Flashback
Cut Rosyida
Ia bukannya tak tahu jika Cutbang (panggilan sayang Cut Rosyida pada Hamzah Ishak) kerap membaca buku bersampul cokelat sembari keningnya berlipat-lipat tanda tengah berpikir keras.
Entahlah buku berisi tulisan tentang apa sampai-sampai tiap kali selesai membaca Al Qur'an, Cutbang selalu menyempatkan diri untuk membaca buku bersampul cokelat itu.
Sepertinya memang berisi hal yang teramat penting.
Namun buku bersampul cokelat yang menggelitik keingintahuannya perlahan mulai terlupakan. Apalagi kalau bukan karena keadaan ekonomi mereka yang bahkan jauh lebih buruk dibandingkan saat masih tinggal di Idi Rayeuk.
Cutbang bisa selama dua minggu penuh bekerja menjadi kuli bangunan. Tapi dua minggu kemudian menganggur tanpa pekerjaan.
Hanya bekerja serabutan seadanya. Seperti menjadi sopir angkutan atau penjaga restoran untuk menggantikan sementara pegawai lama yang tak masuk karena sakit.
Ia pun sebisa mungkin membantu perekonomian keluarga dengan berjualan nasi lemak di depan pondok (kontrakan) kecil yang mereka sewa seharga 20 sen per bulan.
Pondok di daerah Jetulong, pinggiran kota Georgetown (ibukota Penang) ini terdiri dari 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, dan 1 dapur. Sedangkan kamar mandi terletak di luar. Digunakan bersama-sama dengan penghuni kontrakan yang lain. Yang berjumlah sekitar 10 kepala keluarga lebih.
"Maafkan aku," ucap Cutbang seringkali. Ketika simpanan uang mereka semakin menipis. Sementara Cutbang belum berhasil mendapatkan pekerjaan tetap.
"InsyaAllah nanti ada rezekinya," hiburnya tiap kali Cutbang meminta maaf. Ketika ia harus merelakan perhiasan emas mahar penikahan digadaikan sementara waktu untuk biaya menyambung hidup di negeri orang.
Namun ketika Is berusia tiga bulan, kondisi perekonomian keluarga mereka benar-benar telah sampai di titik nadir.
Terlebih dengan adanya krisis energi melanda dunia di akhir tahun 70an hingga awal 80an. Yang berdampak pada politik global.
Disusul meletusnya perang Iran-Irak pada bulan September 1980. Dan terus berlangsung hingga saat ini.
Membuat produksi minyak di Iran hampir terhenti. Dan produksi minyak Iran juga berkurang drastis. Menjadikan harga minyak dunia semakin menurun tiap tahunnya. Dan ini berpengaruh besar terhadap kondisi perekonomian di negara ketiga.
"Lakshay bilang ada banyak lowongan pekerjaan bagus di Singapura."
Lakshay adalah tetangga mereka di pondok. Pria berusia awal 30an keturunan India-Malaysia ini memang bekerja di Singapura. Dan pulang tiga bulan sekali untuk menjenguk ibunya yang telah renta di Jelutong.
"Lakshay juga bilang, ada banyak orang kita di sana," lanjut Cutbang dengan penuh semangat.
"Jika memiliki nasib baik, mungkin aku bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak."
"Bagaimanapun koneksi dalam pekerjaan itu sangat penting," pungkas Cutbang dengan wajah penuh pengharapan.
Dua minggu kemudian, Cutbang mantap untuk memboyong mereka bertiga ke Singapura.
Perjalanan darat sejauh hampir 800 kilometer dari Jelutong ke Singapura mereka lalui selama 4 hari 3 malam.
Mereka terlebih dahulu harus menyeberang ke Seberang Perai. Kemudian melintasi jalan darat di sepanjang negara bagian Perak. Lalu Selangor, Negeri Sembilan, hingga akhirnya sampai di Johor.
Perjalanan panjang mereka diakhiri dengan menyeberang Selat Johor. Untuk kemudian melewati perbatasan Malaysia-Singapura.
Sesampainya di Singapura, mereka langsung pergi menuju ke alamat yang diberikan oleh Lakshay di daerah pinggiran Sungai Kadut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomansaSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.