Minghao dan Mingyu duduk bersisian di lantai, laptop terbuka di depan mereka.
Ruangan itu dilingkupi suasana tenang dan nyaman, seperti pelukan lembut dari seorang ibu. Mereka tengah berada di dunia yang hanya milik mereka, terlindung dari kebisingan dan keramaian di luar sana. Di antara mereka terhampar percakapan-percakapan hangat dan tawa yang riuh rendah, menciptakan simfoni kebahagiaan yang sederhana namun penuh makna.
"Mingyu," panggil Minghao dengan nada lembut, penuh dengan kasih sayang yang tulus. "Bagaimana kalau kita mencoba kuis pasangan di internet? Aku dengar itu bisa sangat menyenangkan."
Mingyu menoleh, mata tajamnya menyiratkan rasa ingin tahu. "Kuis pasangan? Apa gunanya?" tanyanya, meski ada secercah ketertarikan di dalam suaranya.
"Ini hanya untuk bersenang-senang," jawab Minghao sambil tersenyum, senyum yang bisa menghangatkan hati siapa pun yang melihatnya. "Kita bisa melihat seberapa baik kita saling mengenal. Bukankah itu menarik?"
Mingyu merenung sejenak, lalu mengangguk pelan. "Baiklah, kita coba saja."
Minghao mengetik dengan cekatan, mencari kuis yang dimaksud. Setelah beberapa saat, dia menemukan satu yang tampak menarik. "Ini dia," katanya, "Kuis Pasangan: Seberapa Baik Kamu Mengenal Pasanganmu?"
Mereka mulai dengan pertanyaan pertama. "Apa warna favorit Mingyu?" baca Minghao keras-keras. Dia menoleh ke Mingyu dengan senyum main-main. "Aku tahu ini."
Mingyu tertawa kecil, seolah menantang. "Apa jawabanmu?"
Minghao menjawab tanpa ragu, "Biru."
Mingyu tersenyum lebar. "Benar. Sekarang giliranmu. Apa warna favorit Minghao?"
Mingyu berpikir sejenak sebelum menjawab, "Hijau."
Minghao mengangguk puas. "Benar. Kita memulai dengan baik."
Pertanyaan demi pertanyaan berlanjut, diselingi oleh tawa dan canda. Mereka berbagi cerita dan kenangan, mengingat saat-saat yang telah mereka lewati bersama. Setiap jawaban adalah potongan kecil dari teka-teki besar yang menggambarkan hubungan mereka, penuh dengan warna dan tekstur yang rumit.
"Apa makanan favorit Mingyu?" tanya Minghao lagi, matanya bersinar dengan antisipasi.
Mingyu menjawab sambil tersenyum, "Ramen pedas."
"Benar sekali," balas Minghao, "Dan aku suka sushi."
Mereka melanjutkan kuis, melewati pertanyaan-pertanyaan tentang film favorit, buku yang mereka sukai, dan tempat impian yang ingin mereka kunjungi bersama. Setiap jawaban membawa mereka lebih dekat, mempererat ikatan yang sudah kuat di antara mereka.
Namun, ada satu pertanyaan yang membuat mereka terdiam sejenak. "Apa ketakutan terbesar Mingyu?" baca Minghao dengan suara yang tiba-tiba menjadi serius.
Mingyu terdiam, menatap layar laptop sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Kehilangan orang-orang yang aku cintai," katanya pelan, suaranya penuh dengan kejujuran dan kerentanan.
Minghao merasakan hatinya tersentuh. "Aku juga," katanya, "Kehilanganmu adalah ketakutan terbesarku."
Mereka saling menatap, memahami bahwa di balik semua tawa dan canda, ada perasaan yang lebih dalam dan kuat. Kuis ini bukan hanya tentang seberapa baik mereka mengenal satu sama lain, tetapi juga tentang menghargai setiap momen yang mereka miliki bersama, dan mengakui ketakutan serta harapan yang ada di hati mereka.
"Ini bukan hanya kuis biasa," kata Mingyu pelan, "Ini mengingatkan kita betapa pentingnya kita satu sama lain."
Minghao mengangguk setuju, matanya berbinar dengan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. "Ya, ini mengingatkan kita bahwa cinta adalah sesuatu yang harus dijaga dan dihargai setiap saat."
Mereka melanjutkan kuis dengan perasaan yang lebih dalam dan penuh makna. Pertanyaan terakhir muncul di layar: "Apa yang paling kamu hargai dari pasanganmu?"
Minghao membaca pertanyaan itu dengan suara lembut, lalu menatap Mingyu. "Apa yang paling kamu hargai dari aku?" tanyanya dengan senyum hangat.
Mingyu berpikir sejenak, lalu menjawab dengan penuh kesungguhan. "Aku menghargai keberanianmu, ketulusanmu, dan bagaimana kamu selalu ada untukku, bahkan di saat-saat tersulit."
Minghao tersenyum. "Aku menghargai hatimu yang besar, kebaikanmu, dan bagaimana kamu selalu membuatku merasa dicintai dan dihargai."
Mereka menyelesaikan kuis itu dengan hati yang penuh dengan rasa syukur dan cinta. Di bawah langit yang semakin gelap, dengan cahaya bulan yang mulai menyusup melalui jendela, mereka berdua tahu bahwa cinta mereka lebih kuat dari sebelumnya.
Di dalam kamar yang tenang itu, dengan laptop yang masih terbuka di depan mereka, Minghao dan Mingyu saling berpelukan, merasakan kehangatan dan kedamaian yang hanya bisa ditemukan dalam pelukan orang yang paling mereka cintai.
Malam semakin merasuk, menggantikan sorotan matahari dengan cahaya bulan yang lembut dan tenang. Di kamar itu, keheningan menjadi saksi bisu atas janji-janji tak terucap yang terjalin di antara Minghao dan Mingyu. Mereka duduk dalam pelukan, merasakan detak jantung satu sama lain, seolah dunia di luar sana tak lagi penting.
"Bagaimana rasanya?" tanya Minghao, suaranya hampir seperti bisikan. "Mengetahui bahwa kita saling mengenal dengan sangat baik?"
Mingyu merenung sejenak, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya. "Rasanya seperti pulang ke rumah," katanya akhirnya. "Kamu adalah tempat di mana aku merasa aman dan diterima apa adanya."
Minghao tersenyum, senyum yang mampu menyinari kegelapan malam. "Aku juga merasa begitu," katanya lembut. "Denganmu, aku menemukan kedamaian yang selama ini aku cari."
Mereka terdiam sejenak, menikmati keheningan yang hanya bisa dimengerti oleh mereka berdua. Keheningan yang penuh dengan makna, lebih dalam dari kata-kata yang pernah mereka ucapkan.
"Masih ada beberapa kuis lagi," kata Minghao akhirnya, memecah keheningan dengan suara yang penuh kehangatan. "Mau coba lagi?"
Mingyu mengangguk, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Tentu, mari kita lihat seberapa jauh kita bisa mengenal satu sama lain."
Mereka kembali ke layar laptop, mencari kuis lain yang bisa mereka lakukan bersama. Setiap pertanyaan membawa mereka lebih dekat, membuka lapisan-lapisan diri yang mungkin sebelumnya tidak mereka sadari. Mereka berbicara tentang mimpi-mimpi mereka, ketakutan yang mereka sembunyikan, dan harapan-harapan yang mereka jaga dengan hati-hati.
"Jika kamu bisa pergi ke mana saja di dunia ini, ke mana kamu akan pergi?" tanya Minghao, membaca salah satu pertanyaan.
Mingyu berpikir sejenak, lalu menjawab dengan senyum. "Ke tempat di mana aku bisa bersamamu. Tidak penting di mana itu, yang penting kita bersama."
Minghao merasa hatinya melompat dengan kebahagiaan. "Aku juga merasa begitu," katanya. "Kemanapun kita pergi, selama kita bersama, itu adalah tempat yang tepat."
Pertanyaan demi pertanyaan terus mengalir, membawa mereka ke dalam percakapan yang mendalam dan penuh makna. Mereka berbicara tentang masa kecil, tentang impian masa depan, dan tentang bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri di mata satu sama lain.
"Apa yang paling kamu banggakan dari dirimu sendiri?" tanya Minghao, matanya penuh perhatian.
Mingyu terdiam sejenak, merenungkan pertanyaan itu. "Aku bangga bisa menjadi diriku sendiri, meskipun tidak selalu mudah," katanya akhirnya. "Dan aku bangga bisa mencintaimu dengan sepenuh hati."
Minghao tersenyum, merasa hatinya meleleh dengan setiap kata yang diucapkan Mingyu. "Aku bangga bisa menjadi bagian dari hidupmu," katanya pelan. "Dan aku bangga karena kita saling memiliki."
Mereka menyelesaikan kuis itu dengan perasaan yang penuh cinta dan penghargaan.
Minghao menutup laptop, dan mereka berdua berbaring di lantai, menatap langit-langit yang gelap. Mereka berbicara tentang mimpi-mimpi mereka, tentang harapan-harapan yang mereka jaga, dan tentang cinta yang mereka rasakan.
"Malam ini indah," kata Minghao akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan.
"Ya," jawab Mingyu, merasakan kehangatan dari tangan Minghao yang menggenggam tangannya erat. "Malam ini sangat indah."
KAMU SEDANG MEMBACA
B R A V E 💪🏿 bottom!Mingyu [⏯]
FanficKim Mingyu. Manly. Cool. Tangguh. Perkasa. Gagah. Kuat. Tampan. Dominan. Tidak akan ada seorangpun yang mengira peran apa yang ia lakoni di dalam sebuah permainan panas. ©2019, ichinisan1-3