Bab - 7

100 4 1
                                    

"Aku masih ingin tahu alasanmu." Aku melirik kebawah, ada Julia bersandar di dadaku. Tubuhnya hampir sepenuhnya menidihku. Di sore yang hangat ini, ada seorang gadis muda yang sudah kelelahan olehku. Aku tanpa sadar menyeringai, mengingat bagaimana dia menjerit namaku. Hebat sekali jari-jarimu, Adam. Sial, bersama Julia, aku jadi lebih percaya diri.

Julia menggeliat lalu mendongak untuk melihatku. "Berhenti, aku tahu apa yang kau pikirkan." Bibir merah mudanya mencibir dan aku ingin sekali menciumnya, menjelajahi setiap bagian tubuh yang lain yang sangat indah.

"Coba tebak? Apa yang sedang kupikirkan?" Tanyaku balik menantangnya. Julia tipe gadis yang tidak mau kalah dalam setiap tantangan yang dia terima, aku harus memanfaatkannya.

Tubuhnya bergerak untuk berpindah ke atas tubuhku, sekarang Julia sepenuhnya terbaring di atas dadaku. "Kau tidak ingin tahu, kita sudah beda jaman." Suaranya pelan, bermimpi tampak lelah.

Aku menggesernya ke bawah untuk menyentuh pantatnya lalu memijatnya dengan lembut.

"Pacarmu sudah melakukan ini?" Tanganku masih terus memijat pantatnya. Julia mengerang namun tidak tampak bersemangat. "Apa kau putus dengannya?" Aku tahu dia tidak akan menjawab tapi aku tetap ingin menanyakan ini.

Seperti yang kubilang, kita tidak memiliki hubungan romantis. Hanya kebutuhan untuk saling menyenangkan satu sama lain.

"Julia, aku tidak suka kau masih berhubungan dengan bocah itu." Bisikku sebelum mempererat pelukanku pada tubuh yang hangat dan wangi. Julia tidak akan mendengar sama sekali karena dia tertidur lelap.

Sampai aku mendengar dia berbisik yang membuatku semakin ingin mengunci dirinya di kamar ini untuk diriku sendiri. "Tua bangka, kau yang pertama segalanya."

*

"Sejujurnya aku tidak tahu kamu punya teman di Italia." Aku rasa Mom tidak mudah membiarkanku pergi ke Italia tanpa pendamping darinya.

Aku berhenti merapikan barang-barangku yang akan kubawa ke Italia, tidak banyak hanya beberapa potong. Adam menyuruhku untuk membawa sedikit baju. "Mom, aku hanya pergi sebentar kurang dari seminggu. Temanku juga mengenal kita," Pandangan kita beradu, Jika aku lebih lama melihat mata, Mom, dia bisa tahu kalau aku berbohong. Jadi aku dengan cepat melirik ke arah lain untuk menutupi kebohonganku tapi sialnya aku ketahuan juga.

"Julia, apa yang harus Mom ketahui?" Desakan Mom yang mulai ketakutan, dia bersandar di tiang pintu dengan kedua lengannya menyilang di dada.

"Apa, Mom?" Aku tersenyum berusaha mengurangi ketegangan. "Aku tidak melakukan kejahatan." Aku duduk di sisi tempat tidurku dengan santai, melepas kaos dan menggantinya dengan tank top.

"Tapi kau mencoba berbohong pada, Mom." Tuduh Mom yang kebetulan benar, aku sudah berbohong. Sedikit berbohong, Mom. 

"Aku tidak berbohong, Mom. Aku diajak ke Italia dan itu gratis." Kataku

Mom berdecak tidak percaya."Julia, kita kaya raya tidak perlu gratis untuk pergi kesana. Mom, bisa membelikanmu tiket dan semua keperluanmu di sana." Aku tahu kita kaya raya Mom, aku bisa meminta apapun pada kalian, tapi kalian tetap tidak akan mengijikanku pergi jika tahu kalau Adam yang mengajakku.

"Ingat, Mom, juga bisa memberikan tiket untuk temanmu."

Aku memicingkan mata padanya setelah mendengar kata-kata terakhirnya.

"Mom, aku pasti aman. Aku janji." Aku berdiri dan mendekatinya. "Selalu aman." 

Mom memelukku sebentar lalu melepaskan diri. "Baik, aku selalu percaya padamu."

Aku berteriak lalu kembali memeluknya dengan erat, "Terima kasih."

"Untuk urusan izin dari Dadmu, biar Mom yang mengurusnya."

Apa yang akan mereka katakan jika tahu aku sedang bermain dengan sahabat mereka, pria dewasa yang sebernarnya terlalu tua untukku. 

Ibu merapihkan rambutku tapi tiba-tiba matanya melotot tajam, "Pakai salep biar cepat sembuh." Jarinya mentoel bekas gigitan Adam di bawah daguku.

Aku mundur dan tersenyum canggung.

Sialan Adam.

Sudah ku bilang untuk tidak meninggalkan bekas di area yang mudah terlihat.

*

"Aku rasa ibumu curiga kita pergi bersama." Aku mengendus-ngendus leher Julia, sesekali mencium dan menjilatnya. "Aku penasaran reaksi mereka seperti apa jika tahu putri kesayangannya merintih seperti ini, menikmati mulutku." Gigiku menancap pada bahu nya.

''Kau bisa merekamnnya dan mengirimkan pada mereka." Tantang Julia sambil memberiku akses lebih pada lehernya.

"Gadis nakal!" Aku mengangkat tubuhnya sekaligus untuk duduk di pangkuanku. "Apa kau tertarik jadi bintang pornoku, Julia?" Geramku.

"Apa kau mampu membayarku?" Julia menggesek penisku yang sudah keras. Wajah kita yang saling berhadapan memberi efek berbeda kali ini, saya bisa melihat bagaimana Julia menggigit bibir atau desahan yang keluar dari mulutnya. "Aku sudah memiliki segalanya." Julia melingkarkan lengannya di leherku.

"Belum, kau belum meiliki penis yang masuk ke dalam setiap lubang di tubuhmu." Aku berdiri dan mengangkat Julia di pelukanku, dengan cepat Ia melingkarkan kaki di pinggangku. Aku membawanya ke kamar tidur untuk membuatnya berteriak sebelum besok kita pergi ke italia.





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My JuliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang