Tes ombaknya dulu kakak...
Happy reading!
•••••
Hera dan Renata akhirnya sampai juga di lantai tiga—tempat kelas mereka berada—setelah melalui perjalanan yang cukup banyak tertunda. Begitulah kehidupan seorang primadona sekolah. Mereka merasa senang tentu saja, tapi lelah pun iya. Terutama bagi Renata yang sebenarnya tidak terlalu berteman dengan kerumunan. Berbekal perangainya yang gemar menyendiri dan berbicara seperlunya, ia berharap tidak akan pernah menjadi pusat perhatian. Namun, sepertinya semesta memang sengaja menguji kesabaran salah satu penghuninya yang cantik ini dengan menjadikannya salah satu bintang utama di tempatnya mengemban ilmu.
Renata juga berbangga diri atas dirinya sendiri, karena berhasil melewati seperempat akhir masa sekolah di SMA Neo City dengan gelar primadona di pundaknya yang dibuat oleh rekan-rekan sekolahnya sendiri. Ia berhasil mengendalikan diri tanpa terlihat aneh. Ia hanya berusaha menjadi dirinya sendiri, tanpa dilebih-lebihkan. Akan tetapi, sepertinya semesta masih saja terus mengujinya meskipun ia telah menerima kenyataan ini.
Renata paham, hidup memang penuh dengan persaingan, tapi ia tidak pernah ingin berada di dalamnya. Renata hanya berusaha menjalankan tugasnya saja yang saat ini menjabat sebagai murid SMA. Namun, entah—sekadar mengatakannya saja sudah membuat Renata muak. Entah apa yang telah Renata perbuat, sehingga akhirnya sang mesa memiliki pesaing di sekolah ini. Jangan kira karena labelnya sebagai primadona, ia tidak memiliki musuh. Justru semakin banyak orang yang menyukai kita, semakin banyak pula yang datang untuk membenci. Label baik pun tidak dapat menjadi acuan.
"Gue duluan."
Renata menatap tajam ke arah sepasang obsidian yang juga menatapnya tidak kalah tajam. Namun, Renata tidak gentar, bahkan tangan gadis itu masih mempertahankan posisinya di sandaran kursi.
Hari ini adalah hari pertama mereka menduduki kursi yang lebih tinggi tingkatannya. Pengguliran murid selalu terjadi setiap tahunnya, dengan harapan para murid dapat berbaur dengan semuanya. Di tahun ketiga ini, sayangnya Renata kurang beruntung, karena ia harus berada di dalam satu ruangan yang sama dengan orang yang sangat ia hindari.
"Gue yang masuk lebih dulu," ujar Renata.
"Lo nggak liat Lukas udah duduk lebih dulu di sebelah kursi ini?" tanya Noah, dengan nada sengaknya.
Mereka sedang memperebutkan kursi paling depan yang hanya tersisa satu. Renata akhirnya melirik ke arah Lukas dan hanya dibalas dengan senyuman canggung oleh pemuda itu. Hera yang sejak tadi membuntuti Renata pun beberapa kali membuka mulut hendak menengahi keduanya, tapi nyalinya seperti tertinggal di dalam rumah.
Renata kembali menatap ke arah Noah. "Lukas 'kan? Bukan lo." Gadis itu tersenyum sinis saat melihat rahang pemuda di hadapannya mengeras.
"Eh, udah-udah, gini aja..." Lukas bangkit dari duduknya seraya meraih tas miliknya, kemudian ia pindahkan tas kosongnya itu ke kursi yang berada tepat di belakang kursi sebelumnya. "Lo duduk di tempat gue aja, Ren," ujar Lukas, dengan senyuman di wajahnya.
Noah ingin mengobrak-abrik wajah watados sang sahabat rasanya. Selain Mahen, ternyata ada manusia yang tidak peka juga terhadap keadaan.
"Biar Noah yang duduk di tempat lo," ujar Renata.
Pemuda Taurus itu menunjukkan raut protesnya yang dibalas dengan bahu terangkat oleh Renata, tanda tidak peduli. Noah menggeram tertahan dan berjalan ke arah kursi yang berada di sisi Renata.
Renata sendiri merasa heran dengan Noah. Padahal, Noah yang memulai peperangan dingin ini, tapi pemuda itu selalu terasa mudah dipukul mundur oleh Renata. Entah apa yang membuatnya terlihat lemah di saat Renata mulai memberi perlawanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPAT SERANGKAI [NoRen, MarkMin, YukHae, JiChen Story]
Teen FictionSetiap tempat pasti punya ciri khas yang identik dengan tempat itu sendiri. Sama seperti SMA Neo City, salah satu SMA swasta yang populer di Jakarta. Mungkin sekolah itu sudah populer karena alumninya banyak yang diterima di universitas favorit di d...