174. Life Must Go On

243 34 0
                                    

Jefan

Ia pulang ke Bandung dengan hati berbunga. Penuh diliputi oleh rasa hangat dan kebahagiaan yang meluap-luap. 

Bersama berkardus-kardus stok persediaan makanan yang dibawakan Mama Karina. Ia melajukan kemudi meninggalkan lambaian tangan dari sesosok cantik pemilik hatinya.

"Jangan lupa mampir dulu ke Mamak," begitu kata Karina ketika ia sedang berganti baju usai mandi.

"Mumpung Abang lagi di sini kan."

"Ntar keburu tugas kuliah seabrek nggak bisa sering-sering pulang."

Ia tersenyum seraya mengecup kening Karina sekilas. (Dulunya) Cewek berisik yang memiliki hobi memukul dan berbicara dengan nada membentak ini ternyata memiliki hati selembut sutera.

Dari rumah Karina ia melajukan kemudi menuju rumahnya sendiri. Setengah jam dirasa cukup untuk sekedar melepas rindu. Karena hari ini ia ada jadwal kelas di jam 10 pagi.

"Ini dari Tante Karina nih," ia menyerahkan paper bag titipan dari Karina pada Sasa.

Tapi Sasa justru berlari keluar teras dan celingukan mencari-cari sesuatu, "Dekgam mana Yah Bit? Nggak ikut?"

Ia tertawa, "Nggak, Sa."

"Yaaah," Sasa terlihat kecewa. "Padahal aku mau ngasih lihat mainan baru ke Dekgam."

"Mainan apa?" ia tersenyum sambil mengusap puncak kepala Sasa. "Sini Yah Bit lihat."

Sasa langsung berlari masuk ke dalam kamar. Sambil menunggu, ia meletakkan paper bag titipan dari Karina. Kemudian mendudukkan diri di kursi.

Bersamaan dengan Mamak yang muncul sambil membawa nampan. Lalu meletakkan nampan yang berisi segelas teh manis hangat dan sepiring ubi rebus ke atas meja.

Sementara dari arah dapur terdengar suara spatula beradu dengan wajan. Diikuti bau harum khas rempah. Diiringi teriakan Icad dan Umay yang tengah bertengkar karena berebut kamar mandi.

"Sudah sarapan?" Mamak mengambil duduk di sebelahnya.

Ia mengangguk. Tadi ia sempat makan setangkup roti bakar hangat di rumah Karina.

Namun meski begitu, diambilnya sepotong ubi yang ternyata masih hangat suam-suam kuku. Lalu memakannya.

"Aku cuma sebentar di sini."

Mamak mengangguk, "Langsung ke Bandung?"

"Iya. Ada kuliah pagi."

Mamak beranjak dari duduk, "Bawa makanan ya, untuk teman nasi."

Mulutnya sudah setengah terbuka hendak menolak. Sebab Mama Karina telah membekali dua box penuh makanan matang. Kalau Mamak juga membekalinya, bisa dipastikan stok makanannya akan berlebih.

Tapi karena Mamak sudah berjalan ke dapur. Ia akhirnya berseru, "Sedikit saja, Mak. Khawatir nggak kemakan."

"Ini Yah Bit," Sasa muncul dari dalam kamar sambil membawa dua kotak plastik kecil bekas pembungkus sereal.

"Slime pelangiii," ucap Sasa dengan wajah memancarkan rasa bangga. "Aku buat sendiri Yah Bit."

"Wah?" ia membelalakkan mata demi melihat slime berwarna pelangi yang ditunjukkan oleh Sasa.

"Bagus," ia mengacungkan jempol. "Keren... keren."

"Sasa?" Kak Fatma muncul dari arah dapur. "Waktunya mandi. Terus berangkat sekolah."

Sasa menggeleng, "Nanti, Ma. Sasa mau main slime dulu sama Yah Bit."

Kak Fatma lalu mengambil duduk di sebelahnya, "Kata Mak mau langsung ke Bandung?"

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang