99. The Beginning

296 52 4
                                    

Jefan

Sepanjang perjalanan pulang, Karina terus saja berceloteh tentang rencana melahirkan yang baru saja dibicarakan dengan dokter Stella.

"Kamu kenapa tadi bengong waktu aku bilang mau Caesar?"

Ia hanya menoleh sekilas ke arah Karina untuk melemparkan senyum kecut. Sebelum kembali berkonsentrasi dengan lalu lintas padat di malam minggu.

"Kalau lihat video orang melahirkan tuh serem serem banget tahu," lanjut Karina sambil bergidik ngeri. "Kayaknya tuh sakiiiiit banget."

"Namanya juga bertaruh nyawa, Rin," jawabnya tanpa ada maksud lain. "Jaminannya syurg...."

Tapi Karina justru langsung memukul lengannya dengan sekuat tenaga.

"Kamu tuh ya! Kalau ngomong yang bener dong!" salak Karina dengan wajah cemberut.

"Mau nakut-nakutin aku?!" omel Karina sambil kembali memukul lengannya.

"Bukan nakutin, Rin," ujarnya dengan mata menatap lurus ke depan karena kondisi lalu lintas yang cukup padat.

"Sesuai ungkapan kalau syurga ada di bawah telapak kaki ibu. Itu karena seorang ibu berjuang antara hidup dan mati waktu melahirkan seorang anak. Jadi....," namun kalimatnya menggantung di udara karena Karina mendadak hening. Tak lagi mengomel panjang pendek.

Membuatnya menoleh ke samping. Dan mendapati Karina tengah menerawang di kejauhan.

"Kamu kenapa?" tanyanya khawatir. Karena tak biasanya Karina langsung terdiam begitu saja ketika mereka sedang beradu argumen. Biasanya Karina akan mati-matian mempertahankan pendapat meski jelas-jelas keliru.

Ya, begitulah. Perempuan selalu benar bukan?

"Kamu harusnya tanggung jawab!" gumam Karina dengan wajah keruh.

"Aku begini kan gara-gara kamu!" lanjut Karina yang kembali memukuli lengannya.

"Harusnya kamu yang melahirkan anak! Bukan aku!" gerutu Karina sambil terus memukuli lengannya.

"Kamu enak!" kini Karina beralih memukuli bahunya. "Aku yang sakit!"

Ia yang awalnya pusing 7 keliling usai mengetahui perkiraan biaya melahirkan secara Caesar jadi tertawa mendengar alasan kemarahan Karina.

"Kamu tuh ya!" Karina makin keras memukuli bahunya. "Ngeselin banget! Mau enaknya sendiri!"

Bertepatan dengan lampu merah yang menyala, tangan mungil Karina mulai kelelahan memukul. Dan berhenti sama sekali.

Membuatnya mengulurkan tangan kiri. Menelusup di sela gerai rambut Karina. Lalu meremas lembut tengkuk sehalus sutera itu. Berusaha menenangkan Karina agar tak terlalu overthinking tentang segala hal yang berhubungan dengan proses melahirkan.

"Pokoknya aku nggak mau kesakitan!" gumam Karina dengan mata kembali menerawang.

"Harus melahirkan lewat operasi Caesar!" lanjut Karina sambil menoleh dan menatap tepat di kedua matanya.

Ia hanya bisa melempar seulas senyum penuh kebingungan. Seraya memberi remasan terakhir di tengkuk Karina. Sebelum kembali berkonsentrasi dengan kemudi.

Malam hari usai membuat seluruh permukaan kulit seputih susu Karina merona hingga mendesiskan namanya berkali-kali.

Rasa kantuk tak kunjung datang. Kedua matanya terus saja menatap nyalang langit-langit kamar yang bercat putih bersih. Sembari sesekali melihat brosur yang diambil dari Rumah Sakit petang tadi.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang