Tangan Max yang besar dan kuat perlahan menjelajahi tubuh Ann, setiap sentuhannya seolah membawa percikan listrik yang menggetarkan setiap inci tubuh gadis itu.
Jari-jarinya dengan hati-hati menyentuh pakaian Ann, menariknya perlahan, hingga kain itu mulai melonggar dan terlepas sedikit demi sedikit.
Ann merasakan sentuhan udara dingin menyapu kulitnya, bercampur dengan panas yang memancar dari tubuh Max. Sensasi itu membuat pikirannya kacau, perasaan yang saling bertentangan berkecamuk dalam dirinya—antara melawan atau menyerah pada keinginan yang telah lama ia pendam namun tak pernah berani ia akui.
Tatapan Max begitu dalam, seperti bara yang menyala-nyala.
"Kau merasakannya, kan? Ini lebih dari sekadar gairah, Ann. Ini aku. Kau tak bisa melawan ini." Suaranya rendah, serak, seperti bisikan yang menusuk tepat ke hatinya.
Ann terdiam. Nafasnya tersengal saat Max mendekat, jari-jarinya menyentuh rahangnya dengan lembut, lalu turun ke lehernya, membelai kulitnya yang mulai memerah.
Gadis itu mencoba mengangkat tangan, ingin menyentuh wajah Max, namun pria itu menangkap pergelangannya, lalu membawa tangan Ann ke bibirnya. Satu kecupan lembut di telapak tangan Ann membuatnya gemetar, tidak hanya oleh rasa terkejut, tetapi juga oleh sesuatu yang lebih dalam dari sekadar keintiman fisik.
"Kau milikku, Ann. Kau tahu itu."
Ann mencoba membuka mulut untuk membantah, tapi sebelum sempat kata-kata keluar, Max sudah menyambar bibirnya sekali lagi. Kali ini lebih dalam, lebih intens, seolah ia mencoba menyampaikan seluruh perasaannya dalam ciuman itu.
Ciuman Max bergerak perlahan ke sepanjang rahang Ann, lalu turun ke lehernya, meninggalkan jejak-jejak kecil berupa desah napas hangat yang membuat Ann kehilangan keseimbangan emosinya.
Tangan Max bergerak, mengusap lembut paha Ann dengan sentuhan yang begitu halus namun penuh kendali, membuat tubuh Ann refleks mengejang kecil.
"Max... aku..."
Ann berusaha berbicara, tapi kalimat itu terputus oleh sensasi baru yang muncul saat tangan Max menggoda titik paling sensitif di tubuhnya. Nafasnya tertahan, tubuhnya mulai bergetar, dan ia tidak bisa menyembunyikan betapa tubuhnya merespons setiap gerakan pria itu.
Max tersenyum kecil, menatap Ann dengan tatapan penuh penguasaan.
"Lihat dirimu, Ann. Kau tak bisa membohongi tubuhmu. Kau menginginkannya seperti aku menginginkanmu."
Gerakannya semakin lembut namun intens, jari-jarinya membuat lingkaran kecil pada klitoris Ann yang membuatnya tak mampu menahan desahnya.
Kepalanya terkulai di bahu Max, tangannya mencengkeram lengan pria itu seolah berusaha mencari pegangan.
"Max... ah... berhenti..."
Alih-alih mendengarkan, Max semakin tenggelam dalam keinginannya. Ia kembali mencium bibir Ann, menyerap setiap desah napas dan keraguan gadis itu. Ciuman itu berpindah ke leher, lalu turun lebih jauh, meninggalkan jejak-jejak yang membakar kulit Ann.
Max tiba-tiba menarik pakaian Ann yang tersisa di bagian atas tubuhnya. Gerakannya tidak tergesa, tetapi cukup untuk membuat Ann sadar bahwa tidak ada jalan mundur lagi.
Pria itu menatap tubuh Ann, matanya penuh kekaguman bercampur keinginan yang begitu dalam.
"Ann, kau begitu sempurna..." Suaranya nyaris berbisik, dan tangannya mulai menjelajahi lekuk tubuhnya, berhenti di area dadanya yang sudah sangat sensitif, membuat Ann memejamkan mata, mencoba mengendalikan dirinya sendiri.
Max perlahan melanjutkan sentuhannya, tangannya bergerak memijat lembut area yang membuat Ann menggeliat dalam pelukannya. Pria itu memperhatikan setiap reaksi Ann, senyum kecil terukir di wajahnya setiap kali tubuh gadis itu merespons dengan sensitif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Die Into You
Romance"Aku sudah menjadi pria yang baik. Mengapa kau tidak membiarkanku menjadi priamu, Ann?" Max merengek putus asa. rate : mature © all pics from : pinterest FOLLOW SEBELUM MEMBACA, YA!!!