Masa Dewasa 2.0 (Revised)

6 0 0
                                    

"Apa Anda punya pasien?"

Semula Eric mengeraskan rahang, membayangkan tangan kotor milik Edmund menyentuh kulit Zoey. Namun saat melihat seragam biru Edmund yang bukan dokter, ia langsung memikirkan alasan agar bisa menghabisi pria tersebut.

"Kau mau apa kalau aku punya pasien?" tanya Eric tak senang.

"Saya mungkin bisa membantu Anda merawat pasien tersebut," jawab Edmund cepat. Nadanya terdengar lemah. Entah sudah berapa lama ia terkurung tanpa makan dan minum.

Sungguh, ia tidak berharap banyak apakah di rumah ini memang terdapat seseorang selain Mr. Willson dan mayat. Ternyata pria penjahat ini masih memiliki sesuatu untuk dilindungi. Apakah semua penjahat mempunyai sedikit sisi manusiawi?

Eric tampak berpikir. Kemudian menyuruh Edmund supaya mengikutinya ke kamar Zoey. Pria itu pun mengikuti Eric tanpa ragu. Jalannya pincang sembari menahan nyeri di kaki. Sembari berjalan, Edmund sempat melihat-lihat seluruh isi kamar,saat itulah tengkuknya merinding, terutama bagian dinding yang memamerkan foto-foto orang dengan bentuk tak lazim. Kebanyakan dari mereka wajahnya tidak berbentuk sehingga sulit dikenali.

"Ini ...," gumamnya tak percaya. Langkah Edmund terhenti pada papan foto yang masih hangat alias terbaru. Serangkaian potret dua wanita berseragam biru terjebak dalam kebakaran mobil.

Eric menyadari Edmund tidak lagi mengikutinya. Dia lalu menoleh ke belakang, mendapati pria di sana tak mampu berkedip karena memandangi sebuah karya seni.

"Sudut pandangnya bagus, kan?" tanya Eric dengan nada bangga sembari menunjuk salah satu foto.

Eric memotretnya dari luar jendela depan bagian samping. Kala itu mata Helena sangat fokus pada kamera. Tatapan yang seolah bukan hanya mengharap pertolongan, tetapi juga kehilangan harapan. Sebagian wajahnya penuh darah karena mengalami benturan dahsyat di kepala.

Edmund mengepalkan tangan. Ia hampir saja punya keinginan meninju Eric. "Mr. Willson, apa hanya ini foto-foto yang Anda ambil?"

Eric tersenyum. "Aku punya lebih banyak foto di kartu penyimpanan. Kenapa? Kamu mau mencuri untuk bukti? Sayang sekali, karena percuma saja jika kau menyerahkan bukti pada polisi."

"Tidak, saya hanya ingin menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Wanita ini adalah tunanganku. Sebenarnya minggu depan kami hendak melangsungkan pernikahan."

Hati Edmund ngilu saat menjawab perkataan Eric. Kalau Bridie mengetahui dirinya tertangkap oleh Mr. Willson, dia pasti menyumpahi Edmund karena meragukan insting seorang wanita. Eric menguap bosan mendengar drama kehidupan Edmund dan tunangannya yang sudah mati. Mengenang foto tunangan yang tengah sekarat? Betapa lawaknya. Bahkan wajah kedua wanita di dalam foto sudah tidak bisa dikenali.

"Jangan coba-coba memainkan trik," ucap Eric, datar.

Edmund tercekat. Ternyata dia lebih waspada daripada yang Edmund kira. Kalau begitu, tidak ada cara lain kecuali seperti ucapan Mr. Willson. Mencuri barang bukti. Tanpa sepengetahuan Eric, Edmund diam-diam mengopek sebuah foto dan memasukkannya ke celana dalam.

Eric membawa Edmund ke hadapan Zoey. Gadis itu masih damai dalam tidur. Sesekali mengigau menyebut kakaknya dengan nada gelisah.

"Astaga ...," gumam Edmund. Mata pria itu tak mampu berkedip saat memandangi wajah Zoey.

Eric yang melihat itu, seketika melayangkan tinjuan keras ke wajah Edmund. "Beraninya!"

Edmund tersungkur ke lantai. Otaknya masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Ditatapnya Mr. Willson yang tengah mencuramkan kedua alis. Oh, tidak! Dia sedang kesal.

Tapi, kenapa? Edmund dibuat bertanya-tanya atas tindakan Mr. Willson.

Eric berusaha menjernihkan pikiran. Ia segera merapikan selimut guna menutupi lekuk tubuh Zoey. Detik berikutnya, Edmund mengerti. Ah, ternyata pakaian wanita itu basah kuyup karena keringat.

Cuma RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang