Alaric terbangun dari tidur lelapnya ia terkejut ketika mendengar suara ketukan di pintu kamar dan teriakan Prince. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya dan melirik jam di dinding. Masih sangat pagi, namun ia tahu bahwa Prince tidak akan tenang sampai mereka benar-benar bertemu dengan "dokter cantik" yang dimaksud, yaitu Dokter Livia."Ya, ya, Ayah bangun. Tenang saja, Prince," sahut Alaric sambil berusaha menenangkan keponakannya yang terlihat sangat bersemangat itu.
Alaric cepat-cepat mandi dan berpakaian rapi, sementara Prince menunggunya dengan tidak sabar di ruang tamu. Mata Prince berbinar, seolah setiap detik yang berlalu terasa begitu lambat.
"Ayah, cepat! Kita tidak boleh terlambat! Dokter cantik pasti sudah menunggu," desak Prince lagi dengan suara memohon.
"Sudah, sudah, kita akan segera berangkat," jawab Alaric sambil memakai sepatunya. Ia tersenyum melihat antusiasme keponakannya. Semenjak kejadian tragis yang merenggut kedua orang tua Prince, Livia adalah satu-satunya orang yang berhasil membuat Prince kembali tersenyum dan bersemangat.
Mereka berdua kemudian bergegas keluar rumah dan menuju mobil Alaric. Sepanjang perjalanan, Prince terus bercerita tentang rencananya untuk hari itu, membuat Alaric tersenyum mendengar celotehannya. Ia merasa lega melihat keponakannya mulai menemukan kebahagiaan lagi, meskipun belum sepenuhnya pulih.
Sesampainya di rumah sakit, Prince langsung melompat keluar dari mobil dan berlari menuju pintu masuk. Alaric mengikutinya dari belakang dengan langkah cepat. Di dalam, mereka disambut oleh senyuman hangat Livia yang sudah menunggu.
"Selamat pagi, Prince. Selamat pagi, Tuan Alaric," sapa dokter Livia dengan ramah.
"Pagi, Dokter cantik!" seru Prince dengan antusias.
"Selamat pagi, Dokter Livia," balas Alaric sambil mengangguk sopan.
Livia tersenyum lebar melihat kegembiraan Prince yang tidak terbendung. "Bagaimana kabar kamu hari ini, Prince?" tanyanya lembut, membungkuk sedikit untuk menyamakan tinggi mereka.
"Kabar baik, Dokter cantik! Aku punya banyak cerita untukmu!" jawab Prince dengan semangat, matanya berbinar-binar.
Alaric tersenyum melihat interaksi tersebut. "Prince sudah tidak sabar untuk bertemu dengan dokter sejak pagi tadi," tambahnya, mengamati bagaimana Livia mampu membuat Prince begitu nyaman dan bahagia. Padahal mereka baru sekali bertemu.
Livia tersenyum penuh pengertian. "Dokter senang mendengar itu, Prince. Ayo, masuk," ajaknya dengan lembut. Namun, sebelum melangkah lebih jauh, Alaric berbicara kepada Prince, "Prince, Ayah akan menunggu di luar ya, Nak."
Prince mendongak dengan raut wajah bingung. "Kenapa ayah tidak ikut masuk?"
Alaric memberikan senyum meyakinkan. "Ayah harus menelepon klien dulu, Nak. Masuklah dan ceritakan semuanya pada Dokter Livia, nanti Ayah menyusul." Alaric berbohong, ia sengaja memberi ruang Livia bersama dengan Prince, ia ingin membiarkan Prince bebas untuk berbicara tanpa merasa diawasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALAIKAT DI TENGAH KITA (END)
RomanceAlaric Malvin Karta adalah seorang CEO sukses yang merawat keponakannya, Arkana Prince Karta, yang berusia lima tahun setelah kecelakaan tragis merenggut nyawa kedua orang tuanya. Kecelakaan tersebut membuat Prince yang ceria menjadi murung dan pend...