57. Keluarga cemara?

2.3K 202 44
                                    


Happy reading

-

-

Yuhuu yang kangen AAK!

Lima tahun lalu ...

"Vi, Lara udah ngga makan tiga hari. Ngga minum juga. Gege udah ngasi minum tapi Lara ngga ngerespon sama sekali."

Avi yang sedang mengerjakan tugas sekolahnya menoleh. "Biarin, dia yang udah bikin Bunda meninggal."

"AVI!! DIA ADEK KITA!"

Aige menghela nafas. Berlari kecil ke arah kamar adik perempuannya. Kelopak matanya bergetar saat mendapati wajah pucat pasi yang belum beranjak dari duduknya berjam-jam lalu. Menatap kosong memusatkan pandangannya.

"Aku samperin budhe?"

"Jangan, Budhe masih berduka. Aru baru dimakamin pagi tadi," Aige tidak ingin merepotkan orang yang baru saja kehilangan putrinya.

"Trus gimana?!"

Brakkkk

Suara keras itu terdengar dari kamar Lara. Keduanya dengan cepat berlari kembali ke kamar Lara.

"LARA!!" mata mereka kompak membelalak tatkala melihat tubuh adiknya yang lemas itu terjatuh dari kursi duduknya. Aige sudah menangis keras. Mengguncangkan tubuh adiknya yang terasa panas. "Lara bangun! Ra!"

Alih-alih membantu Aige menyadarkan Kalara, Avi hanya terdiam di ambang pintu. "Lara cuma nyusahin kita. Bunda juga meninggal karena dia," katanya datar.

Aige yang tengah panik itu menatap tajam. "INI BUKAN SAATNYA BAHAS ITU, VI! KAMU MAU LARA JUGA NYUSUL BUNDA?! KITA CUMA PUNYA KITA BERTIGA! SIAPA LAGI YANG MAU KAMU PERCAYA KALO BUKAN SAUDARA SENDIRI?!" kelakar Aige marah.

Pundak Avi bergetar, menatap kakak sulungnya pasrah. "Makannya itu... aku takut, Ge. Nanti gimana? Kita ngga punya orang tua," tangis Avi pecah saat itu juga. Aige juga ikut menangis, meraih tubuh adiknya menenangkan.

"Kita harus bareng terus, Vi. Saling jaga satu sama lain. Avi masih punya Gege. Lara juga. Kita harus sembuhin Lara."

Dengan terisak, pemuda itu beralih dengan cepat meraih telepon di lantai bawah, meninggalkan Lara yang masih terbaring tak sadarkan diri. Avi mengekori Aige yang sudah menangis.

Melihat kakak sulungnya meraih telepon, Avi membulatkan matanya. "Mau hubungin siapa?!"

"Om Stevan, dia pasti bisa bantu," jawabnya panik.

Avi dengan cepat hendak meraih telepon itu di tangan Aige. "NGAPAIN KAMU TELPON WALI ORANG ITU? KITA UDAH SEPAKAT HAPUS SEJARAH ORANG ITU DI HIDUP KITA, KAN?!"

Orang itu yang dimaksud adalah Ayah mereka yang tak pernah ada perannya. Melihat wajahnya saja tidak pernah.

Aige mendorong Avi kasar. "LARA SEKARAT! ADEK KITA! OM STEVAN DOKTER, DIA BISA CEPET NANGANINNYA!"

Kali ini mereka mengalah. Memilih menyerah. Untuk pertama kalinya mereka menghubungi wali Ayah yang tak pernah mereka harapkan kehadirannya. Semua demi Lara. Mereka hanya anak kecil yang dipaksa menghadapi hal besar saat ini.

-

-

-

Aige dan Avi saling mengeratkan pautan tangannya. Mereka duduk di kursi lorong rumah sakit. Sudah berjam-jam menunggu kondisi Lara. Sampai pada saat sesosok pria berumur kepala dua datang menghampiri mereka setelah keluar dari ruangan Lara.

Sea For Blue WhalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang