55. Terkuak

2.3K 211 29
                                    

Happy reading

maaf lama, pdhal bab lengkap tp takut ngecewain kalian krna dh masuk problem, jangan kecewa yaaa 🥹

-

-

"Awas nanti jatuh,"

"Ba..."

Lara tertawa mendongakkan wajah tatkala Karang dengan sengaja membercandainya dengan mencondongkan tubuh ke depan. Membuat Lara panik sesaat lalu tersenyum dalam gendongan pemuda itu.

Karang juga tertawa kecil. Mengeratkan gendongannya. Menyusuri trotoar sepi karena ini sudah malam. Jalanan juga lembab, beberapa genangan air terlihat. Langit juga sedikit gerimis membuat hawa dingin menusuk. Lampu taman yang menyinari temaram menghanyutkan kebersamaan mereka.

Dibawah sinar bulan itu, Karang sesekali memutarkan tubuhnya memancing Lara agar gadisnya tertawa. Sungguh, suara tawa Lara sangat cantik sekali. Candu untuk didengar.

"Dingin ngga, Ra?" tanya Karang khawatir.

"Engga, kan pake jaket kamu," jawabnya riang. "Kamu dingin?" tanya Lara gantian.

"Iya, makannya peluk yang kenceng dong," suruh Karang tersenyum puas. Lara tertawa lagi. Mengeratkan rangkulannya pada leher Karang.

Pada hari bahagia yang sudah ia lalui itu, Lara cepat tersadar. Ia menghentikan tawanya. Terkadang, saat dirinya sedang senang terlalu berlebihan, ia selalu merasa bersalah. Diluar sana pasti ada yang sedang melalui hari dengan berat. Seperti yang pernah Lara lalui.

Bisakah semua kebahagian dibagi sama rata?

Semua penduduk bumi harus senang. Tidak ada kesedihan agar semua orang yang sedang memiliki hari bahagia tak perlu merasa bersalah pada orang yang dapat hal sedih. Meski itu mustahil, karena Tuhan selalu menciptakan dua hal sebagai pembanding.

Sedih dan bahagia, kaya dan miskin, luka dan sembuh. Semuanya.

"Ra," panggil Karang menyadari Lara yang tiba-tiba terdiam.

Lara tersadar. "Hm?"

"Kenapa diam?"

Lara menggeleng, tersenyum tipis. "Aku sayang kamu Karang," katanya mengeratkan pelukan.

Karang terkekeh. "Aku lebih sayang sama kamu,"

Lara terdiam. Semakin mengeratkan pelukannya. Pikirannya berkecamuk dalam kepala. Ia merasa tiba-tiba kosong. Entah mengapa, dunianya seperti terasa dihentikan pada saat ini.

"Karang, bener suatu saat kita bisa ngunjungin bayi hiu paus itu?" tanya Lara ragu.

Karang menyatukan alisnya. "Kenapa engga? Kita pasti kesana Lara,"

Lara tak langsung menjawab. Meneguk ludahnya sesaat. "Aku tiba-tiba ngerasa kalau aku ngga bisa jenguk bayi hiu paus lagi. Entah kenapa..." ungkapnya memelan.

Karang memelankan langkahnya. Membenarkan gendongannya semakin erat. Hatinya tak tenang saat mendengar ungkapan Lara barusan. Seolah akan ada hal besar yang akan melanda mereka setelah ini.

"Engga, Ra. Kita pasti kesana lagi," ucapnya meyakinkan.

Keduanya terus melanjutkan perjalanan. Suasananya sunyi. Hanya mereka yang berjalan di taman sepi. Dengan perasaan Karang yang berubah tak tenang sekaligus marah.

"Karang, kalo suatu saat nanti aku ngga bisa ngunjungin bayi hiu pausnya. Kamu yang kesana ya," cicitnya ragu.

Karang menghela nafas. Merapatkan bibirnya menghentikan langkah. Ia marah saat Lara mengatakan hal itu. "Ra, kita bakal kesana bareng. Percaya sama aku. Jangan ngomong gitu ya? Aku ngga suka," katanya berusaha lembut.

Sea For Blue WhalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang