BAB 3 BERTEMU DENGAN LIVIA

158 62 12
                                    

Sesi konsultasi berakhir, meskipun Prince masih terlihat enggan untuk berbicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesi konsultasi berakhir, meskipun Prince masih terlihat enggan untuk berbicara. Namun, sedikit demi sedikit ia mulai terbuka dengan Livia. Livia, dengan pendekatan yang penuh kesabaran dan kehangatan, tidak membahas mengenai kecelakaan itu. Sebaliknya, Livia lebih banyak menanyakan tentang hal-hal yang disukai oleh Prince. Pertanyaan-pertanyaan sederhana tentang hobinya, makanan kesukaannya, dan aktivitas yang membuatnya bahagia perlahan-lahan membuat Prince mulai bercerita.

"Apa permainan kesukaanmu, Prince?" tanya Livia dengan senyum lembut.

Prince menatap Livia sejenak sebelum menjawab pelan, "Aku suka bermain LEGO."

"Oh, itu menyenangkan! Apa yang biasanya kamu bangun dengan LEGO?" lanjut Livia, berusaha mempertahankan percakapan.

Prince tampak sedikit lebih santai saat menjawab, "Aku suka membuat rumah dan kastil."

Livia terus menanyakan hal-hal ringan dan menyenangkan, membuat suasana menjadi lebih nyaman dan tidak mengintimidasi. Alaric, yang duduk di sudut ruangan, merasa lega melihat perubahan kecil dalam diri keponakannya.

Livia mengakhiri sesi dengan memberikan pujian pada keberanian Prince untuk mulai bercerita, "Kamu sangat hebat hari ini, Prince. Dokter senang bisa mendengar cerita-ceritamu. Kita akan bertemu lagi dan berbicara lebih banyak tentang hal-hal yang kamu suka, ya?"

Prince mengangguk pelan, Alaric merasa harapan baru tumbuh dalam hatinya. Ia tahu bahwa proses ini akan memakan waktu, tetapi melihat Prince mulai membuka diri adalah langkah kecil yang sangat berarti.

Saat sesi berakhir, Livia memanggil Suster Jasmine untuk menemani Prince sebentar karena ia ingin berbicara dengan Alaric secara pribadi. Suster datang dan dengan lembut mengajak Prince keluar dari ruangan, menawarkan untuk menunjukkan beberapa mainan di ruang tunggu. Prince mengikuti suster dengan patuh, masih terlihat sedikit ragu namun tertarik dengan apa yang ditawarkan.

Setelah pintu tertutup dan hanya tinggal Alaric serta Livia di ruangan, Livia menatap Alaric dengan pandangan penuh pengertian. "Tuan Alaric, saya ingin mendiskusikan sesuatu yang penting terkait sesi-sesi berikutnya."

Alaric mengangguk, menanti dengan sabar.

"Mohon maaf, Tuan Alaric," kata Livia dengan nada lembut namun serius, "Saya ingin menyarankan agar pada sesi berikutnya Prince tidak ditemani oleh Anda di dalam ruangan. Maksud saya, Anda bisa menunggu di luar sementara sesi berlangsung."

Alaric tampak sedikit terkejut dan bertanya, "Kenapa, Dokter?"

Livia menjelaskan, "Saya perhatikan bahwa Prince masih terlihat ragu untuk berbicara saat Anda ada di sini bersamanya. Ini mungkin disebabkan oleh perasaan tidak ingin membuat Anda khawatir atau sedih dengan apa yang dia ceritakan. Dengan Anda menunggu di luar, saya berharap Prince bisa merasa lebih bebas dan nyaman untuk mengungkapkan perasaannya."

Alaric merenung sejenak, memikirkan saran Livia. Ia memahami maksud di balik saran tersebut dan meskipun berat, ia ingin yang terbaik untuk keponakannya. "Baik, Dokter. Saya akan menunggu di luar pada sesi berikutnya. Jika itu bisa membantu Prince, saya bersedia melakukannya."

MALAIKAT DI TENGAH KITA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang