LUKA LAGI

16 3 0
                                    

HI LEUTE!

DON'T FORGET TO SHARE MY STORY

HAPPY READING

Hal menyakitkan itu justru membuatmu semakin dalam di lembah kegelapan.

ACACYA

Hari Senin Lakahuna akan menghadapi ujian akhir sekolah yang dimana ia dan kedua sahabatnya tetap bersama di ruangan yang sama, yaitu di kelasnya.

Hal pertama yang ia lihat saat kedua kakinya menapakkan di ruangan adalah Lastri dan Reva yang terlihat amat bahagia. Untung saja saat ujian mereka duduk satu kursi satu meja.

Suara bisik-bisik antara Lastri dan Reva samar-samar ia dengar. Ada rasa risih yang Lakahuna alami. Menurutnya hal yang mereka bicarakan penting jika tidak, tidak mungkin mereka bicara dengan nada yang pelan.

Semakin lama semakin banyak murid yang datang. Perlahan ketegangan yang Lakahuna alami menjadi hilang.

Syukurlah, batinnya. Tangan gadis itu sibuk membolak-balikkan setiap lembar kertas buku pelajaran.

Di tengah aktivitasnya. Banyak teman-temannya yang mengucapkan selamat kepada Lastri. Hal itu menyulutkan kobaran api di dadanya.

Ia memanjangkan lehernya untuk melihat reaksi Lastri yang tertutupi oleh tubuh teman-temannya.

Kedua tangannya mencengkam, ingin sekali rasanya ia menutup rapat-rapat mulut mereka. Seharusnya gue yang mendapatkan pujian itu, bukan lo Las. Semua yang dikatakan guru berbandik terbalik dengan kenyataannya, pikirnya.

Per sekian detik kemudian indra penglihatan Lakahuna dan Lastri bertubrukan. Lakahuna dengan tatapan tidak suka dan Lastri dengan tatapan bertanya.

Tak ingin lama dalam kondisi itu Lakahuna segera membelokkan pandangannya.

Pukul 8.00 tepat ujian dimulai karena mata pelajaran pertama yang diuji adalah Sejarah, Lakahuna dengan semangat menuntaskan eksamennya.

Padahal waktu yang diberikan dua jam, Lakahuna sudah tuntas di menit ke 35. Untuk mengurangi rasa bosan ia memilih untuk berhalusinasi. Menghayal hal indah yang tidak pernah ia capai, seperti menempatkan dirinya sebagai orang yang sudah mendapatkan bangku kuliah, memilih kost-an, dan berjalan-jalan.

Menurutnya dunia fiksi lebih indah daripada apapun sebab ia bebas untuk menghayal hal yang luar biasa. Tidak perlu waktu lama menghasilkan imajinasi, cukup pikirkan dan buat semenarik mungkin dalam khayalan.

Waktu pengerjaan ujian sudah selesai dan akan dilanjutkan di menit ke tiga puluh yang akan datang. Lakahuna tidak keluar melainkan menelungkup kepalanya di atas lipatan tangannya. Ia tidak peduli lagi dengan suara-suara yang memuja Lakahuna.

Bisa gak gue benturin kepala Lastri sekarang? Pikirnya. Saat pikiran itu melintas di daya pikirnya ia teringat dengan Van Debo. Laki-laki yang mengatakan untuk tidak melakukan hal bodoh lagi.

Suara lonceng terdengar ujian kedua dimulai. Kali ini adalah pengujian matematika. Mata pelajaran yang amat membuat otak Lakahuna menjadi lemot. Saking bencinya ia dapat menyelesaikan dalam waktu 20 menit. Kali ini ia memanfaatkan kertas buramnya untuk tempat menggambar hal-hal random.

Bunga, gambar yang pertama ia kerjakan. Lalu disusul oleh tongkat instiblind. Lagi-lagi ia teringat Van Debo.

Setelah bosan memberi goresan pulpen pada kertas, dialihkan ke tangannya. Ia menulis namanya sendiri dan juga Van Debo. Entahlah sekarang laki-laki itu selalu datang ke sanubari Lakahuna.

ᴸᴬ᭄ 𝚔𝚊𝚑𝚞𝚗𝚊 (Ꭼᥒd) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang