"Terima kasih, tapi kau tak perlu melakukan ini lagi setelahnya. Kau sudah banyak membantu," ucapku kepada Adam ketika telah sampai di depan apartemen. Hal itu membuat Adam berpikir sesaat lalu menganggukkan kepalanya. Ia mengembalikan tasku yang berada di pelukannya. Sedari tadi ia membantu membawa tasku mengingat luka di kaki ini membuatku sulit untuk berjalan.
"Terima kasih," ucapku sekali lagi sebelum akhirnya masuk ke dalam apartemen. Adam masih berdiri di sana, memandangku dengan tatapan yang tak bisa kumengerti. Merasa aneh di pandang seperti itu, aku segera menutup pintu sambil memberi senyuman tipis padanya.
Kejadian di sekolah hari ini membuatku merasa benar-benar lelah. Sebelumnya aku tak pernah berpikir bahwa sekolah adalah tempat paling mengerikan yang pernah ada. Tapi semenjak di London, menurutku sekolah adalah tempat paling kejam dari pada penjara. Tempat yang menurutku dipenuhi orang-orang jahat dengan berbagai kasus kejahatan yang dibuatnya.
Melepas backpack, aku membanting diri ke sofa yang empuk. Aku membaringkan diri di sana dan menutup mataku pelan. Pikiranku kembali mengingat kejadian di sekolah tadi, saat Michael dengan hasrat bejatnya menyerangku tanpa alasan yang kuketahui. Sebelumnya, ia membantu Adam menyerang Liam dan Louis. Kejadian dimana aku berada. Sebuah pertanyaan muncul di benakku. Apakah Michael marah padaku atas kejadian yang menimpa Adam? Tapi mengapa? Apakah karena aku tahu Adam sedang diserang tapi aku tidak menolongnya? Kurasa itu adalah alasan paling logis mengenai penyerangan Michael terhadapku. Bila benar aku terlihat salah dimata Michael, aku harus meminta maaf padanya. Yah, meskipun aku tak yakin itu adalah salahku sepenuhnya. Kurasa ini akan menjadi langkah awal untuk menjalin hubungan pertemanan dengan Michael. Aku tahu itu terdengar tidak mudah. Terlebih lagi aku pasti akan sangat gugup untuk memulai komunikasi dengan Michael–lelaki paling mengerikan di kelasku. Sepenuhnya aku berharap, semoga Michael dapat menanggapi dengan baik maksud permintaan maafku besok. Kuharap. Karena aku benar-benar ingin menjalin hubungan pertemanan pada semua siswa di kelas. Bukan hanya pada Calvin, Austin, Bradley, dan Christian, Perrie, dan juga Adam. Tapi juga pada seluruh teman di kelas.
Menghelas nafas, aku bangkit dari sofa, hendak menuju kamar. Tapi getaran di handphoneku mengalihkan perhatianku. Lantas aku segera merogoh kantung seragamku. Mengambil benda tipis untuk berkomunikasi itu, dan mengangkat telepon masuk dari Calvin.
"Carley!?" seru Calvin dari seberang sana. Aku terkekeh sambil melanjutkan langkah menuju kamar.
"Ada apa?"
"Bagaimana kakimu? Terasa lebih baik?"
Aku kembali terkekeh. Lalu membuka pintu kamar dan kembali berguling di kasur sebelum menjawab pertanyaannya.
"Ya, jauh lebih baik. Ngomong-ngomong terima kasih."
"Oh, kalau begitu apa kau sudah makan?"
"Belum! Ayo datang ke sini dan masak bersama Cal. Aku memiliki bahan untuk memasak nandos!" kataku yang kali ini sangat antusias. Aku membalikkan tubuhku hingga berada diposisi tengkurap. Dengan senyuman yang melebar, aku menunggu jawaban Calvin yang pasti tidak akan menolak.
"O-oh! Tidak untuk kali ini, kau tidak boleh banyak berjalan karena kakimu pasti akan terasa sakit. Aku akan segera tiba di apartemetmu, ibuku sudah memasak untuk kita. Jadi, selamat menunggu."
Tut...tut...
Dan ternyata dugaanku salah. Calvin tidak akan memasak denganku hari ini. Yah, mungkin hanya untuk kali ini. Karena aku akan membuat dia tak akan lagi bisa menolak ajakan masakku. Maksudku, memasak adalah hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Tak seharusnya Calvin menolak ajakan itu.
Untuk kali ini aku merasa Calvin benar-benar menyebalkan. Tentu dia tidak akan melarangku untuk sekedar berjalan ke toilet. Dia benar-benar berlebihan untuk masalah ini. Kurasa memasak bukanlah hal buruk meski kakiku sedang terluka. Oh, mengapa semakin lama Calvin sangat cerewet layaknya ibuku? Bahkan orang-orang yang mengenal ibuku memiliki sepuluh persen persamaan dengannya. Terlalu cerewet dan menganggapku seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa. Bahkan Josh sama saja. Tiba-tiba aku merasa begitu rindu dengan ketiga orang yang telah kusebutkan itu. Beruntung, salah satunya akan segera mengunjungiku sebentar lagi. Dan satunya lagi akan menemaniku malam ini. Tinggal satu yang tersisa, dan itu ibu. Aku akan segera bertemu dengannya ketika wekeend tiba dan itu membuatku tak sabar. Aku merindukan ibuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret Between You And Love
Teen FictionCarley Sophia Tompson adalah seorang siswa pindahan dari prancis yang masuk ke sekolah baru di London. tak ada satu pun sambutan baik dari para penghuni kelas tersebut dari anak lelaki maupun perempuan. tapi ada satu pria culun bernama Calvin yang m...