungnya habis-habisan. Memikirkan itu semua membuat kepala Neira benar-benar terasa pusing dan sakit.
Neira terlalu lemah untuk menghadapi ayahnya. Neira tidak tahu, mengapa Andra begitu kasar kepadanya, Neira tidak melihat ada sosok ayah didalam tubuh Andra, pria itu hanya terlihat seperti monster berdarah dingin.
Neira juga merindukan pelukan hangat sosok Allana, tetapi, entah kenapa masih ada rasa sesak yang kian menghimpit rongga dadanya jika bertemu langsung dengan wanita itu. Luka yang di ciptakan Allana masih tertanam di hatinya. Jadi, Neira begitu bingung dengan perasaan serta dirinya sendiri. Neira tidak bisa marah dengan Allana. Mungkin, rasa kecewa yang lebih besar telah menguasai dirinya.
Asahi juga membuatnya bingung, cowok itu begitu sibuk belakangan ini. Neira tidak tahu urusan apa yang sedang Asahi selesaikan, Asahi tidak menceritakan apa-apa kepadanya. Padahal, mereka berdua akan selalu berbagi cerita dan menyelesaikan masalah bersama-sama. Namun, kali ini tidak, Neira merasa dirinya tidak berguna lagi untuk Asahi.
Neira juga merasa begitu bodoh, dia membiarkan Karin mem-bully-nya. Seharusnya dia melawan Karin, persetan dengan fakta kalau Karin adalah anak dari guru kesiswaan. Neira mulai membenci dirinya sendiri karena dia tidak bisa melawan mereka, membiarkan dirinya ditindas begitu saja.
Rasa emosi yang tertahan tidak begitu mengenakan, Neira tidak tahu harus meluapkan emosinya dengan cara apa.
Cewek itu menggigit bibir bawahnya menahan rasa sesak, hatinya seperti ditimbun oleh bebatuan besar. Neira menahan diri agar tidak terisak, kedua matanya terpejam rapat, tangannya terkepal kuat di bawah sana sampai urat nadinya tercetak jelas.
Plak!
Neira mulai menampar pipinya sendiri dengan keras berkali-kali hingga meninggalkan bekas, rasa panas mulai menjalar di sekujur pipi kanannya.
Detik berikutnya, dia melepas sabuk yang melingkar di pinggangnya, cewek itu mulai mencambuk lengannya sendiri tanpa ampun.
Luka yang diciptakan oleh orang-orang terdekatnya terus menggerogoti hatinya tanpa ampun, mungkin dengan cara melukai diri sendiri, ini akan mengalihkan rasa sakit itu, dia akan lupa dengan rasa sakit di hatinya.
Neira benar-benar lepas kendali, dia melempar sabuk itu hingga mengenai kaca, alhasil kaca itu pecah, menimbulkan suara bising disana.
Neira menarik rambutnya frustasi sambil berteriak keras.
"ARGHHHH!"
"KENAPA?! KENAPA KALIAN SEMUA CUMA BISA NYAKITIN GUE!"
"GUE PENGEN NGERASAIN YANG NAMANYA BAHAGIA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
About Them [ON GOING]
Fiksi RemajaMereka memiliki trauma yang berbeda-beda namun dari sumber yang sama yaitu keluarga. Bukankah rumah itu seharusnya menjadi tempat perlindungan teraman? Bukankah rumah itu seharusnya menjadi tempat tinggal ternyaman? Bukankah rumah itu seharusnya men...