Pandangan Lungayu kosong menatap ke langit-langit di ruang tamu. Perlu enam jam bagi Lungayu untuk memproses langkah yang selanjutnya akan diambil usai Julian menohoknya dengan kalimat yang jelas membuatnya ingin mengamuk.
Rasa sakit di tubuhnya akibat demam hilang begitu saja. Lungayu lebih bisa merasakan adanya luapan luar biasa di kepalanya yang kemungkinan akan meledak sebentar lagi.
Semalaman, wanita bersurai coklat itu sibuk melamun dan sesekali mengecek salah satu platform media sosial berformat video, di mana orang-orang sibuk memamerkan kehidupan mereka yang nyaris sempurna, hampir di segala aspek; keuangan, persahabatan, hingga percintaan.
Lungayu berhasil dibuat uring-uringan hingga menangis sesenggukan melihat banyaknya wanita seusianya yang begitu menikmati kehidupan pernikahan mereka bersama sang suami dengan keliling dunia. Kehidupan seperti itu yang selama ini selalu diinginkannya-- dan yang sepertinya tak akan pernah terjadi karena ia sudah menikah dengan Julian.
Dua tahun berlalu setelah pernikahannya dengan Julian, Lungayu tak pernah menyangka bisa merasa hidup layaknya 'pengangguran' hingga sanggup meluangkan waktu membanding-bandingkan hidupnya dengan 'mereka' yang ada di media sosial.
Dulu ia selalu disibukkan dengan liputan lapangan. Mondar-mandir ke istana dan kantor kementerian, sehingga untuk memperhatikan dirinya sendiri saja ia tak sempat.
Entah awaraness-nya yang satu ini menjadi pertanda yang baik atau buruk, tetapi Lungayu jadi disadarkan bahwa kehidupannya jelas tidak akan pernah bahagia, sekalipun ia sudah ke luar dari rumah yang selama ini membuatnya menderita.
Karena pernikahan yang ia jalani sekarang pun merupakan pilihan sang ayah. Bayang-bayang keluarganya yang racun seakan tak pernah bisa lekang ke manapun wanita itu pergi.
Suara langkah kaki di tangga membuat pikiran Lungayu tersadar bahwa pagi hendak menjelang. Lungayu langsung bisa menerka Julian yang turun dari ruang kerja ataupun kamarnya, karena pria itu memang selalu bangun amat pagi.
Lantas Lungayu bergegas terduduk di sofa, melemparkan pandangannya ke arah tangga. Alih-alih menemukan Julian, ia justru mendapati Ayumi yang berjalan dengan penuh hati-hati ke arah pintu ke luar. Lungayu lantas menoleh ke arah jam yang ternyata masih menunjukkan pukul tiga dini hari.
Terlihat bahwa Ayumi telah menyelesaikan urusannya dengan Julian. Wanita itu hanya menunduk selama berjalan ke arah pintu ke luar, melewati Lungayu yang terdiam tanpa berminat mengamati wanita itu lagi. Ayumi pun sungkan untuk menyapa Lungayu.
Tanpa pikir panjang dan mempedulikan Ayumi, Lungayu beranjak dari duduknya dan berjalan ke lantai atas-- tepatnya ke ruangan Julian. Setelah percakapan beberapa jam yang lalu, Julian kembali masuk ke dalam ruangannya tanpa menghiraukan Lungayu yang langsung terlihat pucat setelah perkataan menohok pria itu.
Kini Lungayu membuka pintu ruang kerja Julian, menampakkan pria itu yang sudah terlelap di atas sofa ruang kerjanya. Kondisi ruang kerja Julian yang berantakan membuat Lungayu yakin bahwa entah pria itu memang membahas permasalahan serius dengan Ayumi terkait pekerjaan, atau Julian yang sebegitu jatuh cintanya hingga ia sanggup bercinta dengan kekasih gelapnya di ruang kerja.
Lungayu tak mau berpikir panjang tentang itu. Ia segera melepas cincin yang ada di jari manisnya dan meletakkannya di atas meja kerja Julian. Meski Lungayu sedikit menyayangkannya, karena cincin pernikahannya itu bisa saja menghidupinya dua tahun ke depan setelah ia ke luar dari rumahnya dengan Julian.
Wanita itu juga merobek salah satu kertas yang ada di meja, ia menuliskan pesannya pada Julian. Berharap pria itu menyempatkan diri melihat pesannya usai bangun dari tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
All That Matters
RomanceKisah tentang dua manusia ambisius kelewat idealis yang dipersatukan dalam garis takdir bernama 'pernikahan'. Tanpa rasa, tanpa cinta, dan penuh kepentingan. Lungayu Kartika Prawiro (23) harus menelan pahit narasi perjodohan yang dilayangkan orang...