"Nyuwun pangaputen, Raden. Bapak Residen menghadiahkan gadis-gadis muda untuk malam ini," bisik pelayannya agar tidak terdengar oleh banyak orang yang hadir pada pesta penyambutan.
Mendengarnya, sontak tangan Prabu terangkat, memijat pelipisnya yang terasa pusing. "Ada berapa?" tanyanya.
"Tiga orang, Raden."
Helaan napas berat terdengar dari sosok lelaki yang duduk tegap dan masih memandang sekitar. Ia pun mengangguk, lalu menyuruh pelayannya untuk pergi. Tiga orang gadis muda dipersembahkan untuknya malam ini. Sungguh miris mendengarnya. Apakah dia tampak seperti lelaki hidung belang yang sering merusak para gadis? Atau ini hanya ujian sebelum dia benar-benar menjabat? Entahlah. Tidak ada jawaban pasti dari pertanyaan yang berkumpul di kepalanya.
Prabu mengangkat dagunya dengan tegap, matanya masih memperhatikan para pejabat yang berbincang akrab serta warga-warga yang menikmati pertunjukan yang disuguhkan oleh penari-penari nan lihai dan alunan gamelan yang memanjakan jiwa. Namun, tiba-tiba mata Prabu menyipit, memperhatikan dua orang yang tidak ia kenal. Mereka tampak mencurigakan, hingga akhirnya Prabu pun bangkit dari duduknya dan menghampiri dua pemuda yang ia perkirakan jauh lebih muda darinya.
"Lihat siapa tamu yang tidak diundang ini?" gertak Prabu, membuat dua pemuda tersebut membalikkan tubuh, memandangnya dengan raut wajah terkejut. Mata mereka bertemu, dan sosok di hadapannya memiliki mata hitam legam yang berkilau, menatapnya dengan rasa takut. Kulitnya putih bersih, hidung mancung, serta bibir kemerahan. Prabu terpanah oleh kecantikan yang dimiliki lelaki itu. Sejak kapan seorang lelaki bisa tampak begitu menawan? Bahkan saat suaranya memohon kepada Prabu, ia mengerjapkan mata dengan penuh harap. Prabu terdiam sejenak, seolah dunia berhenti berputar.
Matanya menatap tajam ketika ia menemukan bahwa dua pemuda ini berniat berbuat tidak baik padanya. Namun, bukannya marah, ia malah melirik lelaki yang sejak tadi dipanggil Panca oleh tuannya. Panca, nama yang unik, seolah memiliki daya tarik tersendiri.
Di tengah hiruk-pikuk pesta penyambutan yang ramai, angin berhembus kencang, membuat malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Prabu harus terjebak dalam perdebatan dengan pemuda yang tampak sombong dan keras kepala, tetapi matanya tak pernah lepas dari sosok Panca yang menunduk pasrah. Ketakutan terlihat jelas di wajahnya, jemarinya saling mengait, seolah berharap ada sesuatu yang bisa menyelamatkannya. Namun, saat lelaki itu tiba-tiba mendekat dan menawarkan diri untuk melindungi Fajar, senyuman menyeringai muncul di wajah Prabu.
Sebuah ide gila muncul di kepala Prabu, membuatnya memandang Panca dengan seksama sebelum bertanya, "Bagaimana jika kau menggantikannya untuk menerima hukuman dariku?"
"Saya bersedia, Tuan. Jadi, tolong lepaskan Raden Fajar sekarang," jawab Panca dengan cepat.
Sejujurnya, Prabu kaget bukan main. Apakah lawan bicaranya ini terlalu polos atau terlalu berani? Bagaimana bisa ia dengan mudahnya menyetujui apa yang Prabu katakan sebelum mengetahui hukuman apa yang akan ia terima?
Sekali lagi, Panca berhasil menarik perhatian Prabu.
Panca, lelaki yang lebih muda itu, bagaikan seekor kelinci yang dengan suka rela masuk ke kandang harimau, tanpa tahu bagaimana harimau itu akan menerkamnya. Rasa penasarannya semakin menguatkan keputusan tersebut, dan Prabu merasa ada sesuatu yang lebih dalam pada diri Panca yang membuatnya tidak bisa melepaskan lelaki itu.
Bahkan tanpa sadar, tangan Prabu terangkat dan membelai pipi Panca. Sentuhan kulit mereka menciptakan getaran aneh yang membuat jantung Prabu berdegup lebih cepat dari sebelumnya. Jari-jarinya merasakan kelembutan kulit lelaki itu, seolah-olah terawat dengan baik meskipun Panca hanyalah seorang pelayan.
Panca lebih menarik daripada tiga gadis yang dikirimkan padanya malam ini. Lelaki itu membuat Prabu kehilangan akal dan tidak sabar untuk bertemu kembali. Bermain-main dengan Panca tampaknya akan sangat menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESI - PONDPHUWIN GEMINIFOURTH
FanfictionPesta penyambutan itu berubah menjadi malapetaka, yang membuat Panca harus menyerahkan diri kepada seorang adipati menggantikan tuannya, Raden Fajar Suryaningrat. Semua menjadi semakin rumit ketika Galuh ikut campur.