chapter 十七

160 35 14
                                    

HAPPY READING

17






"Jadi polisi sudah sudah tahu siapa yang menyerangmu waktu itu?" tanya Felix dengan mata terbelalak. "Mereka benar-benar sudah tahu siapa orangnya?"

Mereka duduk berhadapan di kedai langganan mereka dengan dua mangkuk Jjamppong panas di meja. Hyunjin baru saja bercerita tentang apa yang dikatakan pamannya tadi siang tentang kecelakaan yang menimpanya dan membuatnya hilang ingatan itu.

Hyunjin mengangkat bahu. "Begitulah kata pamanku. Tapi pada tahap ini kurasa mereka hanya memiliki kecurigaan. Belum bisa dipastikan."

"Itu juga sudah bagus. Itu berarti polisi kita benar-benar sudah bekerja keras," kata Felix penuh semangat. Ia berhenti sejenak, lalu berkata dengan kening berkerut, "Hyunjin-ssi, mungkinkah orang-orang itu penagih utang?"

"Aku tidak punya utang."

Felix meringis. "Kau kan tidak ingat apa-apa."

Sebenarnya sejak tadi ada sesuatu yang ingin ditanyakan Felix kepada Hyunjin, tetapi ia terus menundanya. Ia melirik Hyunjin yang makan dengan lahap di hadapannya. Apakah ia harus bertanya? Tetapi untuk apa pula ia bertanya? Ia tahu ia hanya akan sakit hati, tetapi... Ia melirik Hyunjin sekali lagi, lalu bertanya dengan suara yang diusahakan terdengar ringan, "Oh ya, di mana Dasha-ssi? Kau tidak mengajaknya makan bersama kita?"

"Dia pergi ke luar kota," sahut Hyunjin singkat tanpa mengangkat wajah dan terus melahap Jjamppong-nya.

"Oh?" Felix mengerjapkan mata. Bahunya merosot. "Jadi karena Dasha-ssi sedang tidak ada, kau baru datang mencariku? Begitu?" gumamnya kecewa.

"Apa?" tanya Hyunjin sambil mengangkat wajah.

"Tidak. Tidak apa-apa," sahut Felix cepat sambil menggeleng. Ia merasa kesal pada diri sendiri karena sudah menanyakan hal tidak berguna tadi. Memangnya apa yang diharapkannya dari Hyunjin? Astaga, ia harus berhenti berharap yang tidak-tidak, sebelum ia berubah gila dan tidak bisa membedakan impian dengan kenyataan. Sadarlah, Lee Felix. Hadapi kenyataan. Kenyataan apa? Kenyataan bahwa saat ini Hyunjin duduk di hadapannya, mengobrol dengannya, tersenyum kepadanya dengan cara yang selalu diingatnya? Ya Tuhan, seperti kenyataan dan impian mulai bercampur aduk dalam pikirannya. Bagaimana ini?

Tiba-tiba lagu nada dering terdengar di antara hiruk-pikuk kedai itu. Felix tersentak kaget, bergegas mengaduk-aduk tasnya dan mengeluarkan ponselnya yang berbunyi nyaring.

"Hei, aku pernah mendengar lagu itu," komentar Hyunjin tertegun. Ia memang ingat lagu itu adalah nada dering ponsel Felix.

"Tentu saja kau pernah dengar. Ini lagu kan terkenal dari salah satu penyanyi paling top di Korea. Dan lagu ini sudah menjadi nada dering ponselku sejak lagunya pertama kali dirilis," kata Felix tidak sabar.

"Setidaknya aku mengingat satu hal lagi tentang dirimu," gumam Hyunjin.

Felix tidak mendengarnya karena ia sudah menempelkan ponsel ke telinga. "Halo? Oh, Seonsaengnim."

Hyunjin langsung menyipitkan mata dan mengamati Felix yang berbicara dengan Christopher Bang di ponsel.

"Bagus sekali," kata Felix sambil tersenyum. "Aku ikut senang kalau kakek Seonsaengnim menyukai hadiahnya... Tidak apa-apa... Apa?" Felix melirik ke arah Hyunjin yang masih menatapnya lekat-lekat. "Ya, aku sedang makan. Seonsaengnim sendiri sudah selesai makan malam?... Oh, begitu... Baiklah, sampai nanti."

Like the First Snow, I Will Go to YouWhere stories live. Discover now