Bab 3 - Andrew dan Rumah Sakit

53 1 0
                                    

Berapa lama aku terlelap dalam tidur tanpa mimpi ? Entahlah.

Namun, sekarang aku terbangun dan membuka mataku perlahan. Pandanganku yang awalnya kabur lama-kelamaan menjadi jelas dan membuatku bisa menebak dimana tempat aku sekarang berbaring. Sudah jelas, pasti ini di Rumah Sakit.

Mataku menjelajahi ruangan ini sebelum aku mengalihkan pandanganku ke arah pintu yang terbuka. Tentu saja bukan pintu yang menjadi perhatianku melainkan sosok di balik pintu tersebut. Seorang pria yang tidak pernah ku kenal sebelumnya, masuk dan menghampiriku.

"Syukurlah kau sudah sadar. Aku akan panggilkan dokter." Ucapnya lalu bergegas menuju pintu. Aku meresponnya dengan anggukan tetapi belum sempat dilihat olehnya karena dia sudah pergi.

***

Keadaan berubah makin buruk setelah dokter masuk ke ruangan ini dan memberitahu tentang kondisiku. Semua baik-baik saja, aku bersyukur akan hal itu. Hanya saja, kakiku mengalami dislokasi dan hal itu sudah membuat duniaku hancur. Dokter bilang untuk beberapa waktu ini aku harus menggunakan kursi roda, karena tidak boleh banyak pergerakan pada kaki kanan ku.

Aku membuang nafas secara kasar sementara air mataku mengalir begitu saja. Perjuanganku untuk menggapai mimpiku bahkan aku rela kabur dari rumah, semuanya sia-sia. Mimpiku musnah sudah.

Tangisanku semakin menjadi-jadi. Namun aku merasakan ada tangan seseorang yang mengusap bahuku. Tangan pria asing itu. Pria yang memanggil dokter sesaat setelah aku sadar, sedari tadi dia berada di sampingku dan mencoba menenangkanku dengan kata-kata tetapi sayangnya tangisanku tidak mereda. Dan tidak beberapa lama tangisanku perlahan mulai berhenti. Aneh rasanya mengetahui kalau ada seseorang yang bahkan tidak aku kenal peduli padaku. Apalagi orang asing itu lumayan tampan.

Well , aku belum mendeskripsikan penampilan pria asing itu. Jadi, dia memiliki kornea mata berwarna cokelat terang yang sepadan dengan warna rambut dan alisnya. Alisnya lumayan tebal dan cukup membuatku iri padanya, uh ya, aku selalu iri dengan orang-orang beralis tebal. Sedangkan rambutnya di style ala-ala masa kini yaitu up style dan dia mempunyai rahang yang tajam, wajah tanpa noda, yang jelas dia benar-benar good-looking dan terlihat dewasa sekali. Tebakanku umurnya sekitar 28 tahun.

"Maafkan aku, ini semua salahku. A-aku akan bertanggung jawab.." ucap pria asing itu membuyarkan lamunanku tentang dirinya.

Sebetulnya, kalau dipikir-pikir ini bukan sepenuhnya kesalahan pria asing itu. Aku juga turut menyumbangkan kesalahan karena aku sibuk memperhatikan ponselku saat menyebrang. Jadi kalau dikalkulasikan, kira-kira 30% kesalahanku, 30% kesalahan pria asing dan sisanya adalah takdir Tuhan.

"Tidak, tidak sepenuhnya.. mungkin takdirnya memang begini.." aku menggeleng ke arahnya dan berusaha untuk tersenyum padanya tapi gagal sepertinya.

"Bagaimanapun juga aku harus bertanggung jawab sampai kau sembuh.." tegasnya lagi sambil melemparkan senyum tulusnya ke arahku.

Keadaan menjadi hening kemudian. Tiba-tiba aku merasa ingin tahu nama pria asing ini. Tidak mungkin kan kalau selamanya aku terus-terus sebut dia pria asing. "Uh..Namamu siapa pria rambut cokelat?"

"Namaku Andrew.. Namamu Pixie kan, gadis berambut cokelat?" Mendengar jawabannya membuatku tersenyum tulus kali ini. Pria ini lumayan lucu.

"Ya, kau benar, Tuan Andrew." Setelah aku mengatakannya Andrew tertawa dan entah mengapa membuatku ikut tertawa, seakan tidak ada beban dan membuatku lupa akan masalahku sejenak.

"Oh ya Pixie.. Kau ingin aku menghubungi orang tuamu?" Seketika aku membeku. Yang jelas aku tidak ingin mereka mengetahui kondisiku seperti ini. Uh, bagaimana ini..

"Uh, .." belum sempat aku mengatakannya, ucapanku terpotong oleh nada dering ponsel. Andrew mengeluarkan ponsel dari jas yang dia pakai.

"Aku permisi dulu." Ucapnya seraya menuju pintu untuk mengangkat telepon.

Kesempatanku untuk memikirkan alibi mengenai orang tua. Namun belum selesai aku memikirkannya, andrew sudah kembali. "Aku harus pergi. Kau istirahat saja ya, aku akan kembali lagi."

Aku mengangguk sebelum dia membalikkan badannya dan menghilang di balik pintu. Ya, sekarang saatnya bagiku untuk memikirkan bagaimana agar Andrew mau menampung dan merawatku sampai sembuh. Dan untuk saat ini aku akan mengesampingkan acara Summer Fashion Week-nya sampai kakiku benar-benar sembuh total. Omong-omong jam berapa sekarang?

Duh, kenapa aku tidak menanyakan ponselku. AHH BOSANNN.


A/N:

Untuk sementara ini terserah kalian mau ngebayangin pemeran Andrew siapa. Nanti kalau ada waktu aku cari fotonya.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Let's Get LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang