"Terdakwa dinyatakan tak bersalah karena kurangnya bukti-bukti, dan tuntutan dari pihak korban yang tak masuk akal?" Pria berkulit putih pucat, dan bibir berwarna merah darah, menatap rekan di hadapannya.
"Katakan seperti ini pas di pengadilan, Ankoku." Lelaki bertubuh kekar nan besar itu lantas pergi usai menyerahkan berkas kasus yang diperolehnya dari pihak terdakwa.
Ankoku diam mematung di tempat, sementara perhatiannya terpusat pada berkas kasus yang tergeletak di meja. Sesaat lelaki bertubuh kekar itu menggenggam gagang pintu, dan akan menarik pintunya ke arah dalam, Koku melangkah cepat mendatanginya lalu melempar berkas tersebut di punggung rekannya.
"Aku takkan memihak terdakwa mau dibayar berapapun juga!" gertak Koku pada rekannya, Theo.
Theo mengulas seringai. Ia melirik ke kerah baju Koku yang terlihat berantakan, lalu dirapikannya sembari dia berbisik. "Meskipun kau akan memihak korban, tetapi, tetap saja yang akan memenangkan persidangan ini adalah pihak terdakwa. Sebab apa? Sebab, barang-barang bukti yang polisi kumpulkan sudah aku hanguskan."
Setelah itu, Theo membenarkan kerah bajunya lalu beranjak pergi.
Meski Theo mengatakan kalau bukti-bukti yang sebenarnya telah ia hanguskan, tetapi, hal itu bukan menjadi hambatan Koku untuk memihak pada korban, dan membiarkan si pelaku dijatuhi hukuman atas tindak pidana yang telah diperbuatnya.
Sehingga Koku memutuskan untuk menyelidiki ulang kasus ini secara diam-diam, sebelum hari persidangan tiba.
***
Koku menduduki sebuah bangku yang kosong. Ia mengeluarkan sejumlah kertas lalu diserahkannya pada keluarga korban yang ada. Dia seorang perempuan bertubuh mungil dan berwajah kecil yang berkarir sebagai detektif kepolisian divisi kriminal.
Liane mengerutkan dahinya sesaat setelah ia membaca lembaran-lembaran kertas yang Koku berikan. "Mengapa di sini dinyatakan kalau bukti-bukti yang diserahkan pihak korban untuk menuntut terdakwa masih kurang? Dan mengapa tuntutannya dibilang gak masuk akal?!"
Koku memijat-mijat dahinya. Ia menghela napas, dan membeberkan apa yang sebenarnya terjadi. "Bukti-bukti yang diserahkan itu sengaja dihanguskan oleh pihak kejaksaan atas permintaan terdakwa. Ya, bisa dikatakan kalau terdakwa telah membayar para penegak hukum bersangkutan agar dia bisa terlepas dari jerat hukum."
"Haha ... Sudah saya duga bahwa akan ada kecurangan seperti ini." Liane terkekeh mengetahui fakta yang sebenarnya.
"Tapi, kamu gak usah khawatir. Saya akan berusaha untuk mengumpulkan ulang semua bukti-bukti yang telah dihanguskan itu," tuturnya meyakinkan Liane.
Liane mengangguk perlahan merespon perkataannya. Selang beberapa saat, ia menyerahkan kembali berkas-berkas kasus itu pada Koku, sambil mengatakan, "Saya percaya padamu, Jaksa Ankoku. Saya berharap, pelaku dijatuhi hukuman yang setimpal atas perbuatannya."
***
Liane memotret sebuah sudut jalan. Ia mengambil cotton bud, kemudian menempelkannya di tanah selama beberapa saat sebelum ia masukkan ke dalam plastik klip.Sementara di sisi lainnya, Koku mengamati lintasan sembari membayangkan saat-saat terjadinya kecelakaan beruntun yang menewaskan sejumlah pengendara.
Sedangkan ayah Liane mendapati luka yang berat dari kecelakaan itu, dan kini dirawat di rumah sakit. Selain itu, beliau justru dituduh sebagai pelaku.
Sewaktu keduanya tengah sibuk menyelidiki TKP, salah seorang pria berambut ikal gondrong yang sejak tadi berada di sana untuk melakukan penyelidikan, mendatangi Koku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Player of Law
AksiSebuah kelompok yang diisi dengan orang-orang berkesinambungan di dunia hukum, bersatu untuk menangkap para penjahat yang berkeliaran di luar sana. Akan tetapi, metode yang mereka gunakan untuk menghadapi para target, sangat bertentangan dengan ajar...