Bagian 10.1

44 5 0
                                    

"Kai!"

"Sudah belum nyuci bayamnya?"

"Kai?"

Kai datang membawa sebaskom bayam yang sudah di cuci "tidak usah teriak. Aku mendengar"

Aku terkekeh. "Sini bayamnya" kemudian aku masukkan kedalam panci yang airnya sudah mendidih.

Setelah pertengkaran kami kemarin, hubungan kami makin baik. Aku juga sudah belajar menggunakan tungku agar apinya tidak cepat padam. Ternyata semudah itu kalau sudah mengetahui triknya.

Kami berbagi tugas dalam pekerjaan rumah tangga. Aku hanya kebagian memasak dan mencuci piring saja. Terkadang hanya memasak. Karena Kai melarangku banyak bergerak melihat perutku sudah mulai terlihat besar.

Sedangkan Kai memilih tugas membersihkan rumah dan mencuci. Kami tidak punya setrikaan. Ada, hanya saja itu adalah setrikaan yang menggunakan arang. Dan itu sangat ribet menurutku, hanya Kai yang memakainya sesekali.

Sebelum pergi ke sawah, Kai mencuci baju kami lebih dulu. Saat siang dia akan kembali dan makan di rumah. Aku tidak boleh mengantarkannya lagi. Dia tidak mau aku terlalu lelah. Nanti dia akan menyapu rumah setelah makan dan kembali ke sawah.

Sore harinya nanti dia pulang dan langsung mandi. Kemudian kamu memasak bersama untuk makan malam. Sayur dan lauknya, aku yang beli dari jam enam, dengan diantar Kai menggunakan motor bebek.

Seperti sekarang, Kai Sedang membantuku untuk masak makan malam. Karena sedang hamil, aku berinisiatif untuk makan yang jangan terlalu banyak bumbu. Lebih sering sayur yang berkuah. Untungnya Kai tidak banyak protes. Dia selalu makan masakanku yang rasanya macam macam. Maklum, putri keluarga hoffman ini baru terjun ke dapur sekarang.

Walaupun aku tidak ditemani beberapa art. Atau dengan alat memasak canggih lainnya. Tapi aku berusaha untuk menikmatinya. Toh rasanya juga sama saja. Malah sekarang berasa lebih nikmat karena perjuanganku memasaknya benar benar membuatku menangis.

"Aku yang angkat. Kau tunggu saja di meja" Kai mengambil alih mangkok jago yang sedang aku pegang "lelah, ya?"

Aku menyeka dahiku. Aku tidak sadar ternyata ada peluh yang mengumpul "tidak papa. Hanya terkena hawa panas karena tungku"

"Aku akan tunggu di depan"

Tidak terasa kandunganku memasuki enam bulan. Untuk berjalan aku sungguh merasa tersiksa karena berat sekali. Seperti membawa buah melon di perut. Mungkin nanti kalau sudah memasuki hamil tua seperti membawa semangka hehehe...

Aku mengusap perutku yang mulai merasakan tendangan kecil. Mungkin baby ingin mengajakku untuk bermain sembari menunggu ayahnya datang. Kini aku sadar kehadirannya sekarang sudah mulai terasa nyata.

"Kenapa Anne?"

"Baby menendang perutku" jawabku sembari menatap sedikit benjolan perutku yang hilang timbul.

Kai hanya terdiam sembari menatapku. "ada apa?"

"Ah tidak.." kilah Kai "ayo makan. Sebentar lagi kita harus istirahat"

"Ayo"

Aku hanya duduk menanti Kai yang mengambilkan nasi dan lauk pauk untukku. Betapa nikmatnya menjadi seorang ibu hamil. Salah satunya ini. Kai kerap kali meratukanku takut aku kelelahan dengan perut yang semakin membesar. Padahal hanya mengambil nasi di piring.

Selesai kita makan malam. Aku langsung di boyong ke kamar. Jangan berharap ada apa apa. Karena aku hanya dipijit. Rutinitas sebelum tidur Kai adalah memijit kakiku yang mulai membesar. Awalnya aku menolak, tapi Kai tetap kekeh. Sekarang aku menikmatinya. Karena memang seenak itu ternyata.

Kopi SusuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang