♥︎⓿❽ Balapan

482 38 4
                                    


Tentang pertemuan tidak sengaja. Tentang takdir yang penuh keharasian. Tentang banyak plot twist diakhir.
✧༺༻✧

"Gue tau lo bakal memang, tapi lo tetep harus hati-hati. Gio itu licik."

Azkan mengacak-ngacak surai cokelat milik kembarannya yang sejak tadi membuat dia jadi gemas sendiri. Dia tertawa dan berakhir memeluk Askara.

"Iya kembaran gue yang cantik. Abang lo ini bakal hati-hati kok," kata Azkan mencium singkat kening sang adik.

Meski mereka hanya terpaut beberapa menit, tetap saja Azkan yang menyandang gelar sebagai seorang kakak, karena memang dialah yang lebih dulu keluar dari perut mama Azrea. Azkan sangat menyayangi Kara sebagaimana rasa sayang kakak kepada adik perempuannya.

Usia mereka sama dan jika dilihat dari luar sikap Azkan memang seperti anak-anak. Namun, di balik itu semua, Azkan lah yang paling dewasa diantara mereka. Dibanding Azkan yang lebih banyak tertawa, Kara lebih gampang menangis.

Hanya Azkan dan dia satu diantara tiga orang yang mengetahui bagaimana Askara Reisyan sebenarnya. Tiga orang yang tidak lain dan tidak bukan adalah dirinya, Papa Alleska, dan Mama Azrea.

"Enggak usah belagu. Umur kita sama kalau lupa!" tekan gadis itu saat mengatakan kata 'sama.'

"Gue duluan yang lahir kalau lupa!" balas Azkan tidak mau kalah.

Kara mendecih dengan tatapan sinisnya. "Cuman beda berapa menit doang."

"Tetep aja gue abangnya." Azkan lantas mengulurkan punggung tangannya. "Sini sungkem dulu sama abang."

"Lo minta dihujat, ya!" Setelah mengeluarkan rasa kesalnya, Kara lantas pergi disusul oleh Karren yang baru saja datang bersama Millio.

Azkan menggeleng bersama embusan napas teratur. Ia melempar asal tangkai lollipop, matanya mengedar mencari sosok yang menjadi alasannya datang ke tempat ini

Itu dia.

Rekta Giovan—musuh sekaligus ketua Ravliska.

"Di depan ada tikungan tajam. Anak-anak nemuin paku yang sengaja ditebar."

Informasi dari Levin berhasil merenggut hampir keseluruhan emosi Azkan. Rahang pemuda itu mengeras dan semakin menjadi kala Giovan juga menatapnya sambil tersenyum remeh. Jika diterjemahkan mungkin akan begini, 'lo bakal kalah!'

"Semuanya udah diberesin," lanjut Levin. Dalam tenang yang ditunjukkan ada percikan api yang sedang berkobar. Ia sejas marah karena Giovan berniat mencelakai sahabatnya.

Atmosfer seakan memberat di tengah sinar bulan. Ini sudah malam, tetapi suhu yang ada terasa begitu panas.

"Gue tau lo pasti menang, tapi enggak afdol kalau enggak bilang gini." Helga berhenti sebentar. "Semoga menang, Bos!"

"Gue sengaja belum makan karena tau lo pasti menang," celetukan Nevan langsung mendapat hadiah pukulan dari Millio di bahunya.

Jelas sekali mereka tahu apa yang laki-laki itu maksud.

"Beban!" maki Melvin penuh hujat. "Tapi, gue juga belum makan sih," lanjutnya cengengesan.

Bersama Levin, Azkan tertawa melihat Melvin yang sudah menjadi sasaran empuk para sahabatnya. Jika Azkan tertawa terbahak, maka Levin hanya tertawa kecil dan itu pun hanya sebentar.

"Anaknya Alvino memang anjing!" seru Nevan.

"Mulut lo Elsan setan!" Tidak terima, Melvin lantas membalas dengan menyebut nama ayah Nevan.

"Anak Rafka kayak monyet!" tutur Helga ikut-ikutan. Agaknya seru, ia jadi ingin berkolaborasi. Dan, Millio adalah sasaran yang tepat.

Sementara Millio yang berusaha memisahkan kedua sahabatnya justru dibuat terdiam sebentar. Laki-laki dengan kesabaran setipis tisu itu langsung naik pitam.

A Z K A N A R A  [lolipop cokelat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang