116. "Dia Orang Mana?"

226 50 3
                                    

Tama

Ia hanya bisa saling berpandangan dengan sang adik. Karena sepanjang perjalanan pulang menuju ke rumah, Papa terus saja menanyakan hal yang sama.

"Dimana Papa pernah bertemu anak itu?"

"Wajahnya terlihat tak asing."

"Papa ingat betul pernah bertemu dengan anak itu. Tapi di mana?"

Sementara dari pantulan rear vission mirror terlihat Mama berkali-kali memijat pangkal hidung sembari menghembuskan napas panjang. Wajah Mama bahkan tak lagi secerah tadi. Ketika mereka pertama kali menginjakkan kaki keluar gate.

"Ingat kata dokter Lee, Pa," ujar Mama seraya mengusap lengan Papa.

"Jangan terlalu memaksakan diri."

"Papa masih dalam masa pemulihan."

Tapi Papa sama sekali tak mempedulikan ucapan Mama. Terus bergumam sendiri, "Papa ingat wajah itu."

"Papa ingat."

"Tapi dimana dan siapa? Papa lupa."

Untung saja adiknya memiliki inisiatif untuk memisahkan Jefan dari rombongan mereka. Karena jika tidak, ia benar-benar tak mampu mengantisipasi kemungkinan (buruk) yang bisa terjadi.

Dan dengan pulihnya ingatan Papa usai menjalani rehabilitasi insentif pasca terkena serangan stoke. Memastikan bahwa ia dan seluruh anggota keluarga yang lain sudah harus bersiap sejak dini. Tentang reaksi Papa sekaligus efek terburuk yang bisa ditimbulkan. Begitu Papa mengetahui asal-usul Jefan.

Meski ia masih sangat berharap. Jika kenyataan tentang siapa ayah Jefan, takkan mempengaruhi kesehatan Papa. Apalagi memperburuk kondisi fisiologis Papa yang saat ini masih dalam masa pemulihan panjang.

"Hari Jum'at besok mau sekalian reunian nggak sama sahabat-sahabat Papa?" selorohnya berusaha mengalihkan topik.

Tapi justru Mama yang menjawab, "Nanti malam kita bicarakan sama-sama."

"Sekalian acara aqiqah Aran dan nikah ulangnya Karina."

"Reuni?" tanya Papa tertarik.

"Syukuran kepulangan Papa ke rumah. Sampai sesehat ini dan bisa beraktivitas," jawab Mama seraya kembali mengusap lengan Papa.

"Kalau begitu, undang semua teman Papa," seru Papa antusias. "Tama?"

"Ya, Pa," jawabnya cepat. "Sebagian sudah dihubungi dan bersedia hadir."

"Tinggal beberapa yang belum," lanjutnya sambil membuka layar ponsel. Mulai memeriksa daftar nama kolega Papa yang belum sempat dihubunginya.

Begitu Sada membelokkan kemudi memasuki halaman rumah. Terlihat Dara dan ketiga anaknya, Karina, Mang Jaja, serta Bi Enok telah berdiri menunggu kedatangan mereka di teras depan.

"Papa jalan saja," begitu kata Papa ketika Sada membukakan pintu mobil. Berniat membantu Papa untuk duduk di kursi roda yang telah disiapkan.

Dengan dibantu oleh Mama, secara perlahan Papa mulai melangkahkan kaki memasuki teras.

"Akuuuungng!!!"

Seru ketiga anak Sada begitu melihat Papa keluar dari mobil. Ketiganya bahkan langsung menubruk Papa yang tertawa-tawa senang dikerubuti oleh para cucu.

"Kita ketemu lagi...," seloroh Papa sambil mengusap punggung ketiga cucu yang sedang memeluknya erat-erat.

"Akung... Akung...," Lana tiba-tiba menarik-narik celana Papa.

"Tante Karina punya baby..."

"Lucuuuu..."

"Oya?" Papa mengusap puncuk kepala Lana yang kini sedang melompat-lompat kegirangan.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang