Siang ini, Radja terlihat sedang berdiri di balik sebuah pohon yang cukup besar sembari sesekali mengintip ke arah pintu gerbang sekolah Mey.
Ya ... ini sudah lebih dari dua minggu. Tapi, gadis belia itu nyatanya masih enggan untuk memberi kabar padanya.
Seharusnya, ini adalah pertanda jika Mey memang sudah menolak cinta cowok berusia sembilan belas tahun itu. Hanya saja, sepertinya Radja masih belum bisa melepaskan gadis mungilnya tersebut.
Hampir setiap hari Radja datang ke sekolah Mey hanya untuk memastikan gadis itu pulang dalam keadaan aman. Radja juga sudah tidak pernah melihat Mey ditindas lagi oleh teman-temannya seperti tempo hari.
Beberapa saat kemudian, Radja melihat Mey yang baru saja keluar dari dalam pintu gerbang. Gadis mungil itu tampak berjalan seorang diri, seperti biasanya.
Sesaat, Mey tampak menghentikan langkahnya. Atensinya mulai menyisiri area sekeliling, seperti sedang mencari seseorang. Ketika pandangan Mey akan tertuju ke arah pohon tempat Radja berdiam diri, Radja malah menyembunyikan tubuhnya di balik pohon tersebut.
Setelah netranya puas menyisiri area sekeliling, Mey lantas menghela napas beratanya seraya kembali melanjutkan langkahnya sembari sedikit menunduk. Ada rasa kecewa di dalam hatinya. Entah karena apa.
Setelah Mey kembali berlalu, akhirnya Radja memutuskan untuk keluar dari balik pohon tersebut. Ia terus memandangi Mey yang berjalan sendirian, hingga akhirnya gadis itu berbelok ke arah kanan.
Eh? Kanan?
Bukankah arah menuju warnet maupun arahnya pulang adalah berbelok ke arah kiri?
Setelah menyadari itu, Radja lantas berlari kecil seraya meninggalkan motornya yang sudah ia parkirkan di area taman yang tidak jauh dari sekolah tersebut.
Ia sangat panik karena takut Mey akan pergi ke tempat yang tidak baik. Dalam pandangan Radja -- Mey yang selalu datang ke warnet saja sudah termasuk kurang baik. Untuk itu, Radja takut gadis itu akan pergi ke tempat lain hanya untuk melupakan sejenak masalahnya di rumah.
Ketika Radja mulai berbelok ke arah Mey pergi, ia cukup terkejut karena melihat gadis itu yang kini telah berdiri sembari menatapnya dengan tatapan yang cukup tajam.
Radja menghentikan langkahnya seraya membalas tatapan Mey dengan napas yang masih terengah-engah. Perlahan, Mey mulai berjalan menghampirinya dengan raut wajah yang masih terlihat sangat kecewa.
Mey mulai mempercepat langkahnya hingga setengah berlari ketika jarak mereka tinggal dua meter. Sesampainya di hadapan Radja, ia spontan memukul-mukul dada bidang Radja dengan kepalan tangannya sembari menangis.
“Kenapa baru nyari aku? Aku kira, Kakak udah nyerah! Aku kira, Kakak udah ninggalin aku!” gerutu Mey dengan air mata yang sudah membanjiri pipi chubby-nya.
Radja lantas meraih kedua tangan Mey yang sedari tadi tengah memukul-mukul dadanya. “Saya selalu datang ke sini. Tapi, saya gak berani menghampiri kamu karena kamu sama sekali belum menghubungi nomor saya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SOULMATE : Our Story
Любовные романыDeskripsi nyusul, yaa.. intinya ini kisah nyata dan aku berkolaborasi dengan adik iparku.