110. Kisah Teuku Aldebaran Ishak

282 53 17
                                    

Karina

Kini ia tak lagi menangis. Seperti kali pertama menelepon Mama jelang proses persalinan tadi.

Ia justru memasang senyum paling lebar begitu melihat wajah Mama di layar ponsel.

"Karina sayang, alhamdulillah...," Mama berulangkali mengucap syukur.

"Iya, Ma. Alhamdulillah."

"Ini nih cucu Mama...," dengan tangkas ia langsung memamerkan sosok mungil yang sedang digendongnya.

"Lucunyaaaa...," mata Mama langsung berbinar begitu ia mengangkat sosok mungil dalam buaian. Agar Mama bisa melihat wajah tampan bayi mungilnya dengan lebih jelas.

"Pipinya udah ngisi liat...," lanjut Mama dengan mata yang terus berbinar.

"Tiga kilo," jawabnya cepat.

Ya, tentu saja ia merasa sangat bangga. Bayangkan saja gadis semungil dirinya bisa melahirkan bayi berbobot tiga kilo. Dan gadis sepenakut dirinya bisa melahirkan secara normal.

Double unbelievable.

"Alhamdulillah. Pantesan udah ndut...,"

"Sehat semua, sayang?"

Ia menganggukkan kepala.

"Mama bangga sama Karina," gumam Mama dengan senyum terkembang. "Bangga sekali."

Namun kali ini ia menggeleng.

"Karina bisa melakukan semua ini karena dukungan Mama, Mamak, Jefan...," ujarnya yakin. Seraya mengerling ke arah Jefan yang sedang memegangi ponsel untuknya.

Ya, tanpa Jefan di sisi, ia takkan sanggup melalui jalan terjal penuh liku sampai sejauh ini.

Usai ber video call dengan Mama, Jefan memintanya untuk beristirahat. Tapi matanya sama sekali tak bisa terpejam.

Sebab sudah pasti rasa bahagia yang begitu membuncah. Memicu produksi hormon endorfin melimpah ruah. Memberikannya energi positif. Membuatnya sama sekali tak merasa lelah meski baru saja menjalani proses persalinan yang cukup menguras tenaga.

Ketika ia masih memandangi wajah mungil berpipi bulat yang tengah terlelap dengan antusias. Dengkuran halus dan teratur mulai terdengar dari bawah tempat tidurnya.

"Jefan?" panggilnya heran.

"Jefan?"

Namun yang dipanggil tak kunjung menyahut. Membuatnya melongok ke bawah tempat tidur untuk menuntaskan rasa penasaran.

Dan disana, tepat di bawah tempat tidurnya. Jefan telah tertidur dengan pulasnya hanya beralaskan selembar tikar.

"Ya ampun," ia tersenyum sambil menghela napas.

"Kamu pasti cape banget ya?" gumamnya dengan hati mencelos.

Baru menyadari jika Jefan bahkan belum tidur sejak kemarin malam. Karena sepulang kerja shift ketiga, Jefan langsung mengurusinya yang hendak bersalin. Tak sempat tidur terlebih dahulu.

Jefan bahkan langsung mencuci seluruh kain bekas melahirkannya tanpa menunggu esok. Dan Jefan masih terlelap ketika Mamak kembali datang menemuinya jelang petang.

"Karina sudah mandi atau belum?" tanya Mamak sambil meletakkan tote bag andalan warna hijau.

"Ini Mamak bawa ie boh kruet (jeruk purut) untuk dicampur ke air mandi."

Ia memandang Mamak sambil tersenyum, "Harus mandi ya, Mak?"

"Aku nggak mau ninggalin Ade sendirian," lanjutnya merasa berat hati harus berpisah dengan sosok mungil yang begitu menggemaskan.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang