07.

2.1K 55 7
                                    

~~

••Just info

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

••
Just info. Judul cerita ini aku rubah sedikit.
Yang sudah pada Vote thanks you, vote lagi biar makin gencar up..

.
.
.
.
.
.
.





~•~

"RAYYAN STOP!!" Teriakan Dhita sukses membuat Rayyan berhenti, ia menoleh melihat Dhita yang menatapnya. "Stop. Aku takut," Rayyan melepas Jo begitu saja lalu menghampiri istrinya.

Sepertinya Dhita beneran takut, sebab saat Rayyan mendekati gadis itu, Dhita justru mundur. "Hai.. Nggak apa-apa, ini aku." Kata Rayyan mengulurkan tangannya.

Dhita menarik napas pelan, lalu mengangguk menerima uluran tangan suaminya. "Kita pulang aja, nanti kapan-kapan kita balik kesini lagi." Kata Rayyan lembut yang di angguki oleh Dhita.

Sebelum pergi Rayyan mengeluarkan dompetnya, mengeluarkan uang berwarna merah beberapa lembar. "Ini saya bayar es krim sama ganti ruginya." Karyawan di kedai itu belum sempat mengeluarkan suaranya, namun Rayyan sudah pergi.

Tiba di apartemen, Dhita segera menyuruh Rayyan duduk. "Duduk sini biar aku obati." Katanya seraya menaruh tasnya di sofa single.

"Nggak perlu, aku udah biasa." Dhita tak mengindahkan ucapan Rayyan, gadis itu ke dapur mengambil kotak P3K.

Tak lama Dhita kembali, dia duduk di samping Rayyan yang sedang memejamkan matanya sambil menyandarkan tubuhnya di sandara sofa.

"Maaf ya kalau sakit," Dhita mulai mengolesi anti septik ke luka lebam di sudut bibir suaminya.

"Ahk! Ssst.. Sakit!" Rayyan meringis menahan perih, Dhita mendengus kecil.

"Tadi katanya udah biasa." Ledek Dhita.

Rayyan hanya tersenyum tipis, tangan kanannya meraih pinggang Dhita, gadis itu memekik saat ia di tarik menjadi duduk di pangkuan suaminya.

"A.. Aku turun aja, aku berat." Gugup Dhita berusaha turun.

"Diam! Atau aku unboxing sekarang?!" Tentu saja Dhita seketika diam, matanya pun sudah mendelik pada Rayyan yang juga menatapnya.

Rayyan mana peduli, cowok itu tersenyum miring sembari menaik turunkan alisnya.

Menghela napas mau tak mau, Dhita mengobati luka Rayyan dengan berada di atas pangkuannya. "Tadi kenapa takut?" Tanya Rayyan.

Dhita kembali menghela napas sejenak. "Gimana nggak takut, pertama kali lihat orang berantem, apalagi itu kamu. Selain takut aku juga khawatir kamu kenapa-napa," Jawaban jujur Dhita membuat Rayyan tertegun.

Rayyan menangkup sebelah wajah istrinya. "Aku nggak akan mulai. Kalau dia nggak mulai duluan," Ujarnya lembut sambil mengusap pipi putih Dhita.

"Dia musuh geng kamu?" Rayyan mengangguk.

𝐑𝐚𝐲𝐲𝐚𝐧 𝐏𝐨𝐬𝐞𝐬𝐢𝐟 𝐁𝐨𝐲 (Lêê Jêñð) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang