170. Adrenalin Rush

302 46 12
                                    

Jefan

Ia bukannya tak menyadari jika dalam kurun waktu seminggu terakhir, intensitas komunikasi dengan Karina merosot tajam. Tapi ia benar-benar tak memiliki waktu untuk sekedar memikirkannya. Rutinitas harian benar-benar menenggelamkan diri.

Diawali dengan jadwal kuliah pagi. Kadang dilanjut praktikum. Lalu disambung mengajar bimbel hingga malam.

Pulang ke rumah inginnya langsung istirahat. Disempatkan menelepon Karina, tapi tak diangkat. Kemungkinan besar Karina juga sudah tertidur kelelahan.

"Kak Jefan?"

Ia yang sedang membereskan modul usai kelas terakhir mendongak. Di depannya sudah berdiri Aqeeva dan seorang wanita cantik.

"Kenalin nih Mama aku," ucap Aqeeva sambil tersenyum.

"Halo?" wanita tersebut tersenyum.

Ia pun balas tersenyum.

"Kenalin saya Errin, Mamanya Aqeeva."

Ia membalas uluran tangan Bu Errin sambil tersenyum mengangguk, "Jefan."

"Tadi di depan saya sudah bilang ke Kang Lukman," Bu Errin menarik kursi yang ada di dekat mereka. Lalu mendudukkan diri di sana.

"Eh, saya duduk di sini, boleh ya?" Bu Errin tertawa kecil.

"Boleh, Bu. Silakan."

"Ini... saya tuh seneeeng banget, karena sejak tutornya dipegang sama Kak Jefan, nilai ulangan Aqeeva di sekolah terus meningkat."

"Alhamdulillah," gumamnya sungguh-sungguh.

"Udah gitu stabil lagi. Ya sayang ya?" Bu Errin menoleh ke arah Aqeeva yang tersenyum malu.

"Jadi, saya mau minta Kak Jefan buat ngajar privat Aqeeva di rumah."

"Biar lebih intensif gitu."

"Nggak usah jauh-jauh datang ke sini."

"Bisa kan ya?"

"Tadi saya sudah ijin sama Kang Lukman, katanya keputusan ada di tangan Kak Jefan."

Ia jelas membutuhkan pemasukan tambahan. Agar kantong yang dimiliki bisa lebih bersahabat. Sebab selain kebutuhan kuliah dan sehari-hari, ia tentu ingin memanjakan Karina dan Aran sesekali. Meski bukan dengan barang yang wah.

Dan hanya dengan membayangkan bisa memberikan sesuatu yang membuat senyum di wajah Karina merekah, berhasil memompa semangatnya hingga mendadak tumbuh berkali lipat.

Atas sepengetahuan dan persetujuan dari pihak Magna Edu, ia akhirnya resmi memiliki double job. Yaitu mengajar bimbel dan memberikan les privat di rumah Aqeeva.

"Jangan sungkan, anggap rumah sendiri," seloroh Bu Errin ketika untuk pertama kali ia datang mengajar.

Rumah megah berlantai tiga itu terlihat sepi. Hanya terdapat beberapa ekor kucing, seorang satpam yang membukakan pintu gerbang, serta seorang pekerja rumah tangga yang memberinya segelas sirup dingin dan cemilan.

"Nanti hitungannya per minggu saja ya, biar saya nggak lupa," begitu kata Bu Errin.

Ia mengangguk.

Sejak saat itu ia bahkan lupa untuk sekedar memberi kabar melalui pesan chat pada Karina. Sebab waktu 24 jam seolah berkejaran tiada henti.

Tapi ia yakin, Karina akan mengerti. Toh ia sudah menceritakan, jika mengambil kerja paruh waktu di sebuah bimbel. Hingga mengharuskannya selalu pulang malam.

- - - - - - - 

"Ini untuk minggu pertama," ucap Bu Errin siang ini, sambil mengangsurkan sebuah amplop berwarna cokelat padanya.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang