-1. New Friend

2 2 0
                                    

Sinar mentari menyebar menembus celah dedaunan. Seterang apa pun cahaya yang menerobos melewati jendela terbuka, tetap tidak bisa membangunkan bocah manis yang meringkuk dengan air liur membasahi pipi. Padahal ibunya sudah berusaha membangunkan Valeree dengan mengguncang tubuh dan membuka jendela, membiarkan hawa dingin bercampur suhu hangat matahari menerpa tubuh mungil tersebut.

Merasa tak menemukan cara lain, Olivia memercikkan air yang sebelumnya ia tampung di tangan, tepat di wajah Valeree.

Valeree gelagapan bukan main. Tetesan air dingin tanpa aba-aba menghujani wajah bantalnya. Buru-buru ia bangkit dan memasang wajah masam dengan punggung yang belum mampu tegak sempurna, "Bunda!"

"Bangun! Ini sudah siang."

"Iya, iya..." Valeree menggeser kaki berbalut celana pendeknya, kemudian turun dari dipan, berjalan melewati ibunya yang masih setia berkacak pinggang menunggu Valeree benar-benar bangkit dan bukan tidur lagi.

Dengan langkah gontai Valeree menuruni anak tangga kayu yang memprihatinkan dan di pasang tidak rata.

Ada hal bagus yang baru Valeree sadari. Rupanya rumah ini tidak buruk juga ketika matahari bersinar.

"Bunda! Kamar mandi ada di mana?" Teriak Valeree, berharap ibunya bisa mendengar dari lantai dua.

"Di situ." Olivia sudah berdiri di belokan anak tangga, tangannya menunjuk sebuah pintu kayu di ujung ruangan dekat dapur sederhana.

Berusaha tetap tenang meski jantung berdebar terkejut mendengar suara Olivia tepat di belakangnya, Valeree melanjutkan langkah sesuai instruksi Olivia.

Setelah membasuh muka dan menggosok gigi, Valeree melewati Olivia yang sibuk berkutat dengan kemoceng di tangan, membersihkan debu-debu pada beberapa perabot yang tidak begitu banyak karena bantuan orang misterius semalam dalam membenahi rumah. Olivia yakin, pasti ada banyak bagian rumah yang perlu diperbaiki karena pemilik rumah yang sebelumnya telah meninggalkan rumah ini belasan tahun lalu. Atap bocor, material kayu yang rapuh atau bahkan keropos, perabot besi berkarat, dipan berderit, dedaunan kering bertumpuk yang selalu datang dari celah jendela berlubang, dan lain sebagainya. Namun berkat orang misterius semalam, tugas Olivia menjadi tidak begitu berat.

"Vee! Mandi dulu!"

"Dingin!" Valeree berlari ke luar rumah, menghiraukan jeritan namanya dari lisan Olivia yang kian meredup lantaran kakinya sudah menapaki halaman depan rumah.

Valeree menghirup udara dalam-dalam. Bisa diakui, udara dan pemandangan di sini jauh lebih baik daripada di kota. Tidak ada kastil-kastil menjulang tinggi yang menghalangi jarak pandang Valeree saat ingin melihat langit biru. Di sini Valeree bisa melihat keindahan alam yang sesungguhnya. Burung beterbangan dengan siulan merdu mereka, pohon asri tumbuh tinggi memamerkan rambut hijau segarnya, langit cerah tanpa asap dari cerobong asap pandai besi atau pun toko roti, semua bisa Valeree lihat sepuasnya.

Ketika matanya menjelajah sekitar, ia tidak sengaja menangkap sosok anak laki-laki berambut tebal bergelombang mengintip malu-malu dari tepi pagar besi tua yang kemarin berderit jelek.

Valeree kembali berlari kecil menghampirinya dengan rasa penasaran, namun anak itu justru menghindarinya dan berniat melangkah pergi.

"Hey! Siapa namamu?!" Tegas Valeree otomatis membuat bocah laki-laku itu menghentikan gerak kakinya.

Valeree menarik tuas pagar dan membuka bagian kecilnya, "Kenapa kamu lari? Padahal dari tadi mengintip rumahku."

"A-apa aku membuatmu tidak nyaman?" Tanya bocah itu menunduk, menatap sesuatu dalam genggaman tangannya yang terkatup di depan perut. Rasa khawatir manjalar bilamana telah membuat Valeree tidak nyaman.

Dark VillageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang