Karina
Sambil bertopang dagu ia memperhatikan gerik Jefan. Yang kini tengah menyimpan tumpukan celana panjang, kaos, dan kemeja ke dalam travel bag. Lalu menyusunnya satu per satu dalam lipatan yang tergolong cukup rapi.
"Beneran nih nggak butuh bantuan?" tanyanya dengan tetap bertopang dagu. Terus memperhatikan Jefan yang masih merapikan susuan baju di dalam travel bag.
Jefan tertawa, "Nggak usah."
"Udah kamu tidur aja. Ntar malam-malam Aran bangun nggak kedengeran lagi."
Ia mencibir. Sebab seringkali tak langsung terbangun ketika Aran menangis. Justru Jefan yang lebih dulu terjaga, lalu membangunkannya.
Hei, jangan protes dulu.
Terus terang sepanjang malam, ia selalu merasa mengantuk dan lelah. Tiap bertemu bantal inginnya tertidur lelap tanpa adanya gangguan. Terlebih dari suara jerit tangis Aran yang begitu kencang selaksa tujuh oktaf.
Tapi apa daya, bayi merah berpipi bulat itu sepertinya selalu merasa lapar. Hampir dua jam sekali ia harus bangun untuk mengASIhi.
Meski lebih sering sembari terkantuk-kantuk. Bahkan Jefan harus senantiasa siaga memegangi Aran di pangkuannya. Menjaga agar jangan sampai terguling lalu terjatuh. Sebab ia memberi ASl sembari tertidur.
Ternyata oh ternyata, mengurus bayi selama 24 jam benar-benar menguras tenaga. Padahal banyak bala bantuan yang menemaninya merawat Aran. Ada Mama, Teh Cucun, bahkan Jefan. Tapi tetap saja ia merasa kelelahan.
Dasar dirinya.
"Lagian besok kamu mau antre lama," lanjut Jefan yang kini sedang mengecek kelengkapan dokumen yang hendak dibawa ke Bandung. Agar jangan sampai ada yang tertinggal.
"Buruan tidur. Biar nggak kecapekan."
Tapi ia justru bangkit. Lalu meraih beberapa kaos dan celana milik Jefan yang mash tersimpan di atas tempat tidur. Dan mulai menyusunnya di dalam travel bag.
"Dibilang suruh tidur juga," Jefan mengacak puncak kepalanya lembut.
Tapi ia hanya mencibir, "Kamu bawa jaket berapa? Cuma dua?"
"Aku mau ke Bandung, Rin," seloroh Jefan yang justru menangkup kedua pipinya lembut. "Bukan ke Timbuktu."
"Idiiih!" ia kembali mencibir.
"Bandung dingin tahu!" sungutnya sembari berjalan menuju ke arah lemari. Lalu memperhatikan deretan baju Jefan yang masih tersimpan rapi di dalam lemari. Dan memutuskan untuk menarik dua buah sweater berhoodie.
"Bawa yang ini ya," tanpa menunggu persetujuan dari Jefan, ia segera meletakkan sweater tersebut ke dalam travel bag.
Jefan hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. Ketika melihatnya mengacak-acak tumpukan baju yang telah tersusun rapi di dalam travel bag. Lalu menambahkan beberapa potong baju seenaknya tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu pada si empunya.
Yang pasti, niat baik untuk membantu Jefan packing, bukannya mempercepat proses tapi justru memperlama.
"Nih udah," ujarnya dengan penuh kepuasan. Setelah berhasil menambahkan banyak barang ke dalam travel bag Jefan.
Lalu memilih untuk naik ke atas tempat tidur. Dengan seenaknya meninggalkan begitu saja travel bag Jefan yang penataannya kembali acak adut tak karuan.
"Awas lho jangan ada yang dikurangi," ancamnya sambil—pura-pura—merengut.
"Apalagi dikembaliin ke lemari," lanjutnya yang telah merebahkan diri di atas tempat tidur. Memandangi Aran yang telah terlelap.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.