Chapter 17 - Dikunci

85 10 1
                                    


Pagi hari di hari kedua, ketika Wei An bangun, dia satu-satunya yang berada di tempat tidur. Dia menggaruk kulit kepalanya dan menatap sisi kasur yang lain dengan aneh. Sejak kapan dia bisa tidur dengan begitu tenang dan hanya menguasai setengah dari seluruh tempat tidur? Terlebih lagi, entah itu hanya ilusi atau bukan, tapi dia merasa bahwa selalu ada orang yang berbaring di sampingnya tadi malam....

Mungkinkah dia dibuat linglung oleh sesosok hantu?

Wei An menggelengkan kepala. Para hantu mungkin akan berlari lebih kencang ketika melihatnya, dan sangat tidak mungkin bagi mereka untuk tidur dengannya!

Itu pasti hanya ilusi.

Setelah Wei An menyelesaikan kebingungannya, dia segera bangun dan turun ke lantai bawah.

Bibi Liu sudah menyiapkan sarapan. Melihat Wei An yang berjalan menuruni tangga, dia tidak bisa menahan senyum dan berkata, "Tuan muda, anda sudah bangun. Tuan Muda Ketiga sudah berangkat kerja. Sebelum dia pergi, dia khususnya memberitahu saya supaya tidak membangunkan anda."

Bibi Liu sangat bahagia. Setelah Tuan Muda sakit beberapa waktu lalu, hubungan antara kedua tuan muda itu sepertinya telah cukup membaik. Memang benar bahwa rekan yang saling membutuhkan tetaplah teman. Tidak akan ada pelangi tanpa adanya hujan dan badai.

Wei An tertegun dan berkata dengan nada terkejut, "Feng Yan sudah pulang?" Bagaimana bisa dia tidak tahu.

Bibi Liu terkejut mendengarnya dan berkata, "Dia kembali. Bukankah Tuan Muda Ketiga tidur bersama dengan Tuan Muda semalam? Saya melihat Tuan Muda Ketiga keluar dari kamar kalian tadi pagi."

Wei An berkedip dengan tatapan kosong. Apakah yang semalam bukan ilusi? Feng Yan sebenarnya tidur di sampingnya tadi malam!

"Oh, jadi begini aku menjadi linglung karena tidur lelap. Ya, Feng Yan tidur denganku tadi malam." Wei An hanya bisa tertawa canggung. Ngomong-ngomong, pemilik rumahnya sedang tidak di sini, jadi dia bisa mengatakan apapun yang dia mau.

Bibi Liu tersenyum dan pergi ke dapur untuk menyajikan sarapan.

Wei An membersihkan diri, makan sarapannya, mengambil kunci mobil, lalu berpamitan kepada Bibi Liu dan pergi keluar.

Di halaman, Wei An duduk di kursi pengemudi dan mengakrabkan diri dengan pengoperasian dari setiap tombol yang ada di mobil dengan mengikuti ingatannya. Kemudian dia mencobanya. Setengah hari kemudian, Maserati putih yang terlihat baru melaju dengan goyah dan perlahan meninggalkan Taman Songhu.

"Ini jauh lebih baik dari Kuda Bangsawan Arab."

Wei An memegang kemudi dengan kedua tangannya dan berseru dengan penuh semangat. Mungkin mobil secara alami memang menarik bagi kamu pria. Hanya dalam waktu setengah jam, dia telah sepenuhnya jatuh cinta dengan perasaan yang dirasakan saat mengemudi.

Wei An menjadi semakin lancar dalam mengemudi, dan tanpa sadar meningkatkan kecepatan. Kurang dari satu jam, dia tiba di daerah paling makmur yang ada di kota ini.

Wei An menghentikan mobilnya dan berjalan memasuki pusat perbelanjaan. Dia ingat bahwa dia bisa membeli berbagai barang yang dia butuhkan di sini.

Wei An mengenakan pakaian lamanya yang ada di lemari hari ini. Pakaian ini tidak mahal, tapi memiliki gaya santai dan nyaman untuk dipakai. Dia melemparkan kunci mobilnya ke kantung celana dengan santai, lalu berjalan memasuki toko yang menjual ponsel.

Pelayan toko di tempat itu melihat bahwa dia hanya seorang pemuda yang sepertinya masih anak kuliahan dengan pakaian yang biasa. Dia hanya melihat sekilas dan melanjutkan obrolannya. Setiap ponsel yang ada di toko ini bernilai puluhan ribu yuan. Tanpa pendampingan dari orangtua, itu bukanlah barang yang bisa dibeli oleh mahasiswa yang tampak biasa saja.

Wei An melihat ke arah ponsel-ponsel yang dipajang, lalu menunjuk ke salah satu ponsel, lalu menatap pelayan toko yang ada di sampingnya dan berkata, "Bisakah saya melihat ponsel ini?"

Pelayan itu, yang sedang berbincang dengan penuh semangat, berjalan menghampirinya dengan enggan dan berkata, "Apakah anda ingin membelinya? Ponsel ini baru saja diluncurkan di pasaran, dan konfigurasi termurahnya seharga 12,000."

"Biarkan saya melihatnya dulu, dan saya akan membelinya jika cocok." Wei An menatap ponsel itu, berpikir bahwa Feng Yan sepertinya mengenakan ponsel yang sama seperti ini untuk membuat panggilan saat berada di mobil waktu itu.

Pelayan toko itu menunjukkan tatapan merendahkan dan berkata dengan keras, "Anak muda zaman sekarang sangat ambisius dan menghabiskan lebih banyak dari yang mereka tawar. Mereka tidak tahu bagaimana menimbang nilai mereka sendiri."

Melihat Wei An masih acuh, pelayan toko itu melanjutkan, "Anak muda, jika kau tidak bisa membelinya, cukup katakan tidak bisa membelinya. Apa maksudmu akan membelinya jika cocok? Jangan menyeret kami dengan terus menerus meminta kami mengambilkan ponsel, tapi pada akhirnya kau tidak membeli apapun dan berbalik lalu pergi dengan penuh rasa malu...."

(Gak ngerti kenapa di setiap novel china selalu aja ada karakter yang gak masuk akal gini, mungkin bagian dari doktrin buat selalu rendah hati kali ya~)

Wei An lalu mendongak untuk menatap pelayan toko yang mengenakan pakaian bagus tapi memiliki wajah yang kejam. Ternyata dia sedang direndahkan.

"Nyonya ini, apa kamu biasanya mendapatkan komisi di posisi penjualan?" Wei An menyipitkan matanya dan berhenti menatap ponsel, seolah dia ingin berbicara dengan pelayan toko itu.

Pelayan toko itu baru saja ditatap oleh Wei An dan menyadari bahwa apa yang dia katakan mungkin sudah keterlaluan, jadi nadanya menjadi lebih lembut, tapi masih menunjukkan kewaspadaan, "Ya, ada apa, apa kau ingin mencari kerja dan mencuri pekerjaanku?"

Wei An tersenyum sekilas dan berkata, "Kakak, alismu panjang dan tulang pipimu tebal, kamu ditakdirkan hidup dengan bekerja keras, dan aku melihat ada dendam yang terjerat di alismu, yang sangat dekat dengan dahi. Aku khawatir kamu dan suamimu tidak akur, dan keluargamu tidak tenang sama sekali."

"Kau, kau mengutukku?" Raut wajah pelayan toko itu menjadi semakin ganas, dan suaranya seketika naik menjadi delapan oktav.

Pelayan toko lain yang masih muda dan sibuk merapikan ponsel di kabinet menyadari ada yang salah dan segera berlari menghampiri, lalu berkata, "Saudari Fan, Saudari Fan, apa yang terjadi?"

Pelayan toko paruh baya itu yang dipanggil Kakak Fan sangat marah sehingga wajahnya menjadi pucat, dan dia berkata, "Pria miskin ini tidak sanggup membeli ponsel, tapi dia bersikeras agar aku menunjukkannya kepadanya. Karena aku tidak memperbolehkan dia melihatnya, dia mengutuk aku untuk hidup dengan keras dan mengalami perpecahan rumah tangga."

Pelayan toko muda itu menatap Wei An dan melihat bahwa meskipun pria ini masih muda, dia telah memiliki temperamen yang agung dan bukan orang berhati hitam seperti yang dikatakan oleh Saidari Fan. Jadi dia mengusulkan, "Saudari Fan, tenang, tenang. Jika kamu lelah, pergi ke samping dan minum segelas air. Aku yang akan melayani pelanggan."

Fan Yunmei menolak untuk menyerah. Dia menatap tajam Wei An dan berkata dengan tegas, "Kau bisa melayaninya, tapi hari ini aku ingin melihat ponsel mana yang ada di toko kita yang bisa dibeli oleh pria miskin yang tidak memiliki integritas moral ini!"

The Daily Life of A Wealthy ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang