prolog :: 00

40 5 0
                                    

Rasyela POV

Merasakan rasanya tak layak dicintai, terkadang begitu menyakitkan. Padahal, Tuhan telah berkata, bahwa manusia diciptakan secara berpasang-pasangan, namun alam bawah sadarku yang terus menerus berkata bahwa aku tak layak dicintai, membuatku ragu dan enggan untuk menjalin hubungan selayaknya pacaran.

"Pacar gue ngambek lagi, kayaknya hari ini gue mau ke Jakarta Timur buat bujuk dia."

Aku mendesah pelan, sembari menatap temanku dengan tatapan kasihan. Bahkan, yang jelas-jelas serasi saja dalam hubungan berpacaran terkadang merasa tak dicintai. Padahal, bukannya orang berpacaran adalah dua orang yang saling mencintai, tetapi mengapa justru menjadi kedua belah pihak yang saling menyakiti?

"Sa, lo cewek. Bukannya seharusnya lo yang dibujuk, dan pacar lo yang dateng kesini? Bukannya sebaliknya gini, 'kan?"

Isabel mengangguk pelan. Aku paham, ia lelah. Di hubungannya yang rumit sekarang, dan telah menginjak hampir dua belas bulan, ia dan pacarnya telah banyak mengalami banyak fase. Dari mulai fase senang-senangnya dimabuk cinta, hingga fase menjadi setengah orang gila karena dibuat pusing oleh konflik yang ada. Perayaan anniversary sudah di depan mata, akan tetapi hubungan mereka terpantau semakin memburuk saja.

"Gue paham, tapi nanggung banget nggak, sih? Seminggu lagi gue anniversary, masa iya putus?"

"Lo bertahan dengan alasan sebentar lagi anniversary sementara diri lo tersakiti begini, Sa?"

"Syel, gue cinta sama dia."

"Tapi apakah Angelo berpikir sama halnya kayak lo sekarang?"

Isabel terdiam. Padahal, jika memang ia yakin, jawabannya jelas Angelo—pacar Isabel—mencintainya balik. Tetapi, dengan jelas raut temanku itu sedang meragu.

"Bahkan lo sendiri masih mikir, padahal kalau lo yakin, lo bisa aja langsung jawab kalau Angelo cinta juga sama lo."

Isabel menghembuskan nafas kasar. Diluar hujan deras. Aku menatap dengan tatapan tajam. Jika ia sedang gelisah, aku sangat yakin gadis itu tidak menyetir motor dengan benar. Aku sangat khawatir jika terjadi apa-apa padanya.

"Please, sekali ini aja, ya?"

Dan pada malam itu, adalah pertama kalinya aku mengambil keputusan yang membuatku tak mengampuni diriku sendiri.

***

"Gimana gue percaya sama cinta kalau gue udah lihat bahwa perjuangan lo ke pacar lo berakhir sia-sia kayak gini, Isabel?"

"Gue memilih nggak memaafkan diri sendiri, dan kembali mengutuk bahwa gue nggak layak untuk dicintai."

"Please, ajarin gue cara kembaliin waktu. Isabel, ayo bertahan hidup sekali lagi..."

-Rasyela Aldriana-

Jarak Tanpa Arah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang