Sebenarnya, rasa kesal sudah menjadi lauk pauk seorang Nana setiap harinya. Nana berjalan menuju kamarnya, mencubit pangkal paha Jeno yang masih tidur lelap.
"Aahhhh!!! Nana sakit hueee" Jeno menggeliat, merasakan cubitan kuat pada pahanya.
"Aku udah bilang berapa kali coba sama kamu??!! Kalo habis eek di siram!! Jorok banget! Jangan bilang kamu nggak cebok lagi!!" Nana membentak Jeno.
Yang di bentak cuma bisa merengut, Jeno bangkit dan berjalan menuju kamar mandi di ikuti oleh Nana tentunya.
"Noh, liat! Eeknya!! Bau enggak??"
"Hehehe,, maaf Nana — besok Jeno nggak ngulangin lagi"
"Kalo udah di siram, terus di apain??"
"Di semprot pewangi-wangi, hehe" kekeh Jeno.
"Itu baygon sayang, wangi-wanginya yang warna oren itu!"
Jeno mengerjap pelan. "Ohh,, iya lupa hehe"
Nana kembali memijit batang hidugnya, ia amati Jeno dengan seksama. Yang jelas, semenjak ada Nana—perubahan besar mulai terlihat.
Nana pernah berada di fase ingin menyerah dan mengakhiri hidupnya. Yaitu di saat Nana pertama kali tinggal bersama dengan Jeno, si penderita autis yang sangat kaya raya ini. Bahkn tuan Jung yang kini menjadi ayah mertuanya pun melunasi semua hutang-hutang kedua orang tua Nana.
Asalkan Nana mau menjadi jaminannya. Yaitu menikah dengan Jeno, putra semata wayangnya yang memiliki gangguan mental.
"Udah Nana, sekarang Jeno mau bobok lagi"
Lamunan Nana buyar, ia mengangguk dan kembali menuntun bayi besarnya menuju kamar.
Setelah Jeno merebahkan diri, Nana kembali menuju kamar mandinya. Membuka lingerie biru muda transparannya, menyapa setiap ruas tubuh moleknya pada pantulan kaca besar kamar mandinya.
"Pinter ngelukis juga kamu ya, hmmmm??" Nana menggumam, ia remas nipple yang masih terasa nyeri miliknya.
Kemudian ia usap bagian pangkal paha hingga—vaginanya yang merah merekah itu.
Jemari lentik Nana meraba sensual, labia vagina tembamnya. Lenguhan kecil dari mulutnya, menghias kamar mandi itu.
"Aakkhhhh,, sial!! Lamotan kamu enak banget ternyata" senyum Nana merekah, melanjutkan untuk mandi di minggu yang masih teramat pagi ini.
✨✨
Sesibuk-sibuknya Nana, ia tidak pernah telat untuk mengajak Jeno-nya jalan-jalan. Ia gandeng tubuh bongsor di sampingnya yang sedang menikmati es krim rasa coklat.
"Nana mau es krim engga??"
"Ck!! Buat kamu aja, kalo Nana makan es krim bisa luntur make up Nana nanti!" ujar Nana sedikit kesal, ia arahkan sebuah tisu pada mulut Jeno.
Jeno, lelaki dengan tinggi 187 cm tersebut rela membungkukan badannya agar Nana bisa mengelap bibirnya.
"Terimakasih Nana"
"Nggak usah lebay! Kamu udah gede ngelap sendiri apa engga bisa? Atau kamu memang sengaja makan belepotan kaya gitu biar di lap sama aku??"
"Kok Nana nyolot sih? Jeno juga engga minta di lap sama Nana kok?"
Ah bener juga sih! Ini Nana yang keterlaluan apa bagaimana?? Oh, mungkin karena shopping mall tersebut sangat ramai. Jadi, tau lah supaya Nana tetap keliatan romantis di depan khalayak ramai. Mungkin—!
KAMU SEDANG MEMBACA
My Idiot Husband || NOMIN
RomanceMy Idiot Husband Jeno : Dom Jaemin : Sub Nomin Fanfiction Writer : Papi