Chapter 9. Game

9 4 0
                                    

Hola semuanya, selamat membaca. 🐡

∞∞

Malam api unggun telah usai pukul 10 malam. Sepanjang malam, Zoya benar-benar berusaha menghilangkan ingatannya pada gadis yang kesurupan tepat disampingnya. Zoya terkejut bukan main ketika gadis disampingnya tertawa, bahkan teriak-teriak. Tetapi, meski begitu, Babehーselaku Pembina Pramuka, meyakinkan para peserta Persami untuk tidak perlu mengkhawatirkan kejadian semalam.

Entahlah saat ini sudah pukul berapa. Yang pasti, Zoya ingin matahari muncul secepatnya.

Baru saja dirinya ingin memasuki bunga tidur, suara microphone terdengar.

"Bangun, bangun, bangun,"

"Hey! Bangun! Pada susah banget, sih, dibangunin? Mau jadi anak manja? Iya?!"

Zoya yang menempati tidurnya tepat di pintu tenda, memutar bola mata malas. Zoya bangkit dari tidurnya. Mengintip Kakak Seniornya yang memakai microphone dari celah pintu tenda, lalu Zoya mengalihkan pandangannya kepada teman-temannya yang masih tertidur pulas.

Zoya menghela napas pelan. "Riya, bangun.." panggil Zoya menggoyang-goyangkan tubuh temannya.

"Hitungan sepuluh, sudah keluar dari tenda. Memakai pakaian seragam pramuka lengkap, dengan bawahan celana. Baik putri maupun putra." Ucap Kakak Senior dengan microphonenya. Ada juga beberapa Kakak seniornya yang menggoyang-goyangkan tenda peserta Persami guna mempersingkat waktu.

"Jangan lupa bawa lilinnya, ya." Tambahnya.

Untungnya, Zoya dan teman satu tendanya sudah mengganti rok nya sejak mereka memasuki tenda. Karena akan sangat menyusahkan bila mereka tertidur memakai rok.

"Riya, Putri, Widia, ayo cepet bangun.." panggil Zoya kembali sembari mencari letak sepatunya. Mengingat teman satu tendanya tidak ada yang membawa lampu lentera, penerangan di dalam tendanya menjadi sangat minim. Zoya meraba-raba alas yang ia pakai untuk tidurnya tadi.

Ketemu. Segera Zoya memakai sepatu bangkit dari duduknya, lalu melangkah keluar dari tenda. Ia memperhatikan orang-orang yang sedang berlari kearah barisan dibawah pohon dan juga ada yang balik lagi dari tendanya untuk mengambil barangnya yang tertinggal.

"Kacu aing kamana anying?" Tanya Riya bangkit dari tidurnya dengan wajah khas bangun tidur, Riya berdiri, lalu menunduk guna melindungi kepalanya agar tidak kepentok kayu diatasnya.

"Woi anying bangun tai! Teu denge geus dimarahkeun?" ujar Riya mengapit hidung kedua temannya.

"ANJIR! IRUNG AING!" Putri melepaskan tangan Riya dari hidungnya. Ia mengelus-elus hidungnya lembut. "Irung aing geus paresek meuni sia jepit!" Kesalnya.

"Eh, cepat! Ini udah pada baris disana, jangan lupa pakai kacunya." pesan Zoya mengintip tendanya yang berisi teman-teman nya yang sibuk entah mencari apa.

Buru-buru saja Riya dan Putri keluar dari tendanya dan merapihkan seragam, jilbab serta kacunya.

"Zoya, tungguan urang nya. Benteng aing teu aya anying,"

"Iya, Widia. Tolong dipercepat, ya,"

"Woi nu diditu!" Panggil lelaki yang sudah baris dibawah pohon. "Buru naha, ulah tunggu babaturan. Geura kadieu, weh!" lanjutnya

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang