Kepergian yang Menyakitkan

10 2 0
                                    

Pagi ini nampaknya mentari enggan bersinar cerah, sinar matahari masih terhalang oleh awan mendung seakan sang awan sengaja menutupi, semesta rupanya juga merasakan duka yang mendalam, gundukan tanah merah itu dikelilingi orang orang yang terus meneteskan air mata, disinilah Arka duduk memegang kayu nisan bertuliskan nama sang kekasih yang sangat ia sayangi, ya kini tubuhnya tak dapat lagi Arka peluk, senyumnya tak akan ia lihat lagi.

Satu per satu pelayat meninggalkan lokasi pemakaman, dan menyisahkan keluarga yang sedang dalam kesedihan.

"Nak ikhlaskan Yesy ya, Yesy sudah bahagia disana, ia tidak merasakan sakit pada tubuhnya lagi" lirih Hana menenangkan sang anak

"Aku gabisa hidup tanpa Yesy mi hiks.. kita akan menikah sebentar lagi, mengapa Yesy pergi meninggalkan aku, mengapa dia tidak mengajakku juga mami"

"Nak istigfar, kamu ingat Dev anakmu masih membutuhkan kamu nak"

"Sela, Hardi mohon maaf saya harus permisi, sepertinya istri saya sudah lemas tidak kuat jika berada disini lebih lama" pamit Saga, Sela saat ini sudah sangat lemas dalam pelukannya, kepergian Yesy sangat membuatnya terpukul ia masih tidak menyangka putrinya akan pergi secepat ini.

"Iya kalian hati hati ya" ucap Hardi

"Arsy apa kamu ikut pulang dengan mama dan papa?" tanya Saga pada anaknya

"Nanti Arsy nyusul" jawabnya berusaha kuat dan tegar meski suaranya terdengar lirih dan bergetar. Saga dan Sela meninggalkan makam sang anak, berlama lama disini hati Saga merasa sesak, ia masih belum bisa mencerna, semua terjadi begitu cepat, anak perempuannya yang selalu ia sayang dan ia lindungi sudah tak ada lagi didunia ini.

"Nak ayo kita pulang, awan semakin mendung sepertinya hujan akan turun" Sela menepuk bahu sang anak berusaha menyalurkan kekuatan

Arka bangkit tanpa sepatah katapun, Sela dan Hardi membawa Arka untuk kemobil dan membawanya pulang.

Disinilah gadis itu sendirian, ia langsung terduduk lemah memeluk nisan bertuliskan nama sang kakak, 

"Kak, kenapa kakak pergi secepat ini" lirihnya tak mampu lagi menahan, air matanya turun begitu deras

"Aku hiks.. masih membutuhkan kakak, apa kakak tidak sayang denganku, apa kakak tidak sayang dengan Dev anak kakak masih membutuhkan kakak, apa kakak tidak sayang dengan kak Arka? kalian akan menikah seminggu lagi kak" dia menumpahkan segalanya, segala kalimat yang sudah tak dapat lagi ia pendam

"Kakak meninggalkan aku dan berpamitan hanya lewat mimpi? kakak jahat tidak menemuiku, oh aku lupa, aku yang jahat tidak menemui kakak dirumah sakit, hingga waktu itu tiba, waktu dimana telpon menyakitkan itu aku dengar, dimana papa mengabarkan kepergianmu padaku dengan suara yang bergetar dan tangisan menyakitkan itu" Arsy tertawa kecut ingatannya kembali pada kejadian dini hari,

Arsy yang tertidur terkejut dengan deringan ponselnya, jam menunjukkan pukul dua dini hari, dan ketika ia mengangkat ternyata adalah suara papanya yang bergetar dan suara tangisan saling bersahutan terdengar disebrang sana, papanya memberikan kabar bahwa kakaknya sudah tiada sepuluh menit yang lalu, sang papa menyuruhnya untuk membukakan pintu karena dibawah sudah ada saudara yang akan membantunya menyiapkan rumah untuk tempat jenazah kakaknya pulang. Sejak itulah tangisannya enggan untuk berhenti, bayangan kebersamaannya dengan sang kakak bagaikan kaset yang terputar kembali.

"Kak maafkan aku yang tidak bisa menemanimu didetik terakhir usiamu, aku berjanji akan menjaga Dev untukmu, tapi maaf aku tidak tahu dapat atau tidak menjalankan wasiatmu untuk menikah dengan kak Arka, aku pamit ya kak, aku akan sering mengunjungi kamu disini" ia beranjak meninggalkan makam itu, bertepatan dengan hujan yang turun dengan derasnya, seakan memberikan ruang untuk Arsy menumpahkan air matanya agar bisa bersatu dengan derasnya air hujan.

Bukan Pengganti KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang