22. SEKATA (end)

43 6 10
                                    

(Sehari sebelum acara kelulusan SMA Garuda Jaya)

Siang berawan tidak bergitu terik, suasana Kota berjalan seperti biasanya. Fazza, yang baru saja datang dari Turki pagi itu menyempatkan diri mengelilingi kota dengan sepeda, atau mungkin berniat mampir ke Taman Asa, menyapa teman-temannya.

Namun sepedanya terhenti melihat mobil tak asing, milik kakek Amaiya tampak berhenti di sebuah apotek. Fazza tidak menunggu lama menghampiri.

"Kakek?"

Kakek yang saat itu hendak masuk mobil dibukakan oleh Pak Tris menoleh. Menyadari seseorang menyapanya di pinggir jalan.

"Lho, Nak Fazza!"

Fazza melempar senyum simpul mendekati kakek dan mencium tangannya.

"Kapan datang ke Indonesia?" tanya kakek antusias, senang tiba-tiba melihat Fazza pulang. Seperti mendapat kejutan.

"Pagi tadi, kek," Fazza menjawab sopan, "kakek apa kabar? Sehat?"

Kakek mengangguk cepat, "Alhamdulillah, cuman mampir membeli obat sakit punggung. Mau mampir ke rumah? Amaiya pasti seneng kalau Nak Fazza datang." tawar kakek menepuk pundak Fazza.

Fazza tersenyum penuh maksud tertentu, ia menggeleng.

"Rencananya saya mau kasih kejutan Amaiya besok, kek. Di hari kelulusannya." ungkap Fazza sedikit pelan. Terdengar tawa kakek.

"Cinta anak muda," desis kakek mengomentari, "gimana kabar bapakmu? Sehat?"

"Alhamdulillah, baba lebih baik, kek. Baba sudah menulis buku lagi. Besok bukunya saya titipkan sama Amaiya."

"Alhamdulillah kalau begitu. Kabar baik," wajahnya yang keriput tua tidak mengurangi sumringah kakek, pria itu menatap ramah Fazza. Membayangkan cucunya senang bukan kepalang kalau tahu Fazza memberikan kejutan untuknya.

"Ayah sama mama Amaiya juga rencananya ke acara kelulusan besok, melu ae, le. Bareng pisan. (Ikut saja, nak. Sekalian.)"

Fazza mengangguk patuh terus memancarkan kebahagiaan yang tenang. Rasa hormat dan sayang Fazza kepada kakek sama dengan keluarganya sendiri. Amaiya tahu Musa juga karena kakek yang juga menimmat puisi babanya. Entah bagaimana Fazza berterima kasih kepada kakek.

Kakek melihat Pak Tris masih setia membuka pintu mobil, membuatnya harus bergegas.

"Yowis, kakek pergi dulu. Sudah hampir sore." Baru saja selangkah kakek hendak masuk Fazza mencegahnya.

"Kek," ujar Fazza. Fazza menahan napas, seperti hendak mengatakan sesuatu yang penting.

"Saya serius dengan Amaiya."

Ungkapan itu entah mengapa keluar begitu saja dari mulut Fazza. Tentu Fazza sudah memikirkan dahulu apa yang dia akan katakan ini, bahkan jauh-jauh hari. Fazza hanya tak menyangka dia mengucapkan dengan lancar. Tidak gugup sama sekali. Seperti benar-benar siap.

Tidak ada reaksi dalam beberapa saat, entah mengapa jalanan juga mendadak lengang. Sementara Pak Tris menganga karena kaget anak baru lulus SMA sudah punya nyali seperti itu.

Tetapi memang kakek tidak memberi tanggapan apapun. Beliau hanya kembali menepuk pundak Fazza beberapa kali, tersenyum tipis. Kemudian memasuki mobil.

Fazza masih diam di depan toko apotek itu menatap mobil kakek yang melaju sampai hilang dari pandangan matanya.

Matanya menatap penuh tekad, ia tidak main-main dengan ucapannya barusan. Perasaannya kepada Amaiya begitu dalam sehingga memberi Fazza kekuatan untuk menyatakannya.

F A Z Z A: Sekata (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang