Yuna terisak dalam pelukan Juan seolah bebannya selama ini luruh hanya dengan sebuah pelukan. Isakan itu semakin samar terdengar, Juan pun menaruh tangannya di pundak Yuna, memandangi gadis itu dengan jarak yang dekat.
Yuna menelan ludahnya, sadar bahwa Juan sangat dekat, bahkan ujung hidung mereka sedikit lagi akan bertemu.
"Jangan nangis lagi, ya. Kita pulang dulu", ucap Juan tersenyum tipis, sambil menarik Yuna menjauh dari rumah sakit.
PULANG? Tunggu, Yuna baru sadar kenapa ada Pak Juan di sini. Ini Bandung, bukan Jakarta. Yuna menghentingkan langkah kakinya sehingga otomatis Juan menoleh ke belakang.
"Sedang apa Bapak di sini?".
Juan kembali mendekati Yuna, "Sedang menemani pacar saya".
"Pak...", rengek Yuna. Sungguh kini ucapan Juan tidak lucu baginya.
"Saya serius. Saya pacar kamu".
"Bapak naik apa ke sini?", tanya Yuna yang sadar sepertinya atasannya itu, ralat pacarya itu tidak membawa kendaraan.
"Naik bis", jawab Juan singkat.
"Bis? semalam ini Pak?".
"Udah tau malem, kenapa naik bis sendiri? Kenapa tidak hubungi saya? Kenapa tidak minta anter saya?", Juan mendekatkan wajahnya ke wajah Yuna membuat Yuna memundurkan badannya, sayangnya tangan Juan lebih cepat. Pria itu menahan kepala Yuna agar bisa mendekati wajah sang gadis.
"Pak...", Yuna mendorong tubuh Juan, ia merasa gugup ditatap seperti itu.
"Saya marah sama kamu", Juan kini membalikkan tubuhnya sehingga Yuna hanya bisa menatap punggung Juan yang masih dengan setelan jas kerjanya.
Lah kok jadi tiba-tiba marah? Mood-nya swing banget.
"Pak..", Yuna mencoba mendekat.
"Jangan sentuh saya".
"Lah, Pak kesentuh aja belom", Yuna merasa lucu dengan sikap Juan, dan tanpa sadar ia tertawa kecil.
"Oh belum ya", Juan kini membalikkan badannya, menarik tangan Yuna dan menyimpannya di pipi-nya.
"Nih sekarang udah kesentuh", lanjutnya.
Yuna terkesiap, ini baru pertama kali Yuna menyentuh pipi Juan. Jika rekan-rekannya tahu, Yuna pasti dianggap kurang ajar.
"Dingin, kita cari tempat buat tidur dulu", Juan menyatukan jemarinya dengan jemari Yuna, memasukkan tangan Yuna ke dalam saku jas-nya.
Mereka berjalan dan sampai di salah satu hotel berbintang. Beruntung banyak sekali hotel dan penginapan di sekitar rumah sakit Hasan Sadikin. Juan memesan dua kamar untuknya dan Yuna. Kamar yang dipesan bersebelahan.
"Masuk", ucap Juan mempersilahkan Yuna masuk ke kamarnya lebih dulu.
Yuna berjalan kikuk ke kamarnya, membungkukan tubuhnya seolah berterima kasih kepada Juan.
Setelah memasuki kamarnya, Yuna menghamburkan dirinya ke kasur, menepuk-nepuk bantal yang ada di sana, dan menggigitnya. Bohong jika Yuna tidak baper dengan sikap Juan. Ia bahkan ingin sekali kabur dari hadapan Juan saat pria itu bersikap manis padanya. Yuna tidak kuat, pesona atasannya itu benar-benar mematikan.
Notifikasi ponsel milik Yuna membuat empunya segera meraih benda pipih itu.
08xx-xxxx-xxxx
|Selamat tidur Yunara sayang.
"Sayang?", gumam Yuna, tanpa sadar ujung bibirnya tertarik ke atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Job
Literatura FemininaJuandra, pria yang merupakan lulusan psikologi berakhir memimpin unit bisnis keluarganya. Unit bisnis yang mengelola perencanaan event dan pernikahan. Saat memimpin bisnis tersebut, ia bertemu dengan karyawan yang pekerja keras bernama Yunara. Seiri...