Chapter 31

273 29 1
                                    

Yang baca wajib vote & coment❕️

.
.
.
.

╔═════ஜ۩۞۩ஜ═════╗
                 CAREL                
╚═════ஜ۩۞۩ஜ═════╝

"Besok Minggu. Mau jalan-jalan?"

Carel tidak jadi membuka pintu. Cowok itu bersender pada dinding dengan tangan masuk saku celana. Jiken agak sedikit tidak nyaman dengan senyum miring yang mendadak terbit di sudut bibir Carel. Cowok itu nampak seperti menemukan sebuah ide gila.

"Daripada itu, mending nanti malem ikut gue."

Jiken mengangkat alis. "Ke mana?"

"Balapan."

Jiken mengerutkan kening. Carel dapat menebak isi pikirannya, hanya dengan menangkap senyum remeh yang cowok itu berikan. Astaga, Carel rasanya ingin sekali memukul wajah jangkung tidak tahu diri ini.

"Balapan? Nggak salah denger nih, gue? Motor aja nggak punya. Terus, emang lo bisa balapan?"

Carel berdecak. "Lo masih nggak percaya gue bisa? Apa perlu, nanti malem kita balapan? Taruhannya apa?"

Jiken diam. Ada banyak sekali rencana masuk ke otaknya. Hanya saja, Jiken juga tak boleh meremehkan Carel. Bela diri saja sudah sejago itu, apalagi balapan? Memang sih, Jiken belum pernah menyaksikan sendiri. Tapi, bagaimana jika cowok mungil ini ternyata memang bisa balapan?

"Woe! Napa diem lo?"

Jiken berdehem sebentar. "Oke. Untuk taruhan ...."

Jiken mendekat, membisikkan sesuatu yang membuat Carel bergidik. Begitu Jiken sudah menjauh, Carel dengan santai mengangguk. Dia nampak percaya diri. Jelas saja, karena ia yakin akan menang.

"Lo pake motor siapa? Gue cuman punya satu."

Carel berdecak. "Gue punya Barra."

Seketika itu wajah Jiken langsung suram luar biasa. Carel cukup tidak peka kali ini, karena ia mulai sibuk mengirimkan pesan pada Barra. Sudah akan mengirimnya jika saja Jiken tidak secara tiba-tiba merebut ponselnya.

"Nggak perlu!"

"Lah? Terus, gue pake motor siapa? Nggak mungkin pake odong-odong, 'kan?"

Jiken memutar bola mata. "Punya Dhava."

Benar juga. Jika Carel yang meminjam, pasti Abang kesayangannya itu akan dengan senang hati meminjamkannya. Hanya saja, akankah Dhava mengizinkan Carel ikut balapan? Memikirkan hal itu saja sudah membuat Carel spontan bergidik, memeluk kedua lengannya sendiri. Pasti ngeri kalau Dhava marah.

"Bisa abis gue kalo sampe Bang Dhava tahu."

Walau hanya gumaman kecil, tapi telinga Jiken masih cukup jelas menangkap suara kekhawatiran dari mulut Carel yang seperti dukun sedang berkomat-kamit baca mantra. Spontan, cowok itu mengangkat alis.

"Lo, takut sama orang kayak Dhava?"

Carel mendelik, berkacak pinggang dengan wajah garang. "Apaan, sih! Nggak, lah! Cuman 'kan, gue nggak bisa lawan dia. Gimana pun juga, dia itu Abang gue. Gue nggak mau ngelawan dia. Kalo orang lain, udah pasti gue hajar sampe babak belur kalo sampe sok-sokkan larang gue ini itu."

CARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang