2. Atharysc Phaelathon

57 9 0
                                    

Siang itu, matahari yang bertengger di atas sana bersinar tanpa hambatan apa pun.  Sengatannya begitu terasa di bagian kulit yang tidak tertutup helaian benang. Udara panas baru bisa dinetralisir saat angin berhembus membawa kesejukkan.

Meski begitu, panasnya cuaca sepertinya tidak menjadi penghalang bagi para ksatria yang kini berlatih dengan penuh semangat. Suara dentingan pedang menggema di seluruh tempat itu, pun bersama dengan suara-suara yang diteriakkan para ksatria saat mereka menyerang dan bertahan. Semua tampak giat berlatih.

"Porsi latihan mereka ditambah sejak beberapa hari yang lalu mengingat sebentar lagi istana akan mengadakan perayaan besar."

Seorang pria yang wajahnya sudah tidak muda lagi menjelaskan. Larz Illarion, Jenderal Kerajaan Nhorrel masih tampak tegas dan berwibawa. Melihat pada para ksatria yang menjadi bawahannya kini tengah berlatih keras di bawah hamparan sinar matahari.

"Setelah bertahun-tahun lamanya, ini adalah perayaan besar pertama yang akan diadakan kerajaan. Gerbang istana akan kembali dibuka selebar-lebarnya, dan pembatasan kunjungan juga akan segera dicabut, kan?" Larz melirik pada pemuda yang berjalan di sisinya. Pemuda itu tampak melihat ke arah para ksatria, namun Larz tahu dia sedang memperhatikan setiap perkataan yang Larz sampaikan. "Sebaiknya kita menambah jumlah patroli saat para tamu mulai berdatangan nanti, dan penjagaan di setiap sudut sudah harus mulai diperketat. Bukan hanya di istana, tapi juga daerah sekitar istana dan daerah-daerah lain yang memiliki kemungkinan akan menjadi ramai karena perayaan pun harus ditingkatkan untuk mengurangi resiko."

"Kalau begitu, kita membutuhkan ksatria dan prajurit sebanyak mungkin, ya."

Pemuda itu akhirnya menoleh pada Larz. Rambut kelamnya sedikit bergerak tertiup angin. Wajahnya rupawan, dan manik merah jambu miliknya berkilau di bawah cahaya matahari.

Atharysc Phaelathon, Pangeran satu-satunya kerajaan Nhorrel itu sedikit mengerutkan keningnya. Berpikir mengenai hal yang disampaikan oleh Larz. Hal yang menjadi tanggung jawabnya, karena itu Atharysc harus membuat keputusan yang tepat.

"Benar. Karena itu sebaiknya meminta para bangsawan mengirimkan sebagian ksatria dan prajurit yang mereka miliki.

"Kalau begitu mungkin akan bisa dilakukan." Atharysc setuju dengan usulan yang disampaikan. Bagaimana pun, cara tercepat mengumpulkan pasukan sekarang adalah melalui para bangsawan. "Para prajurit kerajaan bisa fokus menjaga di istana, sedangkan prajurit milik bangsawan bisa kita kerahkan di sekitar istana dan wilayah-wilayah lain."

Larz tersenyum mendengar keputusan Atharysc. Cukup senang karena sang pangeran yang juga merupakan keponakannya itu bisa memikirkan langkah yang tepat diambil meski umurnya baru akan menginjak delapan belas tahun. Atharysc mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat, dan Larz tentu saja bangga dengan itu.

"Kalau begitu, setelah surat perintah dikeluarkan nanti, kita akan langsung melakukannya."

"Tentu, Paman." Atharysc ikut tersenyum kecil melihat reaksi Larz. "Surat perintahnya akan dikeluarkan secepat mungkin setelah rapat dengan para bangsawan dilaksanakan."

"Hm. Lalu, untuk penjagaan di sekitar istana raja, kurasa lebih baik kita berkoordinasi dengan Julius karena dia yang lebih tahu situasi di sana. Bagaimana menurutmu?"

Hanya beberapa kata itu mampu membalikkan perasaan Atharysc dengan cepat. Tubuhnya membeku. Jantungnya berdebar kencang. Meski tidak terlalu kentara, tangan Atharysc sedikit gemetar.

Atharysc terlihat tegang. Namun sebelum Larz yang ada di sampingnya menyadari perubahan itu, Atharysc segera mengatur kembali ekspresinya.

Menarik napas dalam-dalam, pemuda itu mengulas senyum tipis. Dia berdeham pelan kemudian memberikan jawaban. "Aku setuju. Berdiskusi dengan Julius untuk keamanan istana raja adalah pilihan yang tepat."

Larz mengangguk pelan. "Kalau begitu, lebih baik kita segera pergi menemui Julius sekarang. Kau juga sudah lama tidak berkunjung ke sana, kan?"

"Ah, aku tidak bisa ikut sekarang."

"Kenapa? Apa kau memiliki pekerjaan lain?" Larz sedikit bingung. Setaunya, jadwal Atharysc hingga sekitar satu sampai dua jam ke depan adalah peninjauan pasukan. Karena hal itu selesai lebih awal, Larz berpikir untuk mengajak Atharysc ke istana raja karena Larz tahu Atharysc sudah lama tidak ke sana.

"Itu...." Manik merah jambu Atharysc bergulir melihat sekeliling. Mencoba mencari alasan tepat untuk menolak ajakan Larz tanpa membuat rasa enggannya begitu kentara.

Sempat tidak bisa menjawab selama beberapa detik, mata Atharysc sedikit menyipit saat pandangannya tertuju pada seorang gadis yang berjalan dengan cukup terburu-buru sekitar dua puluhan meter di depan sana. Atharysc sangat mengenali sosok itu.

Saat otaknya tiba-tiba mendapatkan ide karena kehadiran gadis yang bahkan tidak sadar sedang ditatap itu, Atharysc langsung melihat ulang pada Larz.

"Aku punya janji dengan Odette." Atharysc berucap memberi alasan dengan ekspresi yang sangat meyakinkan. Tersenyum manis, dengan satu tangan tangan yang menunjuk ke arah gadis yang berjalan menjauh dari tempat mereka. "Lihat, Paman. Dia sedang mencariku sekarang."

Melihat ke arah yang ditunjuk Atharyc, Larz justru semakin kebingungan. Jelas-jelas arah yang dituju oleh gadis yang ditunjuk adalah istana putri. Dan tadi pagi seingat Larz, putrinya, Cheera Illarion, juga bilang kalau dia bersama gadis di depan sana akan pergi menemui adik kembar dari Atharysc.

Mana mungkin Nona itu akan membelah diri untuk menghadiri dua pertemuan yang berlangsung di waktu yang bersamaan, kan?

"Sepertinya Nona Livth akan pergi ke istana put--"

"Maaf, Paman. Lain kali aku akan ikut bersama paman, tapi sekarang aku benar-benar harus pergi sebelum Odette marah padaku." Atharysc memotong ucapan Larz, langsung melangkah menjauh dari sana meski tatapannya masih mengarah pada sang paman. Dia terburu-buru, bahkan lebih seperti sedang melarikan diri. "Diskusi dengan Julius aku serahkan pada Paman. Nanti aku akan mendengar detailnya dari Paman. Sampai jumpa!"

Setelahnya, si sulung Phaelathon itu langsung berlari pelan ke arah gadis yang dipanggil Odette.

Larz hanya terdiam di tempatnya. Memandangi punggung Atharysc yang semakin menjauh. Beberapa menit Larz tetap di tempatnya, melihat gerak gerik si gadis bangsawan yang terlihat sedikit terkejut saat Atharysc menghampirinya.

Larz menghembuskan napas. Memutuskan untuk membiarkan hal ini berlalu karena tidak ingin memaksa Atharysc. Larz balik badan, mulai melangkahkan kaki ke arah sebaliknya.

Larz tahu Atharysc berbohong. Sejak awal, Atharysc tidak sedang memiliki janji untuk bertemu dengan gadis itu. Atharysc hanya menggunakannya sebagai alasan untuk kabur. Atharysc ... memilih untuk menghindar lagi.

Menghentikan langkah saat dia kini berada di tempat sepi, Larz menengadah ke atas.  Pandangannya terlihat sendu saat menatap langit biru yang tampak cerah di atas sana.

Pria itu berbisik pelan, "ternyata masih saja sesulit itu, ya?"

☆☆

Tbc.

Btw saya bertekad untuk update tiap hari, atau kalau bolong paling sehari-dua hari aja. Tapi ... tau sendiri kan tabiat saya gimana? #SadButTrue #EmotSedih

Jadi, mohon bantuannya untuk teror saya (tapi baik-baik dan lemah lembut) buat rajin update ya🙏

Dan kalo kalian rasa cerita ini cukup layak, tolong ramein dengan vote, komen, dan share sebanyak-banyaknya, ya~ Ak sdih soalny klo bnyk silent readers😔

Thanks sudah baca, dan sampai jumpa~ 🦅🦅🦅 (emot garuda krna Indo tdi menang lawan tetangga)

The Twin StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang