Jefan
Ia sedang merapikan barang-barang pribadi miliknya. Memasukkan seluruh barang tersebut ke dalam dua buah box warna cokelat pemberian dari Rival.
Satu box berisi tumpukan map dan file penting terkait dengan pekerjaan. Sementara box lainnya berisi sajadah, seperangkat alat tulis kantor, buku agenda, frame bergambar lukisan foto keluarga, mug favorit, dan cenderamata pribadi pemberian dari para rekanan.
"Yang ini jangan ketinggalan, Bang," Rival mengangkat sebuah plakat berlogo University of Tokyo.
Yang menuliskan nama lengkapnya di sana. Kenang-kenangan ketika mengikuti kerjasama riset dengan beberapa ilmuwan dari Tokyo Uni.
Ia menerima plakat dari tangan Rival. Lalu memasukkannya ke dalam box. Memastikan itu adalah barang pribadi terakhirnya di ruangan ini.
"Saya tunggu di luar, Bang," Rival menunjuk tangan ke arah pintu keluar. "Kali-kali Abang mau privat farewell."
Ia tertawa, "Oke, Val."
Begitu Rival menutup pintu. Ia kembali mengambil duduk. Di atas kursi kerjanya selama dua tahun terakhir.
Diedarkannya pandangan ke seluruh ruangan. Masih seperangkat sofa yang sama seperti kali pertama ia masuk ke ruangan ini.
Termasuk layout ruangan, furniture pelengkap, hiasan dinding, dan detail kecil lainnya.
Yang membedakan hanyalah seperangkat alat multimedia dan elektronik paling mutakhir. Berfungsi sebagai penunjang utama dalam melakukan tugas dan pekerjaannya.
Kini matanya tertumbuk pada bingkai yang menggantung di salah satu sisi dinding ruangan. Berisi foto dan daftar nama pengampu jabatan deputi dari waktu ke waktu.
Membuat ingatannya melayang pada pertemuan dengan Dio di sebuah tempat makan, hampir tiga atau empat bulan yang lalu.
Dio, meskipun mereka telah saling mengenal sejak duduk di bangku kuliah. Namun posisi di tempat kerja, secara struktural hanyalah sebagai pimpinan dan staf.
Mereka hanya bertemu ketika rapat terbatas, rapat koordinasi, rapat kerja, dan rapat-rapat lainnya.
Namun Dio yang terkenal sangat tertutup untuk urusan di luar pekerjaan. Tiba-tiba memintanya untuk bertemu secara pribadi.
"Ini bukan keputusan mudah."
"Tapi pilihan hanya satu."
Ia mengangguk mengerti. Mereka berdua termasuk jenis orang yang sama. Meletakkan kepentingan keluarga di strata tertinggi.
Hanya tak pernah menduga. Keputusan yang Dio ambil akan secepat dan seekstrim ini. Termasuk pernyataan Dio selanjutnya yang cukup mengejutkan.
"Pak Presiden meminta beberapa nama kandidat."
Dio tersenyum, "Ini hak prerogatif sebenarnya. Saya nggak ada kewajiban untuk memberitahu yang bersangkutan."
"Tapi kamu perkecualian."
"Saya sangat berharap, kamu mulai menyiapkan diri dari sekarang."
Ia menghembuskan napas panjang. Demi mengingat perjalanan napak tilas karier sebagai seorang peneliti. Yang dimulai dari tingkatan paling bawah. Merangkak sampai bisa menduduki jabatan struktural. Mulai dari Kabid (Kepala Bidang). Kemudian Kapus (Kepala Pusat).
Lalu ditarik ke Jakarta sebagai Direktur Riset. Hingga sekarang menjadi Deputi.
Meskipun banyak suara sumbang di luaran. Mengomentari tentang jenjang karier strukturalnya yang melampaui pencapaian rekan satu angkatan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.