14

102 8 0
                                    

Saara menghampiri Naruto yang mengawasi pasukan khusus yang sedang melakukan latihan, berdiri di samping sang Raja. "Yang Mulia" dia membungkuk.

Naruto menatap Saara. "Kau kemari?"

Saara tersenyum. "Saya melihat anda ada di sini"

Naruto menarik sudut bibirnya. "Benarkah begitu?"

Saara mengangguk. "Benar, Yang Mulia"

Naruto beralih menatap depan, memerhatikan seseorang yang kedapatan mengamati interaksinya dengan sang selir, namun pria di seberang sana segera menatap ke arah lain.

Naruto menatap Saara lagi, alisnya diangkat satu. "Atau kau sebenarnya sedang mencari seseorang?"

Saara mengerjapkan matanya. "Saya tidak mengerti maksud Yang Mulia"

Naruto menarik sudut bibirnya sekali lagi, lalu membalikkan badan, meninggalkan tempat. Meninggalkan Saara yang masih menerka-nerka dengan jantung berdebar.

...

Gaara membawa Saara bersembunyi, mereka menuju salah satu tempat penyimpanan senjata khusus. Gaara segera memeluk Saara, mengecupi kedua pipi kekasih gelapnya itu.

"Kau sangat cantik" Gaara memegang kedua pipi Saara.

Saara tersenyum. "Kau juga begitu tampan"

Gaara memeluk Saara lagi, membawa kepala kekasihnya ke dalam dadanya. "Lusa aku harus menjalankan misi"

Pria itu harus mengatakannya sekarang karena besok harus melakukan persiapan, mungkin belum tentu bisa bertemu pujaan hatinya itu.

Saara mendongak. "Apakah berbahaya?"

Gaara tersenyum, memebelai surai Saara. "Jangan khawatir, aku adalah panglima pasukan khusus"

Saara mengeratkan pelukannya. "Jangan sampai terluka"

Gaara mengangguk. Mendekatkan wajahnya dengan wajah Saara, mencium bibir kekasihnya, melumatnya lembut. "Tetaplah menungguku"

...

Hinata sedang bersama para dayang, berjalan menuju bagian utara istana, melihat para pekerja membuat sabun dan alat rias.

"Salam untuk Yang Mulia Ratu"

Hinata tersenyum. "Semoga kebahagiaan dilimpahkan untuk kalian"

Mereka sungguh senang, amat senang, Sang Ratu yang agung memberikan doa kebaikan untuk para pekerja, rakyat jelata.

Seorang perempuan setengah baya segera menghampiri Hinata, bersiap jika sewaktu-waktu Ratunya itu bertanya atau membutuhkan sesuatu. Kurenai, kepala devisi kecantikan di Istana Yutaka.

"Apakah semuanya berjalan dengan lancar?" Hinata bertanya pada Kurenai.

"Pengharum untuk aroma mawar belum tiba Yang Mulia, namun kami akan segera menyelesaikan masalah ini" Kurenai berucap sopan.

Hinata tersenyum. "Kita bisa memakai aroma yang lain"

"Mohon maaf yang Mulia, wangi mawar adalah aroma kesukaan anda" Kurenai berucap lagi.

Hinata diam sejenak, mencari alasan. "Tak apa, aku yang sekarang menyukai aroma apapun"

Kurenai mengangguk. "Dimengerti, Yang mulia"

...

Sore itu Naruto minum teh sambil melihat matahari terbenam. Hinata menemani Sang Raja, menuangkan teh dari teko, Naruto meminumnya.

Naruto mencium aroma tehnya yang berbeda dari biasanya. "Rasa melati?"

Hinata mengangguk. "Aku yang membuatnya sendiri"

Naruto sedikit heran, melati adalah aroma yang dipakai untuk sabun, kenapa dijadikan teh? "Kau yakin dengan rasanya?"

Hinata menatap safir Naruto. "Cobalah, kau akan suka"

Naruto menyesap teh itu dengan sedikit ragu, namun saat sudah sampai mulutnya, dia tersenyum. Rasanya nikmat ternyata.

"Bagaimana?" Hinata menanti respon Naruto.

Naruto tersenyum, mengangguk. "Kau benar, aku menyukainya"

Hinata ikut tersenyum saat Naruto mendaratkan kecupan di kening Hinata. "Terimakasih, Ratuku"

...

Naruto memeluk Hinata, bersandar di tiang Gazebo samping kamar Hinata. Pria itu membelai surai Ratunya, menunggu proses matahari terbenam bersama-sama.

"Aku ingin mengatakan sesuatu" Hinata berucap pelan.

Naruto melirik Hinata yang bersandar nyaman di dadanya. "Katakanlah"

Hinata menggigit bibir bawahnya. "Kau harus mendengarkanku sampai selesai berbicara, tidak boleh menyela"

Naruto mengangguk, bibirnya tersenyum. "Baik Yang Mulia Ratu"

Hinata memperbaiki posisi, duduk berhadapan dengan Naruto, tangannya memegang tangan Naruto, menarik nafas panjang. "Aku bukanlah Ratu Hinata, bukan ratu kerajaan Yutaka, Bukan permaisurimu"

Naruto mengernyitkan alis, tidak paham dengan ucapan Hinata, tidak setuju dengan ucapan Ratunya, tidak terima saat Hinatanya mengatakan jika dia bukan permaisurinya. Namun Naruto tetap diam, sesuai janjinya.

"Aku adalah manusia dari masa depan yang tidak sengaja berada di masa ini, seperti menyusuri mundur mesin waktu. Entah bagaimana caranya, tapi itu kenyataannya" Hinata menatap Naruto yang terlihat sangat bingung itu.

"Saat kita bertemu malam itu, aku sungguh tidak mengenalmu, tidak mengenal siapapun di sini, bahkan asing dengan tempat ini. Aku bukannya hilang ingatan, tapi aku memang bukan Ratumu"

Hinata menarik nafasnya lagi. "Bahkan kau seharusnya menyadari saat kita melakukannya, ada darah di futton milikmu"

Hinata menggigit bibir bawahnya. "Aku bukan Ratumu, Naruto. aku hanya wanita dari masa depan yang kebetulan memiliki wajah yang sama dengan Ratu Hinata, Ratumu"

Naruto hanya diam, masih mencerna ucapan Hinata. Dia membenarkan jika dia sangat heran dengan darah perawan Hinata, namun dia sangat tidak terima jika Hinata bukan Ratunya. Naruto masih belum paham. Menyusuri waktu? Gadis masa depan? Apa maksudnya?

...


Your Majesty✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang