Prologue

431 55 3
                                    

Jalanan pagi Yogyakarta yang tak terlalu ramai, masyarakat berlalu lalang mencari penghidupan. Seorang gadis Tionghoa, memegangi tas kecil dari kulit imitasi murahan, aroma khas bus lintas provinsi membuatnya harus menahan mualnya selama perjalanan, ditambah hawa panas akibat penumpang yang saling berdempetan membuatnya tak nyaman.

"Terminal Giwangan!!" Teriakan kenek Bus membuat gadis tersebut bernafas lega, ini adalah pemberhentiannya. Ia segera keluar dari bus dan mengambil barang-barangnya.

"Fiuuh... Jogja!" Gadis tersebut menenteng tas berisi pakaian serta perlengkapan pribadinya, menuju sebuah wartel untuk menelpon saudaranya.

Beberapa koin pecahan rupiah ia masukan, berserta nomor telepon rumah yang ingin ia hubungi.

"Halo... Tante, tolong ya... Udah di terminal.... Fiony nanti nunggu... Di deket warung Gudeg.... Iya!" Gadis tersebut ialah Fiony Alveria, seorang keturunan Tionghoa yang sengaja dipindahkan ke Yogyakarta dengan alasan keamanan.

Sembari menunggu bibinya, Fiony duduk di warung gudeg sambil mengisi perut. Fiony cukup takjub dengan suasananya, masyarakat yang ramah dan tak pandang ras membuatnya serasa bebas di sini. Berbeda di Ibukota dimana rasisme terhadap ras Tionghoa masih kental.

"Berapa Bu?" Tanya Fiony.

"200 aja nduk!" Fiony pun membayar makanan tersebut dengan 2 lembar uang 100.

Sebuah mobil Lancer SL berwarna hitam berhenti di di warung depan tempat Fiony makan. Seorang pria dengan seragam PNS, keluar dari mobil tersebut.

"Om Oniel!" Fiony pun langsung menyalami pamannya tersebut yang memang bekerja di instansi pemerintahan.

"Waduh... Udah besar aja kamu, pakaiannya udah bener, biasanya dulu kamu cuman singletan kalo main sepeda bareng Marsha, Kathrin, mambu srenge!" Ucap Oniel.

"Hehe... Itu udah lama Om, lagian Pakde udah ga ketemu aku sejak jaman aku SD." Jelas Fiony sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Yaudah, sini Om bawain barang-barangnya!" Fiony pun dengan sigap meletakan tas beserta kopernya ke bagasi, setelah itu ia pergi ke rumah pamannya.

"Nduk, kabar bapak ibu kamu gimana?" Tanya Oniel.

"Baik kok Om, ya walaupun kondisi sana agak, ga menentu!" Jelas Fiony.

"Ibukota, namanya juga tempat persaingan, ekonomi di sana lagi ngeri-ngerinya. Yang penting orang tua kamu baik-baik aja itu udah cukup!" Jelas Oniel.

Beberapa menit melakukan perjalanan, mereka sampai di sebuah perumahan ASN, Oniel pun memarkirkan mobilnya di depan rumah. Dua putri dari Oniel yang berusia tak jauh dari Fiony tampak sudah menunggu dengan semangat.

"Cepio!!" Baru saja keluar, 2 putri dari Oniel sudah langsung memeluk Fiony, bagai harimau yang menerkam. Sebut saja mereka itu Marsha dan Kathrin.

"Heh... Baru juga dateng!" Tegur Oniel.

"Hehe... Habisnya kangen, biasanya surat-suratan, eh sekarang udah bisa ngobrol langsung." Ucap Marsha semangat.

"Ya kalo kangen jangan langsung ngganduli dong, kasian Fionynya!" Tegur Oniel.

"Ga apa-apa Om, namanya juga kangen!" Ya meskipun agak sakit saat menerima pelukan tiba-tiba dari sepupunya, Fiony tak merasa sakit, malahan ia sangat senang sepupunya menyambutnya dengan hangat.

Fiony pun masuk kedalam rumah, tampak Indah istri dari Oniel duduk di sofa ruang tamu.

"Tante!" Fiony pun langsung menyalami Indah.

"Eh... Fiony... Ya Allah, kamu kok udah gede aja. Mau Tante masakin apa? Lodeh? Atau bacem?" Tanya Indah.

"Apa aja deh Tante, asal yang lain bisa makan!" Ucap Fiony.

"Tante tau nih apa yang cocok buat makan siang!" Ucap Indah lalu ke dapur.

"Marsha, Bapak mau pergi kerja lagi!" Teriak Oniel dari luar.

"Iya Pak, Cepio ayo ku anter ke kamarku!" Marsha pun mengantarkan Fiony ke kamar.

"Ini kamar kita berdua, itu kasur Cepio, ini kasur aku!" Marsha pun menunjukkan ranjang milik Fiony.

"Makasih ya." Marsha pun mengangguk dan meninggalkan Fiony sendirian.

Fiony pun menghembuskan nafasnya, merasa lega saudara-saudaranya yang menerimanya dengan baik. Ia pun segera membuka tasnya dan mengeluarkan pakaian serta barang-barang pribadinya. Matanya tertuju pada sebuah foto hitam putih yang bingkai kacanya sudah pecah. Itu adalah foto keluarga kecilnya.

Fiony menulis surat untuk orang tuanya yang berada di Ibukota, ia melipat surat tersebut dan segera meletakkannya di amplop yang ia beri perangko.

"Cepio, ayo makan malam!" Ajak Kathrina.

Fiony pun mengangguk dan segera keluar kamar.

Di meja makan, tampak suasana harmonis keluarga terjalin tentram tanpa ada kekhawatiran berlebihan. Ini adalah kali pertama Fiony dapat makan dengan tenang, biasanya yang ia takutkan adalah kejadian perampokan dan penjarahan yang kerap terjadi di perumahan milik Tionghoa, dan itu selalu terjadi di malam hari. Dulu waktu kecil ia pernah mengalami perampokan yang membuat ia trauma, dan tepat saat makan malam.

"Ayo dimakan, ini Tante bikin spesial, Soto ayam!" Indah pun meletakan semangkuk besar soto ayam di meja makan.

"Wah... Enak iki!" Tangan Oniel refleks memegang sebuah centong sayur, tapi Indah dengan cekatan menampar tangan Oniel yang seenaknya saja mau makan tanpa aturan.

"Doa dulu!" Tegur Indah.

Fiony, Marsha dan Kathrin pun terkekeh pelan, melihat adegan suami istri yang lucu tersebut. Mereka pun berdoa, lalu dilanjutkan dengan acara makan malam yang harmonis.

"Oh ya Fiony, Om udah daftarin kamu di SMA sini, kamu sama Marsha, Kathrin, berangkat bareng ya!" Jelas Oniel.

"Iya Om, oh ya kalo boleh tau siswa-siswinya gimana Om?" Tanya Fiony.

"Baik kok, malahan bersahabat. Banyak loh keturunan Tionghoa di sana." Jelas Oniel sambil mengunyah daging ayam.

"Udah tenang aja Ce, aku juga Tionghoa, nyatanya temen aku banyak, dari yang satu ras sampai yang beda ras. Aman aja!" Jelas Marsha.

Mendengar ucapan Marsha dan Ayahnya membuat Fiony percaya akan hal-hal baik yang akan datang di kehidupan barunya di Yogyakarta, mungkin ia harus membuka dirinya dan menghilangkan citra Tionghoanya dan melebur dirinya dengan masyarakat setempat yang ramah dan baik. Ini adalah era Fiony Alveria, sang gadis Tionghoa yang merakyat.


To Be continued...

Ahhoi... Ya inilah kejutan yang author maksud, ship Frefio akan berlayar di cerita ini ya meskipun author ga tau kehidupan di tahun 90an gimana (untungnya orang tua Author pernah ngerasain). Kenapa author ambil latar tahun 90an? Ya kerana di tahun itu bisa dibilang masa-masa yang luar biasa untuk sebuah drama romansa. Telepon, surat menyurat, naik RX King keliling kota sampai di gebukin warga, dan pastinya perkelahian masih pakai tangan kosong (Kerana di masa itu polisi bawaannya senpi beneran, jadi bisa dibayangin gimana kalo kalian ketemu polisi) intinya terus dukung cerita ini dengan vote dan comment. See you!

How To Say Love You (FreFio)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang