Karakter, latar, dan alur cerita dalam karya ini adalah hasil imajinasi penulis. Meskipun mungkin terinspirasi dari peristiwa nyata, tidak ada niatan untuk menggambarkan orang, tempat, atau kejadian tertentu secara akurat. Cerita ini ditujukan untuk hiburan semata.
• • •
Keesokan paginya, Jocelyn terbangun dengan perasaan yang lebih baik. Luka di lututnya sudah mulai mengering, dan ia merasa lebih bersemangat untuk menjalani hari barunya di sekolah. Ia tidak sabar untuk bertemu lagi dengan Sarah dan Jason.
Sesampainya di sekolah, Jocelyn langsung disambut oleh Sarah. "Jocelyn, sini!" panggil Sarah sambil melambaikan tangan.
Jocelyn menghampiri Sarah yang sudah duduk di bangkunya. "Hai, Sarah," sapa Jocelyn.
"Hai, Jocelyn. Gimana lututmu? Sudah baikan?" tanya Sarah.
"Sudah mendingan, kok," jawab Jocelyn sambil tersenyum.
"Syukurlah," kata Sarah. "Oh ya, kenalin ini teman-temanku. Ini Rani, Dinda, dan Fajar."
Jocelyn menyalami teman-teman baru Sarah. Mereka terlihat ramah dan menyenangkan. Jocelyn merasa senang bisa memiliki teman-teman baru di sekolah ini.
Bel masuk berbunyi, pelajaran dimulai. Jocelyn berusaha berkonsentrasi, tapi pikirannya seringkali teralihkan ke Jason. Ia teringat senyuman manis dan mata teduh pemuda itu.
Saat jam istirahat, Jocelyn, Sarah, Rani, Dinda, dan Fajar duduk bersama di kantin. Mereka mengobrol tentang berbagai hal, mulai dari pelajaran sekolah hingga gosip artis. Jocelyn merasa diterima di kelompok ini.
"Jocelyn, kamu ikut ekstrakurikuler apa?" tanya Rani.
"Aku belum tahu," jawab Jocelyn. "Masih bingung mau ikut yang mana."
"Kamu bisa ikut pramuka, tari tradisional, atau paduan suara," saran Dinda. "Atau kamu bisa ikut klub bahasa Inggris, kalau kamu suka bahasa Inggris."
Jocelyn mengangguk. Ia tertarik untuk ikut klub bahasa Inggris.
"Nanti aku kenalin kamu ke Kak Riko, ketua klub bahasa Inggris," kata Fajar. "Dia orangnya asyik, kok."
Jocelyn tersenyum. Ia merasa beruntung memiliki teman-teman yang baik dan perhatian.
Setelah jam pelajaran selesai, Jocelyn berjalan pulang bersama Sarah. Mereka melewati jalan setapak yang sama dengan kemarin.
"Kamu sering pulang bareng Jason?" tanya Sarah.
Jocelyn menggeleng. "Kemarin baru pertama kali."
"Jason itu orangnya baik, lho," kata Sarah. "Dia rajin membantu orang lain. Kamu beruntung punya tetangga seperti dia."
Jocelyn tersenyum. Ia setuju dengan pendapat Sarah. Jason memang pemuda yang baik hati.
Sesampainya di rumah, Jocelyn melihat Jason sedang menyapu halaman rumahnya. Jocelyn menghampiri Jason.
"Hai, Jason," sapa Jocelyn.
Jason mendongak, terkejut melihat Jocelyn. "Oh, hai Jocelyn. Kamu sudah pulang?"
"Iya," jawab Jocelyn. "Terima kasih ya, sudah menolongku kemarin."
"Sama-sama," jawab Jason sambil tersenyum. "Lututmu sudah baikan?"
"Sudah mendingan," kata Jocelyn. "Oh ya, aku mau ikut klub bahasa Inggris. Kamu ikut ekstrakurikuler apa?"
"Aku ikut klub sepak bola," jawab Jason. "Aku suka olahraga."
"Wah, keren," kata Jocelyn.
Jocelyn dan Jason mengobrol sebentar sebelum akhirnya Jocelyn pamit masuk ke dalam rumah. Ia merasa senang bisa berteman dengan Jason. Pemuda itu seperti sinar matahari yang menyinari hari-harinya.
Malam harinya, Jocelyn duduk di teras rumah sambil memandangi bintang-bintang. Ia teringat percakapannya dengan Jason tadi sore. Jocelyn merasa nyaman berada di dekat Jason. Pemuda itu membuatnya lupa akan penyakitnya dan semua masalahnya.
Jocelyn tersenyum. Ia berharap bisa terus berteman dengan Jason. Mungkin pemuda itu bisa menjadi teman sejatinya di desa ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dying Wish
RomanceJocelyn, gadis SMA ceria dari kota, harus pindah ke desa terpencil karena penyakit yang mengancam hidupnya. Di desa itu, ia bertemu dengan Jason, pemuda desa yang baik hati dan penyayang. Persahabatan mereka tumbuh menjadi cinta yang tulus di tengah...