Karina
Tiba-tiba saja kehangatan menelusup di relung hatinya. Ketika menatap punggung setengah membungkuk Jefan yang kini sedang menggendong Aran.
"How i miss you," gumam Jefan seraya menciumi pipi, hidung, dan kening Aran.
Hal sederhana yang membuat kedua pipinya sontak menghangat. Seulas senyum bahkan terkembang dengan sendirinya. Bersama luapan rasa bahagia yang terasa meluapi tepian hati.
Sementara di kejauhan, suara takbir terdengar saling bersahutan. Benar-benar perpaduan yang sempurna. Menciptakan suasana yang hanya dipenuhi oleh ke-bahagiaan tanpa sisa.
Allaahu Akbar Allaahu Akbar Allaahu Akbar
Laa laaha Illallaahu Wallaahu Akbar
Allaahu Akbar Walillaahilhamd
Ia terus saja memperhatikan Jefan. Yang kini tengah memandangi Aran. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Jefan hanya menyunggingkan senyum. Lalu mengangguk-anggukkan kepala pada Aran. Seolah sedang melakukan teknik berkomunikasi tingkat tinggi. Alias berbicara dari hati ke hati.
"Ngomong dong," selorohnya. "Aran paling seneng kalau diajak ngobrol."
"Apalagi dengerin suara Abang."
"Tiap bangun malam buat nen, selalu aku puterin podcast Eragon," ia tersenyum sendiri demi mengingat rutinitas yang kerap dilakukannya tiap malam.
"Begitu denger suara Abang, Aran jadi lebih tenang. Terus tidur nyenyak deh."
Jefan tersenyum menatapnya, "Like mother like son?"
Ia mencibir. Namun sejurus kemudian tertawa malu, "Absolutely, yes."
"Seandainya Aran tahu...," kini Jefan mengerling ke arahnya. "Kisah di balik perjuangan Ayahnya bikin podcast."
"Ck! Mulai deh!" ia semakin mencibir. "Iya tahu... tahu! Dulu aku orangnya ngeselin, nyebelin, rese, terus apalagi?!"
Namun Jefan justru tergelak sembari meraih bahunya dengan sebelah lengan, "Galak tapi nyenengin."
"Nyenengiiiiin banget," lanjut Jefan seraya mencium puncak kepalanya dalam-dalam.
"Ish!" tapi lagi-lagi ia mencibir. Pura-pura ingin memberontak dari rengkuhan Jefan. Namun lengan Jefan justru semakin dalam melingkupi bahunya. Hingga ia pun akhirnya pasrah saja direngkuh sedemikian rupa.
Kini Jefan melakukan dua hal sekaligus. Yaitu lengan kiri menggendong Aran. Sementara lengan kanan melingkar di sepanjang bahunya.
"Aran udah gede banget nggak sih sejak terakhir kali aku lihat?" gumam Jefan seraya kembali mencium puncak kepalanya.
Tapi ia mengangkat bahu, "Masih sama ah."
"Tuh lihat," kini Jefan kembali memperhatikan Aran.
"Pipinya tambah bulat. Kakinya makin berisi. Lengannya juga...." Jefan mengangkat lengan kiri Aran yang berbalut long sleeve bermotif ikan lumba-lumba. Gerakan halus yang membuat wajahnya semakin melekat di dada Jefan.
"Kekar banget lengannya," sambung Jefan seraya menggelengkan kepala dan berdecak heran.
"Ish, lebay ah!" ia mencibir. Lalu berusaha melepaskan diri dari rengkuhan.
"Nggak bisa napas awas ih!" ia bersungut-sungut karena Jefan tak bersedia mengabulkan keinginannya. Justru kian merengkuh bahunya dalam-dalam.
Hingga protes dan usaha kerasnya untuk melepaskan diri membuat Jefan terkekeh. Sampai akhirnya Jefan rela mengangkat lengan kanan yang sedari tadi melingkari bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
Storie d'amoreSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.